Oleh Wongbanyumas
Sudah beberapa hari ini aku tergolek lemas tak berdaya karena sakit. Setiap hari hanya dihabiskan dengam berbaring di atas ranjang. Obat menjadi keseharianku selama sakit ini. Tak bisa kurasakan indahnya pemandangan di luar sana. Yang ada hanyalah pemandangan kamarku yang itu-itu saja. Sulit rasanya ketika kita hidup sendiri dan jauh dari orang tua. Ketika sakit jika ada orang tua di sisi kita mereka akan membantu kita melewati masa “suram” ini dengan penuh keceriaan. Namun jika oang tua kita jauh dari kita rasanya sangat sedih.
Namun sakit ini bukan alasan untuk tidak produktif dan berkarya. Sediki kutuliskan pengalamanku ini. Alhamdulillah aku dapat mangambil hikmah dan pelajaran dari sakit ini. Hal yang paling penting kita dapat melakukan introspeksi diri terhadap apa yang sudah kita lakukan. Dan luar biasa saat sakit ini juga merupakan momen perenungan dosa yang baik. Kita dapat mengingat semua perbuatan kita di masa lampau dan dapat diambil pelajaran yang sangat banyak. Sebagaimana kata pepatag “pengalaman adalah guru terbaik” maka pengalaman sakit ini mrnjadi pelajaran agar tidak terulang di waktu depan.
Selama kita sakit kita akan menemukan kawan dan sahabat terbaik kita. Mereka yang selalu mendukung dan mensuport kita dalam keadaan apapun bahkan dal keradaan saki. Akan terlihat kawan-kawan yang benar-benar mencintaimu dengan sepenuh hati. Memberi perhatian padamu dan memberikan support agar kita lekas sembuh. Ternyata banyak sekali pelajaran yang dapat saya ambil dari sakit ini.
Thanks to Allah Swt
Pages
▼
Berangkat sekolah lebih pagi
Oleh wongbanyumas
Saya agak kaget ketika mendengar berita bahwa pemda DKI memajukan jam masuk sekolah. Awalnya jam masuik sekolah pukul 07:00 Wib dimajukan menjadi pukul 06:30 Wib. Kebijakan pemerintah provinsi ini sangatlah tidak populer di kalangan masyarakat terutama para orang tua siswa. Dengan dalih bahwa murid-murid yang berankat sekolah menyumbangkan kemacetan sebesar 30% pemprov dengan enaknya mengeluarkan kebijakan yang boleh dibilang agak keblinger. Kebijakan yang lagi-lagi mengorbankan rakyat banyak dan terutama rakyat kecil. Keberpihakan Pemprov DKI terhadap rakyat kecil sangat kurang.
Mengapa harus anak sekolah yang harus dikorbankan hanya untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas. Padahal penyumbang angka kemacetan yang lain adalh para bapak yang dengan enaknya memakan badan jalan dengan kendaraan pribadi yang ternyata memang hanya dinaiki secara pribadi. Padahal ada berbagai moda transportasi yang tersedia mulai dari bus kota, busway, angkot, taksi, ojek, bahkan waterway siap mengantarkan anda ke tempat tujuan. Tetapi yang justru terjadi adalah menorbankan para pelajar.
Saya termasuk orang yang sangat tidak setuju dengan kebijakan ini. Melihat kondisi keamanan di DKI yang sangat rawan membuat saya berfikir jika adik-adik saya berangkat sekolah sejak jam setengah lima pagi bagi yang rumahnya berada di daerah satelit seperti bogor, tanggerang, depok, dan bekasi. Dalam kadaan pagi buta ancaman kejahatan jelas mengintai mereka kapan saja. Tindak kejahatan macaam penjambretan dan pe ncopetan masih menunjukkan nafasnya di pagi hari.
Satu pernyataan yang terlintas dalam pikiran saya “emangnya kalo anak sekolah berangkat lebih pagi bisa ngurangin macet??”. Pertanyataan tersebut masih saja terus terngiang mengingat jumlah anak sekolah di ibukota tidaklah sedikit.
Ketika membicarakan statistik, memang benar jumlah pelajar yang berangkat sekolah menyumbangkan angka kemacetan sampai 30 persen pada pukul 07:00. Namun statistik tersebut terlihat hanya angka yang tidak berarti dalam menyumbang anka kemacetan. Perlu ditinjau apakah selain pelajar ada aktivitas lain yang memenuhi jalan raya di bagi hari? Jawabnya banyak, sebab banyak pula para pegawai yang berangkat kerja lebih awal. Bahkan selepas shubuh banyak bapak yang langsung berangkat untuk menghindari kemacetan.
Setiap kebijakan tentunya akan menimbulkan pro dan kontra. Tentangan paling mengemuka jelas meluncur dari murid para orang tua dan para guru. Memang kebijakan ini akan membuat siswa untuk bangun lebih pagi. Tetapi justru ketika mereka bangun pagi mereka tidak dapat menikmati hangatnya mentari pagi bersama ayah dan ibu. Melainkan sibuk mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah. Orang tua pun dibuat pusing sejak pagi hari sehingga tidak sempat bercengkrama sejenak. Paling tidak momentum pagi hari sebagai momentum keluarga untuk berkumpul bersama di meja makan.
Secara psikologis si anak akan terganggu. Kejiwaannya menjadi labil dan cenderung emosional karena semakin kehilangan sentuhan dari orangtua. Berujung pada prestasi yang mungkin akan turun sebab anak akan merasa kesal, marah, sedih, dan berbagai emosi lain. Memang terlihat remeh dengan kebijakan pemprov DKI ini tapi efeknya luar biasa besar dan banyak.
Saya agak kaget ketika mendengar berita bahwa pemda DKI memajukan jam masuk sekolah. Awalnya jam masuik sekolah pukul 07:00 Wib dimajukan menjadi pukul 06:30 Wib. Kebijakan pemerintah provinsi ini sangatlah tidak populer di kalangan masyarakat terutama para orang tua siswa. Dengan dalih bahwa murid-murid yang berankat sekolah menyumbangkan kemacetan sebesar 30% pemprov dengan enaknya mengeluarkan kebijakan yang boleh dibilang agak keblinger. Kebijakan yang lagi-lagi mengorbankan rakyat banyak dan terutama rakyat kecil. Keberpihakan Pemprov DKI terhadap rakyat kecil sangat kurang.
Mengapa harus anak sekolah yang harus dikorbankan hanya untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas. Padahal penyumbang angka kemacetan yang lain adalh para bapak yang dengan enaknya memakan badan jalan dengan kendaraan pribadi yang ternyata memang hanya dinaiki secara pribadi. Padahal ada berbagai moda transportasi yang tersedia mulai dari bus kota, busway, angkot, taksi, ojek, bahkan waterway siap mengantarkan anda ke tempat tujuan. Tetapi yang justru terjadi adalah menorbankan para pelajar.
Saya termasuk orang yang sangat tidak setuju dengan kebijakan ini. Melihat kondisi keamanan di DKI yang sangat rawan membuat saya berfikir jika adik-adik saya berangkat sekolah sejak jam setengah lima pagi bagi yang rumahnya berada di daerah satelit seperti bogor, tanggerang, depok, dan bekasi. Dalam kadaan pagi buta ancaman kejahatan jelas mengintai mereka kapan saja. Tindak kejahatan macaam penjambretan dan pe ncopetan masih menunjukkan nafasnya di pagi hari.
Satu pernyataan yang terlintas dalam pikiran saya “emangnya kalo anak sekolah berangkat lebih pagi bisa ngurangin macet??”. Pertanyataan tersebut masih saja terus terngiang mengingat jumlah anak sekolah di ibukota tidaklah sedikit.
Ketika membicarakan statistik, memang benar jumlah pelajar yang berangkat sekolah menyumbangkan angka kemacetan sampai 30 persen pada pukul 07:00. Namun statistik tersebut terlihat hanya angka yang tidak berarti dalam menyumbang anka kemacetan. Perlu ditinjau apakah selain pelajar ada aktivitas lain yang memenuhi jalan raya di bagi hari? Jawabnya banyak, sebab banyak pula para pegawai yang berangkat kerja lebih awal. Bahkan selepas shubuh banyak bapak yang langsung berangkat untuk menghindari kemacetan.
Setiap kebijakan tentunya akan menimbulkan pro dan kontra. Tentangan paling mengemuka jelas meluncur dari murid para orang tua dan para guru. Memang kebijakan ini akan membuat siswa untuk bangun lebih pagi. Tetapi justru ketika mereka bangun pagi mereka tidak dapat menikmati hangatnya mentari pagi bersama ayah dan ibu. Melainkan sibuk mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah. Orang tua pun dibuat pusing sejak pagi hari sehingga tidak sempat bercengkrama sejenak. Paling tidak momentum pagi hari sebagai momentum keluarga untuk berkumpul bersama di meja makan.
Secara psikologis si anak akan terganggu. Kejiwaannya menjadi labil dan cenderung emosional karena semakin kehilangan sentuhan dari orangtua. Berujung pada prestasi yang mungkin akan turun sebab anak akan merasa kesal, marah, sedih, dan berbagai emosi lain. Memang terlihat remeh dengan kebijakan pemprov DKI ini tapi efeknya luar biasa besar dan banyak.
Korban itu bernama wasit
Oleh wongbanyumas
Sepak bola Indonesia mendapatkan penghargaan sebagai liga terbesar di dunia. Dengan peserta bejubel kita mampu menghadirkan tontonan olah bola yang diselenggarakan dari ujung pulau sumatera sampai ujung pulau irian. Puluhan klub setiap akhir pekan unjuk gigi di hadapan para pendukungnya. Aksi ciamik penuh dengan aksi hiburan disuguhkan para aktor lapangan hijau. Pagelaran Liga Super Indonesia(LSI) menghabiskan dana yang tidak sedikit. Untungnya tahun ini pemerintah mengeluarkan aturan yang melarang penggunaan APBD untuk membiayai klub.
Sepak bola Indonesia juga dikenal mempunyai suporter yang sangat fanatik terhadap klub yang didukung. Jika di Italia ada kelmpok garis keras ultras dan di Inggris ada hooligans kita punya banyak pilihan mulai dari bonek sampai viking. Tapi inilah sepak bola seharusnya perbedaan menyatukan kita. Sangat indah jika kita dapat melihat dua suporter dari dua klub yang berbeda dapat bersatu di tribun penonton dan menghadirkan aksi yang menaarik dari pinggir lapangan. Tapi yang jadi kelaziman adalah lemparan botol air mineral dan hujan batu.
Selain negara ternyata klub peserta liga juga mengalami kesulitan ekonomi. Jatah APBD yang selama ini diterima ternyata di cabut. Dampaknya banyak klub yang limbung dan berguguran di tengah jalan. Gaji pemain terpaksa ditunggak selama beberapa bulan. Bahkan bintang yang mempunyai nilai kontrak di atas 1 milyar harus rela dikurangi nilai kontraknya. Efeknya tentu saja buruk di lapangan. Pemain menjadi malas untuk bermain karena gaji mereka urung dibayar oleh klub. Kondisi kejiwaan mereka juga lebih labil dan sering emosional.
Pelampiasan mereka biasa ekspresikan kepada lawan. Entah sikut melayang, tinju terbang, sampai dengkul menerabas perut lawan. Pemain menjadi emosional jika bertanding, terutama dengan musuh bebuyutan atau dengan klub yang lebih mapan. Tentunya tidak hanya pemain yang jadi korban keganasan. Korps pengadil lapangan acap kali menerima bogem mentah. Tak jarang pemain menghantam tanpa ampun sang wasit. Bahkan pengurus klub dan ofisial sering ikut mengeroyok wasit hingga babak belur.
Tidak lupa salam hangat berupa lemparan botol air mineral dan batu dari para suporter mendarat di tubuh sang pengadil lapangan hijau. Malam nian nasib wasit di negeri ini. Ketika keadilan sangat sulit didapatkan di meja hijau ternyata merambah ke lapangan hijau. Ternyata penyakit judicial corruption juga merambah ke lapangan hijau. Terkadang hakim lapangan hijau mengeluarkan putusan yang kontroversial dan mencederai rasa keadilan suporter. Padahal semua hadirin di majelis itu menyaksikan secara langsung kesalahan yang dilakukan oleh lawan.
Entah karena alasan suap atau lalai sebagai manusia, hakim lapangan hijau meniupkan vonisnya. Vonis dari wasit kadang berujung petaka berupa gol yang bersarang melalui titik putih. Namun jika diibaratkan sebagai hakim maka sanga wasit tidak mempunyai hak untuk mengusir penonton dari area sidang. Hakim memiliki wewenang untuk mengusir pengunjung jika terjadi “contemp of court” alias tindak pelecehan terhadap wibawa pengadilan.
Namun inilah Indonesia yang sebagian besar penduduknya merasa benar. Bahkan membenarkan tindakannya dengan aksi anarkis yang membuat kita antipati terhadap suporter klub sepak bola. Wasit juga manusia tidak sepenuhnya dapat memuaskan para penonton. Hendaknya penonton juga harus legowo dan bersikap dewasa ketika mengalami kekalahan. Justru kekalahan akan melecut para pemain untuk tampil lebih baik di pertandingan yang akan datang.
Salam sepak bola Indonesia....
Sepak bola Indonesia mendapatkan penghargaan sebagai liga terbesar di dunia. Dengan peserta bejubel kita mampu menghadirkan tontonan olah bola yang diselenggarakan dari ujung pulau sumatera sampai ujung pulau irian. Puluhan klub setiap akhir pekan unjuk gigi di hadapan para pendukungnya. Aksi ciamik penuh dengan aksi hiburan disuguhkan para aktor lapangan hijau. Pagelaran Liga Super Indonesia(LSI) menghabiskan dana yang tidak sedikit. Untungnya tahun ini pemerintah mengeluarkan aturan yang melarang penggunaan APBD untuk membiayai klub.
Sepak bola Indonesia juga dikenal mempunyai suporter yang sangat fanatik terhadap klub yang didukung. Jika di Italia ada kelmpok garis keras ultras dan di Inggris ada hooligans kita punya banyak pilihan mulai dari bonek sampai viking. Tapi inilah sepak bola seharusnya perbedaan menyatukan kita. Sangat indah jika kita dapat melihat dua suporter dari dua klub yang berbeda dapat bersatu di tribun penonton dan menghadirkan aksi yang menaarik dari pinggir lapangan. Tapi yang jadi kelaziman adalah lemparan botol air mineral dan hujan batu.
Selain negara ternyata klub peserta liga juga mengalami kesulitan ekonomi. Jatah APBD yang selama ini diterima ternyata di cabut. Dampaknya banyak klub yang limbung dan berguguran di tengah jalan. Gaji pemain terpaksa ditunggak selama beberapa bulan. Bahkan bintang yang mempunyai nilai kontrak di atas 1 milyar harus rela dikurangi nilai kontraknya. Efeknya tentu saja buruk di lapangan. Pemain menjadi malas untuk bermain karena gaji mereka urung dibayar oleh klub. Kondisi kejiwaan mereka juga lebih labil dan sering emosional.
Pelampiasan mereka biasa ekspresikan kepada lawan. Entah sikut melayang, tinju terbang, sampai dengkul menerabas perut lawan. Pemain menjadi emosional jika bertanding, terutama dengan musuh bebuyutan atau dengan klub yang lebih mapan. Tentunya tidak hanya pemain yang jadi korban keganasan. Korps pengadil lapangan acap kali menerima bogem mentah. Tak jarang pemain menghantam tanpa ampun sang wasit. Bahkan pengurus klub dan ofisial sering ikut mengeroyok wasit hingga babak belur.
Tidak lupa salam hangat berupa lemparan botol air mineral dan batu dari para suporter mendarat di tubuh sang pengadil lapangan hijau. Malam nian nasib wasit di negeri ini. Ketika keadilan sangat sulit didapatkan di meja hijau ternyata merambah ke lapangan hijau. Ternyata penyakit judicial corruption juga merambah ke lapangan hijau. Terkadang hakim lapangan hijau mengeluarkan putusan yang kontroversial dan mencederai rasa keadilan suporter. Padahal semua hadirin di majelis itu menyaksikan secara langsung kesalahan yang dilakukan oleh lawan.
Entah karena alasan suap atau lalai sebagai manusia, hakim lapangan hijau meniupkan vonisnya. Vonis dari wasit kadang berujung petaka berupa gol yang bersarang melalui titik putih. Namun jika diibaratkan sebagai hakim maka sanga wasit tidak mempunyai hak untuk mengusir penonton dari area sidang. Hakim memiliki wewenang untuk mengusir pengunjung jika terjadi “contemp of court” alias tindak pelecehan terhadap wibawa pengadilan.
Namun inilah Indonesia yang sebagian besar penduduknya merasa benar. Bahkan membenarkan tindakannya dengan aksi anarkis yang membuat kita antipati terhadap suporter klub sepak bola. Wasit juga manusia tidak sepenuhnya dapat memuaskan para penonton. Hendaknya penonton juga harus legowo dan bersikap dewasa ketika mengalami kekalahan. Justru kekalahan akan melecut para pemain untuk tampil lebih baik di pertandingan yang akan datang.
Salam sepak bola Indonesia....
Belajar untuk kalah
Oleh Wongbanyumas
Dalam sebuah persaingan atau kompetisi hanya ada dua pilihan yakni menang atau kalah. Hanya ada dua opsi itulah yang ada. Hasil imbang tentunya bukan hasil yang baik karena memberikan pembenaran ketika kerja kita kurang maksimal. Dalam kompetisi juga ada pilihan yakni terhormat atau dinistakan. Kehormatan yang kita dapatkan karena menang secara jujur dan kalah dengan sportif. Menang secara jujur seharusnya menjadi asas yang dipegang oleh setiap orang yang berkompetisi. Begitupun ketika kalah, kita juga harus memberikan apresiasi positif kepada kompetitor kita meskipun kita telah dikalahkan. Saya teringat kata-kata bijak “kekalahan kita hari ini adalah bekal kemenangan kita di esok hari”.
Mencermati kompetisi yang terjadi dalam masyarakat seringkali saya menemukan minimnya sikap fair play. Sikap yang mampu menghadirkan seorang juara sejati yang mampu menerima kekalahan dengan ikhlas dan lapang dada. Kalah bukan berarti akhir dari segalanya dan mimpi buruk bagi kita. Mencoba mencermati pada momentum yang sering terjadi belakangan ini yakni pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pertandingan sepak bola. Berdasarkan pengamatan terhadap dua fenomena sosial tersebut terlihat bahwa bangsa ini belum siap untuk sebuah kemenangan.
Sebuah kekalahan bagi sebagian besar kita teras amat menyakitkan. Namun sesungguhnya itulah kemenangan kita ketika kita berhasil memenej emosi dan amarah kita. Kita belum siap untuk menang karena masih belum siap untuk kalah. Juara sejati adalah orang yang mampu tersenyum ketika ia kalah.
Lagi-lagi kita harus mencontoh bangsa lain dalam hal ini. Cobalah kita tengok pertandingan sepak bola liga inggris antara Chelsea melawan Manchester United. Meskipun keduanya saling berseteru di lapangan hijau namun masing-masing saling dapat menerima kekalahan. Berbeda dengan tim sepak bola kita yang agak kampungan. Sangat sulit bagi supporter klub kita untuk menerima kekalahan dari lawan. Bahkan seorang pengurus klub sebesar PSIS semarang sekalipun tak dapat menahan emosi ketika klubnya takluk dari lawan. Dengan enaknya ia meninju wasit sang pengadil lapangan. Sudah selayaknya yoyok dilabeli sebagai wong edan karena bersikap tidak fair.
Contoh kecil lainya adalah pilkada Jatim antara pasangan Khofifah versus pasangan Gus Ipul. Pada pilkada putaran pertama pasangan Khofifah menang. Namun pada pilkada putaran kedua Khofifah kalah tipis dari Gus Ipul. Apa yang terjadi ketika khofifah kalah adalah mengajukan gugatan atas kekalahannya. Langkah tersebut terlihat lucu. Saya sendiri bertanya mengapa ia mengajukan gugatan ketika dalam posisi kalah. Berbeda dengan pemilihan presiden AS ketika Mc Cain secara jantan mengucapkan selamat dan mengakui kakalahannya atas Barrack Obama. Di Indonesia ada contoh positif yakni Pilkada Jakarta. Pasangan Adang-Dani secara sportif memberikan selamat kepada Fauzi-Priyanto.
Sepak bola dan pilkada hanya sebuah gambaran kecil mengenai ketidaksiapan kita untuk kalah. Kita haruss banyak belajar untuk kalah. Bagaimana kita memaknai kekalahan sebagai bahan pembelajaran penting yang dapat memacu kita untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Dalam sebuah persaingan atau kompetisi hanya ada dua pilihan yakni menang atau kalah. Hanya ada dua opsi itulah yang ada. Hasil imbang tentunya bukan hasil yang baik karena memberikan pembenaran ketika kerja kita kurang maksimal. Dalam kompetisi juga ada pilihan yakni terhormat atau dinistakan. Kehormatan yang kita dapatkan karena menang secara jujur dan kalah dengan sportif. Menang secara jujur seharusnya menjadi asas yang dipegang oleh setiap orang yang berkompetisi. Begitupun ketika kalah, kita juga harus memberikan apresiasi positif kepada kompetitor kita meskipun kita telah dikalahkan. Saya teringat kata-kata bijak “kekalahan kita hari ini adalah bekal kemenangan kita di esok hari”.
Mencermati kompetisi yang terjadi dalam masyarakat seringkali saya menemukan minimnya sikap fair play. Sikap yang mampu menghadirkan seorang juara sejati yang mampu menerima kekalahan dengan ikhlas dan lapang dada. Kalah bukan berarti akhir dari segalanya dan mimpi buruk bagi kita. Mencoba mencermati pada momentum yang sering terjadi belakangan ini yakni pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pertandingan sepak bola. Berdasarkan pengamatan terhadap dua fenomena sosial tersebut terlihat bahwa bangsa ini belum siap untuk sebuah kemenangan.
Sebuah kekalahan bagi sebagian besar kita teras amat menyakitkan. Namun sesungguhnya itulah kemenangan kita ketika kita berhasil memenej emosi dan amarah kita. Kita belum siap untuk menang karena masih belum siap untuk kalah. Juara sejati adalah orang yang mampu tersenyum ketika ia kalah.
Lagi-lagi kita harus mencontoh bangsa lain dalam hal ini. Cobalah kita tengok pertandingan sepak bola liga inggris antara Chelsea melawan Manchester United. Meskipun keduanya saling berseteru di lapangan hijau namun masing-masing saling dapat menerima kekalahan. Berbeda dengan tim sepak bola kita yang agak kampungan. Sangat sulit bagi supporter klub kita untuk menerima kekalahan dari lawan. Bahkan seorang pengurus klub sebesar PSIS semarang sekalipun tak dapat menahan emosi ketika klubnya takluk dari lawan. Dengan enaknya ia meninju wasit sang pengadil lapangan. Sudah selayaknya yoyok dilabeli sebagai wong edan karena bersikap tidak fair.
Contoh kecil lainya adalah pilkada Jatim antara pasangan Khofifah versus pasangan Gus Ipul. Pada pilkada putaran pertama pasangan Khofifah menang. Namun pada pilkada putaran kedua Khofifah kalah tipis dari Gus Ipul. Apa yang terjadi ketika khofifah kalah adalah mengajukan gugatan atas kekalahannya. Langkah tersebut terlihat lucu. Saya sendiri bertanya mengapa ia mengajukan gugatan ketika dalam posisi kalah. Berbeda dengan pemilihan presiden AS ketika Mc Cain secara jantan mengucapkan selamat dan mengakui kakalahannya atas Barrack Obama. Di Indonesia ada contoh positif yakni Pilkada Jakarta. Pasangan Adang-Dani secara sportif memberikan selamat kepada Fauzi-Priyanto.
Sepak bola dan pilkada hanya sebuah gambaran kecil mengenai ketidaksiapan kita untuk kalah. Kita haruss banyak belajar untuk kalah. Bagaimana kita memaknai kekalahan sebagai bahan pembelajaran penting yang dapat memacu kita untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Bangsa yang kehabisan akal sehat
Oleh wongbanyumas
Bangsa yang besar adalah bangsa yang memilki kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Sebuah peradaban dalam suatu bangsa ditentukan oleh tingkat kecerdasan dan pendidikan bangsa tersebut. Semakin tinggi kecerdasan suatu bangsa maka akan menghasilkan suatu kebudayaan dengan citarasa yang tinggi. Tengoklah keudayaan mohenjo daro-harappa di India, kebudayaan mesir kuno, kebudayaan suku Aztec di Amazon, serta berbagai kebudayaan lainnya di dunia. Bangsa Indonesia sendiri mempunyai catatan sejarah besar mengenai perkembangan kebudayaannya.
Secara umum kebudayaan besar bangsa Indonesia mencapai puncaknya pada masa kerajaan Hindu-Budha dan pada masa kerajaan Islam nusantara. Pada masa itu bangsa Indonesia mencapai taraf tertinggi dalam pemikiran. Namun seiring perkembangan zaman trend tersebut berubah drastic. Indonesia kini hanyalah Negara “terbelakang” dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, hukum, sosial, bahkan akhlak sekalipun bangsa ini sudah menjadi yang terbelakang.
Kuatnya arus globalisasi yang menerpa anak bangsa mengakibatkab kelimbungan yang luar biasa. Ibarat seorang petinju yang dihajar dari berbagai sisi Indonesia sudah hampir KO dan terkapar berdarah-darah. Banyaknya nilai asing yang masuk membuat kita semakin kehilangan jatidiri dan identitas sebagai sebuah bangsa. Paling menyedihkan adalah sebagian besar anak bangsa sudah hilang akal sehat. Tekanan ekonomi dan tingginya biaya hidup menciptakan suatu kondisi yang menimbulkan depresi sosial.
Hilangnya akal sehat membuat kita tidak lagi dapat berfikir jernih. Pada era ekonomi yang sulit seperti sekarang banyak orang yang mengharapkan keajaiban instan. Salah satu indikator paling nyata adalah banyaknya iklan “orang pintar” di televisi. Para “orang pintar” alias paranormal (orang yang tidak normal) ini menjual jasanya melalui layanan SMS. Ketik reg spasi mantra, ketik reg spasi weton, ketik reg spasi primbon dan banyak lagi iklan sejenis kiat saksikan di layar kaca kita tiap hari. Jasa yang mereka tawarkan terlihat sangat sepele namun sangat membuai anda. Bayangkan dengan hanya mengetik reg spasi……. Anda akan dituntun untuk mencapai kesuksesan anda. Bahkan ada yang sesumbar akan merubah pola pikir (brain storming) kita agar menjadi orang sukses.
Semudah itukah? Tidak sama sekali. Jangan pernah bayangkan anda sukses hanya karena mengikuti SMS tersebut. “hari ini jangan ngutang” itu bunyi salah satu iklan layanan palsu tersebut. Enak benar mereka mengatur hidup seseorang seolah mereka adalah raja atau bahkan bak tuhan yang mampu menentukan nasib dan mengatur hidup manusia. Kini rasio dan akal kita dipertanyakan. Jangan sampai hanya karena tekanan finansial kita menggadaikan logika dan iman kita untuk hal murahan seperti itu.
Yang patut dicermati dari praktek layanan SMS tersebut adalah bentuk lain dari praktek perdukunan. Sebagai orang Islam saya hanya mencoba mengingatkan saja. Bahwa orang yang mempercayai praktek perdukunan adalah orang yang musyrik alias menyekutukan tuhan. Jika sudah dikategorikan sebagai tindakan syirik maka sudah pasti azab dan siksa yang pedih akan menanti kita. Bahkan Rasulullah sendiri sering melarang kita untuk mempercayai dukun dalam berbagai haditsnya.
Selain dari sudut pandang agama kita juga harus melihat dari aspek finansial. Kita mencoba melakukan hitung-hitungan kasar. Dalam satu hari SMS akan dikirim sebanyak dua kali dengan tarif RP 2.000 per SMS. Berarti dalam satu hari anda menghabiskan uang sebanyak RP 4.000 hanya untuk “konsultasi” singkat macam itu. Maka dalam sebulan anda menghabiskan pulsa sebanyak RP 120.000. Jumlah yang sangat banyak tentunya jika menilik kondisi finansial kebanyakan penduduk Indonesia. Hal ini tentunya hanya menguntungkan para provider. Apa yang anda dapatkan hanyalah SMS sampah yang tidak bermanfaat. Malah yang terjadi adalah kerugian besar bagi anda ketika uang anda terkuras namun janji manis itu tak kunjung datang.
Sebagai bangsa yang besar sudah seharusnya kita semakin dewasa untuk berfikir. Mampu membedakan antara realita dengan buaian mimpi semu belaka. Bukan berarti saya melarang anda untuk jadi pelanggan layanan SMS ajaib tersebut. Tetapi mencoba mengajak anda untuk berfikir cerdas dan jangan gegabah ketika diiming-imingi mimpi semu.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang memilki kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Sebuah peradaban dalam suatu bangsa ditentukan oleh tingkat kecerdasan dan pendidikan bangsa tersebut. Semakin tinggi kecerdasan suatu bangsa maka akan menghasilkan suatu kebudayaan dengan citarasa yang tinggi. Tengoklah keudayaan mohenjo daro-harappa di India, kebudayaan mesir kuno, kebudayaan suku Aztec di Amazon, serta berbagai kebudayaan lainnya di dunia. Bangsa Indonesia sendiri mempunyai catatan sejarah besar mengenai perkembangan kebudayaannya.
Secara umum kebudayaan besar bangsa Indonesia mencapai puncaknya pada masa kerajaan Hindu-Budha dan pada masa kerajaan Islam nusantara. Pada masa itu bangsa Indonesia mencapai taraf tertinggi dalam pemikiran. Namun seiring perkembangan zaman trend tersebut berubah drastic. Indonesia kini hanyalah Negara “terbelakang” dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, hukum, sosial, bahkan akhlak sekalipun bangsa ini sudah menjadi yang terbelakang.
Kuatnya arus globalisasi yang menerpa anak bangsa mengakibatkab kelimbungan yang luar biasa. Ibarat seorang petinju yang dihajar dari berbagai sisi Indonesia sudah hampir KO dan terkapar berdarah-darah. Banyaknya nilai asing yang masuk membuat kita semakin kehilangan jatidiri dan identitas sebagai sebuah bangsa. Paling menyedihkan adalah sebagian besar anak bangsa sudah hilang akal sehat. Tekanan ekonomi dan tingginya biaya hidup menciptakan suatu kondisi yang menimbulkan depresi sosial.
Hilangnya akal sehat membuat kita tidak lagi dapat berfikir jernih. Pada era ekonomi yang sulit seperti sekarang banyak orang yang mengharapkan keajaiban instan. Salah satu indikator paling nyata adalah banyaknya iklan “orang pintar” di televisi. Para “orang pintar” alias paranormal (orang yang tidak normal) ini menjual jasanya melalui layanan SMS. Ketik reg spasi mantra, ketik reg spasi weton, ketik reg spasi primbon dan banyak lagi iklan sejenis kiat saksikan di layar kaca kita tiap hari. Jasa yang mereka tawarkan terlihat sangat sepele namun sangat membuai anda. Bayangkan dengan hanya mengetik reg spasi……. Anda akan dituntun untuk mencapai kesuksesan anda. Bahkan ada yang sesumbar akan merubah pola pikir (brain storming) kita agar menjadi orang sukses.
Semudah itukah? Tidak sama sekali. Jangan pernah bayangkan anda sukses hanya karena mengikuti SMS tersebut. “hari ini jangan ngutang” itu bunyi salah satu iklan layanan palsu tersebut. Enak benar mereka mengatur hidup seseorang seolah mereka adalah raja atau bahkan bak tuhan yang mampu menentukan nasib dan mengatur hidup manusia. Kini rasio dan akal kita dipertanyakan. Jangan sampai hanya karena tekanan finansial kita menggadaikan logika dan iman kita untuk hal murahan seperti itu.
Yang patut dicermati dari praktek layanan SMS tersebut adalah bentuk lain dari praktek perdukunan. Sebagai orang Islam saya hanya mencoba mengingatkan saja. Bahwa orang yang mempercayai praktek perdukunan adalah orang yang musyrik alias menyekutukan tuhan. Jika sudah dikategorikan sebagai tindakan syirik maka sudah pasti azab dan siksa yang pedih akan menanti kita. Bahkan Rasulullah sendiri sering melarang kita untuk mempercayai dukun dalam berbagai haditsnya.
Selain dari sudut pandang agama kita juga harus melihat dari aspek finansial. Kita mencoba melakukan hitung-hitungan kasar. Dalam satu hari SMS akan dikirim sebanyak dua kali dengan tarif RP 2.000 per SMS. Berarti dalam satu hari anda menghabiskan uang sebanyak RP 4.000 hanya untuk “konsultasi” singkat macam itu. Maka dalam sebulan anda menghabiskan pulsa sebanyak RP 120.000. Jumlah yang sangat banyak tentunya jika menilik kondisi finansial kebanyakan penduduk Indonesia. Hal ini tentunya hanya menguntungkan para provider. Apa yang anda dapatkan hanyalah SMS sampah yang tidak bermanfaat. Malah yang terjadi adalah kerugian besar bagi anda ketika uang anda terkuras namun janji manis itu tak kunjung datang.
Sebagai bangsa yang besar sudah seharusnya kita semakin dewasa untuk berfikir. Mampu membedakan antara realita dengan buaian mimpi semu belaka. Bukan berarti saya melarang anda untuk jadi pelanggan layanan SMS ajaib tersebut. Tetapi mencoba mengajak anda untuk berfikir cerdas dan jangan gegabah ketika diiming-imingi mimpi semu.
Demokrasi ondel-ondel di tengah Pemilihan umum 2009
Oleh wongbanyumas
Pemilu 2009 tinggal menghitung hari. Genderang perang telah ditabuh oleh partai politik peserta pemilu. Setiap partai menyiapkan berbagai cara dan stretegi untuk memenangkan pemilu tahun 2009 nanti. Mulai dari deklarasi secara terbuka sampai konvensi secara diam-diam. Hal uyang luar biasa pada pelaksanaan pemilu di Indonesia adalah banyaknya partai yang bertarung dalam kancah pemilu 2009. Padahal Indonesia menganut sistem presidensial, yang konsekuensinya adalah jumlah partai politik yang sedikit dan terbatas. Berbeda dengan sistem parlementer yang pelaksanaannya didukung oleh banyak partai. Namun sistem parlementer yang dilaksanakan di Negara mapan sekalipun tidak menganut sistem kepartaian sebanyak partai politik di Indonesia.
Sejak awal Indonesia adalah Negara yang senang dengan praktik ketatanegaraan setengah hati. Dikatakan sistem presidensial namun menganut sistem multi (extra) partai. Namun jika disebut parlementer ternyata parlemen tidak dapat memecat presiden. Sistem seperti ini merupakan faforit Indonesia. Begitupun ketika membicarakan sistem kamar dalam parlemenpun juga setengah hati. Membingungkan untuk mengatakan sistem bikameral atau trikameral. Namun itulah Indonesia yang lebih senang menggunakan istilah quasi.
Pemilu presiden dan legislatif akan dilaksanakan pada bulan april tahun depan. Mesin-mesin parpol mulai dipanaskan. Namun tidak hanya parpol saja yang mulai memanaskan mesinnya. Orang-orang yang ingin mengajukan diri sebagai presiden pun mulai menyeruak ke permukaan tanah. Bagaikan biji yang terendam air, para capres bermunculan dan merekah ke pentas politik nasional. Masing-masing mencoba untuk mengekspresikan diri dengan berbagai jalan dan cara. Langkah popular dan yang paling sering ditempuh adalah caper alias cari perhatian melalui media televisi. Televisi dinilai sebagai media propaganda dan kampanye yang paling efektif.
Setiap 10 rumah di Indonesia 7 rumah diantaranya mempunyai televisi. Bahkan dalam satu rumah sekalipun terkadang mempunyai lebih dari satu TV. Fenomena inilah yang berusaha ditangkap oleh para calon presiden. Dengan gelontoran dana milyaran rupiah setiap hari ditayangkan aksi para jagoan tersebut. Tak ayal kini TV menjadi rebutan bagi bakal calon presiden untuk memproklamirkan diri pada masyarakat. TV pun menangkap peluang bisnis ini sehingga berlomba-lomba memasang tarif. Seandainya anda dapat berfikir untuk menganalogikan perusahaan TV yang “menjual diri” dengan tarif selangit selama ada yang memanfaatkan jasa yang mereka tawarkan. Hal seperti itu tak ubahnya melacurkan diri.
Pemilu di negeri ini tak ubahnya panggung dagelan ludruk. Para aktor berlenggak-lenggok di tengah panggung dan mengundang gelak tawa para penontonnya. Saya sendiri lebih pas jika membandingkan dengan “nanggap” ondel-ondel. Bak ondel-ondel yang ternyata hanya kedok dan samaran belaka para artis bergoyang-goyang kesana-kemari menghibur penonton. Tak jarang ternyata reksi penonton berbeda-beda. Ada yang tertawa geli seperti senandung alm. Benyamin syueb. Ada pula yang takut bahkan menjerit ketakutan ketika melihat seringai ondel-ondel. Senyum simpul kadang menjadi ekspresi umum yang sering mengandung arti yang sulit ditafsirkan orang lain.
Layaknya ondel-ondel, semakin asik goyangannya maka respon penontonpun makin bertambah antusias. Para balon presiden demikian adanya. Semakin mereka mengekspos diri masyarakat semakin antusias dan merespon dengan berbagai ekspresi. Dunia politik tak ubahnya pertunjukan ondel-ondel di setu babakan. Lucu, lucu, lucu, dan lucu.
Pemilu 2009 tinggal menghitung hari. Genderang perang telah ditabuh oleh partai politik peserta pemilu. Setiap partai menyiapkan berbagai cara dan stretegi untuk memenangkan pemilu tahun 2009 nanti. Mulai dari deklarasi secara terbuka sampai konvensi secara diam-diam. Hal uyang luar biasa pada pelaksanaan pemilu di Indonesia adalah banyaknya partai yang bertarung dalam kancah pemilu 2009. Padahal Indonesia menganut sistem presidensial, yang konsekuensinya adalah jumlah partai politik yang sedikit dan terbatas. Berbeda dengan sistem parlementer yang pelaksanaannya didukung oleh banyak partai. Namun sistem parlementer yang dilaksanakan di Negara mapan sekalipun tidak menganut sistem kepartaian sebanyak partai politik di Indonesia.
Sejak awal Indonesia adalah Negara yang senang dengan praktik ketatanegaraan setengah hati. Dikatakan sistem presidensial namun menganut sistem multi (extra) partai. Namun jika disebut parlementer ternyata parlemen tidak dapat memecat presiden. Sistem seperti ini merupakan faforit Indonesia. Begitupun ketika membicarakan sistem kamar dalam parlemenpun juga setengah hati. Membingungkan untuk mengatakan sistem bikameral atau trikameral. Namun itulah Indonesia yang lebih senang menggunakan istilah quasi.
Pemilu presiden dan legislatif akan dilaksanakan pada bulan april tahun depan. Mesin-mesin parpol mulai dipanaskan. Namun tidak hanya parpol saja yang mulai memanaskan mesinnya. Orang-orang yang ingin mengajukan diri sebagai presiden pun mulai menyeruak ke permukaan tanah. Bagaikan biji yang terendam air, para capres bermunculan dan merekah ke pentas politik nasional. Masing-masing mencoba untuk mengekspresikan diri dengan berbagai jalan dan cara. Langkah popular dan yang paling sering ditempuh adalah caper alias cari perhatian melalui media televisi. Televisi dinilai sebagai media propaganda dan kampanye yang paling efektif.
Setiap 10 rumah di Indonesia 7 rumah diantaranya mempunyai televisi. Bahkan dalam satu rumah sekalipun terkadang mempunyai lebih dari satu TV. Fenomena inilah yang berusaha ditangkap oleh para calon presiden. Dengan gelontoran dana milyaran rupiah setiap hari ditayangkan aksi para jagoan tersebut. Tak ayal kini TV menjadi rebutan bagi bakal calon presiden untuk memproklamirkan diri pada masyarakat. TV pun menangkap peluang bisnis ini sehingga berlomba-lomba memasang tarif. Seandainya anda dapat berfikir untuk menganalogikan perusahaan TV yang “menjual diri” dengan tarif selangit selama ada yang memanfaatkan jasa yang mereka tawarkan. Hal seperti itu tak ubahnya melacurkan diri.
Pemilu di negeri ini tak ubahnya panggung dagelan ludruk. Para aktor berlenggak-lenggok di tengah panggung dan mengundang gelak tawa para penontonnya. Saya sendiri lebih pas jika membandingkan dengan “nanggap” ondel-ondel. Bak ondel-ondel yang ternyata hanya kedok dan samaran belaka para artis bergoyang-goyang kesana-kemari menghibur penonton. Tak jarang ternyata reksi penonton berbeda-beda. Ada yang tertawa geli seperti senandung alm. Benyamin syueb. Ada pula yang takut bahkan menjerit ketakutan ketika melihat seringai ondel-ondel. Senyum simpul kadang menjadi ekspresi umum yang sering mengandung arti yang sulit ditafsirkan orang lain.
Layaknya ondel-ondel, semakin asik goyangannya maka respon penontonpun makin bertambah antusias. Para balon presiden demikian adanya. Semakin mereka mengekspos diri masyarakat semakin antusias dan merespon dengan berbagai ekspresi. Dunia politik tak ubahnya pertunjukan ondel-ondel di setu babakan. Lucu, lucu, lucu, dan lucu.
Terorisme dan perkembangannya di masa kini
Oleh wongbanyumas
Terorisme merupakan kata yang paling ditakuti semua orang di dunia sejak peristiwa WTC 11 september 2002. Orang akan membayangkan kengerian sampai bulu romanya berdiri ketika membicarakan mengenai terorisme. Teroris berasal dari kata terrere yang berarti membuat gemetar, membuat takut, menimbulkan kengerian. Pada dasarnya terorisme merupakan tindakan yang sulit diketemukan definisi yang tepat untuk disematkan. Sebab berdasarkan definisi yang ada sampai saat ini terorisme didefinisikan sesuai dengan pihak yang mendefinisikannya dan terkadang hal tersebut (terkadang) bersifat subjektif.
Berdasarkan hasil konferensi Organisasi Konferensi Islam melawan Terorisme Internasional pada tahun 1999 terorisme didefinisikan sebagai tindakan kekerasan atau ancaman tindakan kekerasan telepas dari motif atau niat yang ada untuk menjalankan rencana tindak kejahatan individu atau kolektif dengan tujuan menteror orang lain atau mengancam kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan, dan hak mereka atau mengeksploitasi lingkungan atau fasilitas atau harta benda pribadi atau public, atau menguasainya atau merampasnya, membahayakan sumber nasional, atau fasilitas internasional, atau mengancam stabilitas, integritas territorial, kesatuan politis atau kedaulatan Negara-negara yang merdeka.
Menurut ahli dan pengamat terorisme internasional, Paul Wilkinson. Terorisme adalah aksi terror yang dilakukan secara sistematis, rapi, dan dilaksanakan oleh organisasi tertentu. Wilkinson mencoba menitikberatkan terorisme sebagai tindakan yang telah terancang dan terarah. Secara general terorisme berdasarkan cakupannya dapat dibagi menjadi dua yakni terorisme kriminal dan terorisme politik.
Terorisme kriminal merupakan tindakan terror yang memang sejatinya adalah untuk menimbulkan korban jiwa. Motif pelaku yang mendasarkan pada terror criminal adalah karena memang ingin melakukan tindak pidana. Motifnya murni kriminal tanpa ada unsur yang lain. Terorisme politik merupakan tindakan terror yang dilatar belakangi oleh alasan politik. Dalam terror politik tujuan yang ingin dicapai adalah ketika terror tersebut berhasil menciptakan ketakutan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kebijakan politik suatu kelompok mayoritas atau yang sedang berkuasa.
Berdasarkan pengamatan penulis, aksi terror yang berkembang saat ini adalah bagian dari terorisme politik. Sebagian besar aksi terror yang dilakukan melandaskan pada motif politik dari para pelaku. Ketika membicarakan politik maka dibelakangnya kita akan melihat betapa suramnya Negara dunia ketiga. Aksi terror politik seringkali dilakukan oleh oknum dari Negara dunia ketiga. Mereka yang selama ini merasa dirugikan dengan kebijakan Negara-negara maju seringkali melakukan tindakan perlawanan. Seringkali perlawanan dilakukan dengan aksi terorisme misalnya penculikan, pengeboman, bahkan sampai pembunuhan dan penyanderaan.
Namun fenomena tersebut mulai diarahkan pada satu ideologi, yakni islam. Sampai dengan saat ini terlihat ada upaya untuk membentuk opini bahwa islam adalah agama terror. Pandangan tersebut sepenuhnya salah dan penuh dengan kesumat dan kemurkaan belaka. Jangan sampai nantinya terjadi sesat piker ketika para teroris beragama islam bukan berarti islam sebagai agama terror. Pemberian gelar teroris pun terlihat jelas mengakomodir kepentingan Amerika serikat. Ketika dulu teroris diidentikkan dengan gerakan milisi yang berasal dari Negara latino seperti Kolombia, Uruguay, Kuba, Venezuela, dll. Kini teroris diidentikkan dengan pria arab berjanggut.
Penggambaran tersebut tidak lepas dari kepentingan AS. Ketika dulu penentang kebijakan liberalisme dan kapitalisme adalah Negara dari amerika latin. Maka merakalah yang dijadikan kambing hitam sebagai teroris. Kini stigma sekaligus fitnah tersebut dilimpahkan kepada kaum muslimin. Mungkin benar ketika ada sekelompok orang yang melakukan aksi kekerasan dengan mengatasnamakan agama tertetu, sebutlah islam. Tetapi kita tidak dapat menggeneralisir bahwa orang islam yang lain juga teroris. Ketakutan AS dan sekutunya terhadap islam diakibatkan karena islam adalah ideologi yang menentang penjajahan nekolim. Islam mengharamkan liberalisme dan sistem ekonomi penjajahan (kapitalisme) yang popular dengan laizzes fairenya.
Namun anda perlu mencermati bahwa sampai dengan saat ini aksi yang dapat dikategorikan sebagai aksi terorisme bukan hanya dilakukan ummat islam. Lihatlah contoh terakhir ketika sekelompok orang bersenjata di Dresden (Jerman) menawan ratusan anak dalam sebuah sekolah dan membantai sebagian Sandra dengan sadis. Kemudia lihat pula grilyawan katolik basque di Spanyol. Apakah mereka semua muslim?? Tidak tentu saja, tetapi mengapa hanya ummat islam yang dianggap sebagai teroris sedangkan yang lain tidak. Nampak upaya stigmatisasi dan pembunuhan karakter terhadap orang islam.
Justru yang lebih mengherankan lagi adalah aksi biadab yang dilakukan tentara zionis Israel terhadap penduduk Palestina. Bukankah mereka yang membakari rumah-rumah bahkan masjid serta membantai puluhan orang setiap hari lebih layak disebut sebagai teroris? Tengoklah berapa banyak nyawa melayang akibat rudal-rudal yang ditembakkan ke area masyarakat sipil di Afghanistan yang notabene sebagai Non Kombatan. Justru terorisme yang paling berbahaya saat ini adalah “terorisme Negara” (state terrorism). State terrorism terlihat halus namun lebih kejam dan berdarah jika dibandingkan dengan conventional terrorism.
Kebijakan “war on terror” Amerika dengan metode pre emptife yang menghalalkan untuk menyerang Negara lain sebelum diserang sudah menggambarkan siapakah teroris sebenarnya. Ketika sekelompok penduduk dari Negara dunia ketiga melakukan perlawanan. Meraka tidak serta-merta dianggap sebagai teroris. Tindakan mereka diakibatkan perlakuan “tidak enak” yang mereka terima selama ini. Cara yang paling efektif untuk menanggulang aksi terror adalah dengan pemerataan kekayaan serta perlakuan yang adil terhadap semua bangsa di dunia. Marilah kita bersama wujudkan dunia yang aman tanpa gangguan aksi terorisme.
Terorisme merupakan kata yang paling ditakuti semua orang di dunia sejak peristiwa WTC 11 september 2002. Orang akan membayangkan kengerian sampai bulu romanya berdiri ketika membicarakan mengenai terorisme. Teroris berasal dari kata terrere yang berarti membuat gemetar, membuat takut, menimbulkan kengerian. Pada dasarnya terorisme merupakan tindakan yang sulit diketemukan definisi yang tepat untuk disematkan. Sebab berdasarkan definisi yang ada sampai saat ini terorisme didefinisikan sesuai dengan pihak yang mendefinisikannya dan terkadang hal tersebut (terkadang) bersifat subjektif.
Berdasarkan hasil konferensi Organisasi Konferensi Islam melawan Terorisme Internasional pada tahun 1999 terorisme didefinisikan sebagai tindakan kekerasan atau ancaman tindakan kekerasan telepas dari motif atau niat yang ada untuk menjalankan rencana tindak kejahatan individu atau kolektif dengan tujuan menteror orang lain atau mengancam kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan, dan hak mereka atau mengeksploitasi lingkungan atau fasilitas atau harta benda pribadi atau public, atau menguasainya atau merampasnya, membahayakan sumber nasional, atau fasilitas internasional, atau mengancam stabilitas, integritas territorial, kesatuan politis atau kedaulatan Negara-negara yang merdeka.
Menurut ahli dan pengamat terorisme internasional, Paul Wilkinson. Terorisme adalah aksi terror yang dilakukan secara sistematis, rapi, dan dilaksanakan oleh organisasi tertentu. Wilkinson mencoba menitikberatkan terorisme sebagai tindakan yang telah terancang dan terarah. Secara general terorisme berdasarkan cakupannya dapat dibagi menjadi dua yakni terorisme kriminal dan terorisme politik.
Terorisme kriminal merupakan tindakan terror yang memang sejatinya adalah untuk menimbulkan korban jiwa. Motif pelaku yang mendasarkan pada terror criminal adalah karena memang ingin melakukan tindak pidana. Motifnya murni kriminal tanpa ada unsur yang lain. Terorisme politik merupakan tindakan terror yang dilatar belakangi oleh alasan politik. Dalam terror politik tujuan yang ingin dicapai adalah ketika terror tersebut berhasil menciptakan ketakutan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kebijakan politik suatu kelompok mayoritas atau yang sedang berkuasa.
Berdasarkan pengamatan penulis, aksi terror yang berkembang saat ini adalah bagian dari terorisme politik. Sebagian besar aksi terror yang dilakukan melandaskan pada motif politik dari para pelaku. Ketika membicarakan politik maka dibelakangnya kita akan melihat betapa suramnya Negara dunia ketiga. Aksi terror politik seringkali dilakukan oleh oknum dari Negara dunia ketiga. Mereka yang selama ini merasa dirugikan dengan kebijakan Negara-negara maju seringkali melakukan tindakan perlawanan. Seringkali perlawanan dilakukan dengan aksi terorisme misalnya penculikan, pengeboman, bahkan sampai pembunuhan dan penyanderaan.
Namun fenomena tersebut mulai diarahkan pada satu ideologi, yakni islam. Sampai dengan saat ini terlihat ada upaya untuk membentuk opini bahwa islam adalah agama terror. Pandangan tersebut sepenuhnya salah dan penuh dengan kesumat dan kemurkaan belaka. Jangan sampai nantinya terjadi sesat piker ketika para teroris beragama islam bukan berarti islam sebagai agama terror. Pemberian gelar teroris pun terlihat jelas mengakomodir kepentingan Amerika serikat. Ketika dulu teroris diidentikkan dengan gerakan milisi yang berasal dari Negara latino seperti Kolombia, Uruguay, Kuba, Venezuela, dll. Kini teroris diidentikkan dengan pria arab berjanggut.
Penggambaran tersebut tidak lepas dari kepentingan AS. Ketika dulu penentang kebijakan liberalisme dan kapitalisme adalah Negara dari amerika latin. Maka merakalah yang dijadikan kambing hitam sebagai teroris. Kini stigma sekaligus fitnah tersebut dilimpahkan kepada kaum muslimin. Mungkin benar ketika ada sekelompok orang yang melakukan aksi kekerasan dengan mengatasnamakan agama tertetu, sebutlah islam. Tetapi kita tidak dapat menggeneralisir bahwa orang islam yang lain juga teroris. Ketakutan AS dan sekutunya terhadap islam diakibatkan karena islam adalah ideologi yang menentang penjajahan nekolim. Islam mengharamkan liberalisme dan sistem ekonomi penjajahan (kapitalisme) yang popular dengan laizzes fairenya.
Namun anda perlu mencermati bahwa sampai dengan saat ini aksi yang dapat dikategorikan sebagai aksi terorisme bukan hanya dilakukan ummat islam. Lihatlah contoh terakhir ketika sekelompok orang bersenjata di Dresden (Jerman) menawan ratusan anak dalam sebuah sekolah dan membantai sebagian Sandra dengan sadis. Kemudia lihat pula grilyawan katolik basque di Spanyol. Apakah mereka semua muslim?? Tidak tentu saja, tetapi mengapa hanya ummat islam yang dianggap sebagai teroris sedangkan yang lain tidak. Nampak upaya stigmatisasi dan pembunuhan karakter terhadap orang islam.
Justru yang lebih mengherankan lagi adalah aksi biadab yang dilakukan tentara zionis Israel terhadap penduduk Palestina. Bukankah mereka yang membakari rumah-rumah bahkan masjid serta membantai puluhan orang setiap hari lebih layak disebut sebagai teroris? Tengoklah berapa banyak nyawa melayang akibat rudal-rudal yang ditembakkan ke area masyarakat sipil di Afghanistan yang notabene sebagai Non Kombatan. Justru terorisme yang paling berbahaya saat ini adalah “terorisme Negara” (state terrorism). State terrorism terlihat halus namun lebih kejam dan berdarah jika dibandingkan dengan conventional terrorism.
Kebijakan “war on terror” Amerika dengan metode pre emptife yang menghalalkan untuk menyerang Negara lain sebelum diserang sudah menggambarkan siapakah teroris sebenarnya. Ketika sekelompok penduduk dari Negara dunia ketiga melakukan perlawanan. Meraka tidak serta-merta dianggap sebagai teroris. Tindakan mereka diakibatkan perlakuan “tidak enak” yang mereka terima selama ini. Cara yang paling efektif untuk menanggulang aksi terror adalah dengan pemerataan kekayaan serta perlakuan yang adil terhadap semua bangsa di dunia. Marilah kita bersama wujudkan dunia yang aman tanpa gangguan aksi terorisme.
Berhenti berharap pada Obama
Oleh wongbanyumas
Barrack Husein Obama, satu nama yang belakangan ini terus bergema keseluruh antero dunia. Namanya mulai dikenal ketika ia menjadi senator. Pada hari kamis tanggal 6 november obama memenangkan pemilihan presiden di Amerika. Perolehan suara Obama berhasil mengungguli saingannya yakni John mc Cain yang didampingi wapres sarah palin. Kemenangan Obama ini sudah diprediksi banyak pihak sejak masa kampanye pilpres Amerika. Sebagai pria berkulit hitam pertama yang menjadi presiden Amerika ke -44 Obama mencatatkan sejarah besar bagi bangsa kulit hitam.
Setelah berhasil memenangkan Pilpres Amerika ada banyak spekulasi yang beredar dalam masyarakat international mengenai Obama. Sebelumnya Obama diisyukan sebagai seorang muslim karena nama tengahnya yang bertajuk husein. Menghabiskan masa kecilnya di Jakarta Obama secara langsung telah mengenal jauh negeri kita, Indonesia.
Namun ada sebuah ironi ketika banyak masyarakat Indonesia yang berharap bahwa Obama akan memperhatikan Indonesia. Meskipun menghabiskan masa kecilnya di Jakarta belum tentu pikiran Obama masih ingat dengan negeri ini. Perlu diingat bahwa Obama kini bukanlah Obama sebagai personal, melainkan Obama sebagai presiden Amerika. Sebagai seorang presiden tentunya ia tidak sesenaknya merumuskan kebijakan.
Sebagian besar orang berharap bahwa kemenangan dirinya akan mempengaruhi hubungan diplomatic antara Amerika dengan Indonesia serta negara islam lain di dunia. Harapan itu memang boleh akan tetapi jangan terlalu menggantungkan harapan pada sesuatu yang tidak pasti. Semisal pun Obama masih mengingat masa kecilnya di Indonesia itu pun hanya sekedar romantisme belaka. Bukan berarti bayangan serta kenangan masa lalu akan mempengaruhi kebijakan luar negerinya.
Sebab kita pahami sendiri bahwa Amerika sedang diancam oleh krisis global yang mulai menelan Amerika beserta sistem kapitalistiknya. Seperti group music SOA bilang Amerika dengan kufuristic ideology akan hancur seiring zaman. Bahkan hal yang aneh sekalipun pemimpin negeri ini meng”iba” pada Obama agar lebih “ramah” terhadap Indonesia. Tingkah laku Yodhoyono-Kalla ini tak jauhnya mentalitas babu. Dimana selalu mengharapkan sang majikan untuk berbaik hati.
Tak dipungkiri lagi bahwa tingkat ketergantungan Indonesia terhadap Amerika sangatlah besar. Kemandirian ekonomi terutama sudah tidak dimiliki lagi oleh Negara kita. Setiap ada peristiw di wall street akan mempengaruhi perekonomian Negara ini. Mungkin kini yudhoyono sudah merasa ditinggalkan tuannya (Bush) yang hampir mengakhiri masa jabatannya. SBY adalah peliharaan Amerika, sepintas ungkapan itu berkelebat dalam benak saya. Hal tersebut dibuktikan ketika SBY menyatakan bahwa “America is my second country”. Naudzubillah mengaku mencintai Amerika lebih dari rakyat Indonesia yang kelaparan.
Sudahlah mari hentikan harapan kita yang terlalu besar pada Obama. Biarkan Obama mengurus negerinya. Momentum pergantian presiden AS hendknya menjadi batu loncatan untuk memulai hubungan diplomatic yang baru. Memperlakukan Negara lain secara sejajar dan sebagai mitra bukan sebagai subordinat dari Negara lain.
Harapan itu masih ada kawan.
Barrack Husein Obama, satu nama yang belakangan ini terus bergema keseluruh antero dunia. Namanya mulai dikenal ketika ia menjadi senator. Pada hari kamis tanggal 6 november obama memenangkan pemilihan presiden di Amerika. Perolehan suara Obama berhasil mengungguli saingannya yakni John mc Cain yang didampingi wapres sarah palin. Kemenangan Obama ini sudah diprediksi banyak pihak sejak masa kampanye pilpres Amerika. Sebagai pria berkulit hitam pertama yang menjadi presiden Amerika ke -44 Obama mencatatkan sejarah besar bagi bangsa kulit hitam.
Setelah berhasil memenangkan Pilpres Amerika ada banyak spekulasi yang beredar dalam masyarakat international mengenai Obama. Sebelumnya Obama diisyukan sebagai seorang muslim karena nama tengahnya yang bertajuk husein. Menghabiskan masa kecilnya di Jakarta Obama secara langsung telah mengenal jauh negeri kita, Indonesia.
Namun ada sebuah ironi ketika banyak masyarakat Indonesia yang berharap bahwa Obama akan memperhatikan Indonesia. Meskipun menghabiskan masa kecilnya di Jakarta belum tentu pikiran Obama masih ingat dengan negeri ini. Perlu diingat bahwa Obama kini bukanlah Obama sebagai personal, melainkan Obama sebagai presiden Amerika. Sebagai seorang presiden tentunya ia tidak sesenaknya merumuskan kebijakan.
Sebagian besar orang berharap bahwa kemenangan dirinya akan mempengaruhi hubungan diplomatic antara Amerika dengan Indonesia serta negara islam lain di dunia. Harapan itu memang boleh akan tetapi jangan terlalu menggantungkan harapan pada sesuatu yang tidak pasti. Semisal pun Obama masih mengingat masa kecilnya di Indonesia itu pun hanya sekedar romantisme belaka. Bukan berarti bayangan serta kenangan masa lalu akan mempengaruhi kebijakan luar negerinya.
Sebab kita pahami sendiri bahwa Amerika sedang diancam oleh krisis global yang mulai menelan Amerika beserta sistem kapitalistiknya. Seperti group music SOA bilang Amerika dengan kufuristic ideology akan hancur seiring zaman. Bahkan hal yang aneh sekalipun pemimpin negeri ini meng”iba” pada Obama agar lebih “ramah” terhadap Indonesia. Tingkah laku Yodhoyono-Kalla ini tak jauhnya mentalitas babu. Dimana selalu mengharapkan sang majikan untuk berbaik hati.
Tak dipungkiri lagi bahwa tingkat ketergantungan Indonesia terhadap Amerika sangatlah besar. Kemandirian ekonomi terutama sudah tidak dimiliki lagi oleh Negara kita. Setiap ada peristiw di wall street akan mempengaruhi perekonomian Negara ini. Mungkin kini yudhoyono sudah merasa ditinggalkan tuannya (Bush) yang hampir mengakhiri masa jabatannya. SBY adalah peliharaan Amerika, sepintas ungkapan itu berkelebat dalam benak saya. Hal tersebut dibuktikan ketika SBY menyatakan bahwa “America is my second country”. Naudzubillah mengaku mencintai Amerika lebih dari rakyat Indonesia yang kelaparan.
Sudahlah mari hentikan harapan kita yang terlalu besar pada Obama. Biarkan Obama mengurus negerinya. Momentum pergantian presiden AS hendknya menjadi batu loncatan untuk memulai hubungan diplomatic yang baru. Memperlakukan Negara lain secara sejajar dan sebagai mitra bukan sebagai subordinat dari Negara lain.
Harapan itu masih ada kawan.
Menanti sang algojo
Oleh Wongbanyumas
Bom bali sudah berlalu selama hampir setengah dasawarsa. Vonis majelis hakim sudah mencapai setengah windu. Kematian yang didengungkan oleh hakim tak kunjung datang. Yang ada hanya ketidakpastian mengenai nasib mereka di Nusa Kambangan. Tiga terpidana mati Ali gufron, Amrozi, dan Imam Samudera kini menanti detik-detik kematian. Sampai dengan tulisan ini dibuat (6 Nov 2008) eksekusi terhadap ketiganya belum dilakukan. Kepal kejaksaan negeri sudah menyatakan bahwa ketiganya akan dieksekusi di awal bulan November. Kini detik-detik yang menegangkan itu belum mencapai puncaknya. Padahal ratusan wartawan dari berbagai media masa baik dalam negeri sampai pers asing sudah mengerubungi “Alcatraz” Indonesia.
Dengan penuh kesabaran para kuli tinta menanti kabar pelaksanaan eksekusi tiga gembong teroris tersebut. Mengenai pelaksanaan eksekusi yang terus molor kita tidak perlu heran. Sebab sampai dengan saat ini masih ada 110 terpidana mati yang belum dieksekusi. Padahal sebagian besar mereka telah melewati masa tahanan yang cukup panjang. Tidak sedikit yang meninggal ketika menanti pelaksanaan eksekusi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih kurang serius dalam pelaksanaan hukuman mati.
Pelaksanaan hukuman mati diatur dalam Penpres Nomor 2 Tahun 1964. Pelaksanaan pidana mati, yang dilakukan dengan ditembak. Pelaksanaan hukuman mati tidak dilakukan di muka umum, terpidana dikawal oleh polisi dan dapat juga didampingi oleh rohaniawan. Ketika dilakukan eksekusi terpidana ditutup matanya dengan sehelai kain namun bila terpidana tidak menghendaki dapat juga tidak ditutup matanya. Setelah itu dilakukan penembakan oleh regu penembak dengan aba-aba yang diberikan oleh komandan regu, senapan diarahkan tepat ke jantung terpidana. Jarak tembak minimal 5 meter dan maksimal 10 meter. Jika terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia belum mati, maka salah satu regu penembak diperintahkan untuk menempelkan laras senapan di pelipis terpidana tepat diatas telinganya dan memberikan tembakan sebagai tembakan terakhir.
Siksaan itulah yang akan dialami ketiga terpidana mati itu. Sebelumnya rio martil juga telah meregang nyawa akibat peluru panas yang ditembakkan oleh para algojo. Segala upaya telah dilakukan ketiga terpidana mati. Terakhir upaya hukum yang mereka katakan sebagai peninjauan kembali (PK) dilakukan untuk ketiga kalinya. Padahal sejatinya PK hanya dilakukan satu kali. Itupun dilakukan bila ada Novum (bukti baru) yang menguatkan arguman mereka. Namun (tim pembela muslim) TPM berargumen bahwa mereka baru mengajukan PK pertama kali. Sebab usaha PK sebelumnya tidak pernah digubris oleh Mahkamah Agung, sehingga upaya yang telah lalu dianggap bukan sebagai PK.
Sebenarnya sampai dengan saat ini masih ada pro-kontra mengenai eksekusi mati terhadap ketiga terpidana mati bom bali. Jika dilihat penjatuhan vonis mati tersebut melanggar asas hukum yakni asas non retroaktif. Bahwa asas non retro aktif menyatakan bahwa seseorang tidak boleh dijerat dengan undang-undang yang diberlakukan surut. Dalam konteks kasus ini adalah Perpres terorisme lahir setelah peristiwa peladakan Bom Bali. Sehingga logika hukumnya adalah putusan tersebut menyalahi asas peraturan hukum pidana.
Pendapat lain yang juga mengemuka adalah putusan tersebut sudah tepat. Meskipun terjadi pelanggaran terhadap asas huku hal tersebut diperbolehkan. Sebab putusan ini menyangkut tindak pidana yang dikategorikan sebagai ekstraordinary crime. Sebagai tindak pidana luar biasa perbuatan mereka memang masuk kategori tersebut, sehingga dianggap boleh menyimpangi UU. Pandangan seperti ini memang logis bagi kita. Namun yang perlu diperhatikan adalah peristiwa ini menjadi preseden buruk dalam penagakan hukum pidana di Indonesia. Bangsa ini sudah terlalu banyak memberikan toleransi terhadap pelanggaran. Hal ini menyebabkan penegakan hukum di Indonesia berjalan di tempat.
Namun apa lacur, putusan pengadilan telah terluncur dari lidah hakim. Waktu eksekusi sudah sangat dekat. Hendaknya kematian ketiganya menjadi akhir sebuah ketidak becusan pemerintah untuk menegakkan hokum. Selamat berjuang kawan. Semoga perjuangan kalian “diterima” di sisi Allah.
Bom bali sudah berlalu selama hampir setengah dasawarsa. Vonis majelis hakim sudah mencapai setengah windu. Kematian yang didengungkan oleh hakim tak kunjung datang. Yang ada hanya ketidakpastian mengenai nasib mereka di Nusa Kambangan. Tiga terpidana mati Ali gufron, Amrozi, dan Imam Samudera kini menanti detik-detik kematian. Sampai dengan tulisan ini dibuat (6 Nov 2008) eksekusi terhadap ketiganya belum dilakukan. Kepal kejaksaan negeri sudah menyatakan bahwa ketiganya akan dieksekusi di awal bulan November. Kini detik-detik yang menegangkan itu belum mencapai puncaknya. Padahal ratusan wartawan dari berbagai media masa baik dalam negeri sampai pers asing sudah mengerubungi “Alcatraz” Indonesia.
Dengan penuh kesabaran para kuli tinta menanti kabar pelaksanaan eksekusi tiga gembong teroris tersebut. Mengenai pelaksanaan eksekusi yang terus molor kita tidak perlu heran. Sebab sampai dengan saat ini masih ada 110 terpidana mati yang belum dieksekusi. Padahal sebagian besar mereka telah melewati masa tahanan yang cukup panjang. Tidak sedikit yang meninggal ketika menanti pelaksanaan eksekusi. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah masih kurang serius dalam pelaksanaan hukuman mati.
Pelaksanaan hukuman mati diatur dalam Penpres Nomor 2 Tahun 1964. Pelaksanaan pidana mati, yang dilakukan dengan ditembak. Pelaksanaan hukuman mati tidak dilakukan di muka umum, terpidana dikawal oleh polisi dan dapat juga didampingi oleh rohaniawan. Ketika dilakukan eksekusi terpidana ditutup matanya dengan sehelai kain namun bila terpidana tidak menghendaki dapat juga tidak ditutup matanya. Setelah itu dilakukan penembakan oleh regu penembak dengan aba-aba yang diberikan oleh komandan regu, senapan diarahkan tepat ke jantung terpidana. Jarak tembak minimal 5 meter dan maksimal 10 meter. Jika terpidana masih memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia belum mati, maka salah satu regu penembak diperintahkan untuk menempelkan laras senapan di pelipis terpidana tepat diatas telinganya dan memberikan tembakan sebagai tembakan terakhir.
Siksaan itulah yang akan dialami ketiga terpidana mati itu. Sebelumnya rio martil juga telah meregang nyawa akibat peluru panas yang ditembakkan oleh para algojo. Segala upaya telah dilakukan ketiga terpidana mati. Terakhir upaya hukum yang mereka katakan sebagai peninjauan kembali (PK) dilakukan untuk ketiga kalinya. Padahal sejatinya PK hanya dilakukan satu kali. Itupun dilakukan bila ada Novum (bukti baru) yang menguatkan arguman mereka. Namun (tim pembela muslim) TPM berargumen bahwa mereka baru mengajukan PK pertama kali. Sebab usaha PK sebelumnya tidak pernah digubris oleh Mahkamah Agung, sehingga upaya yang telah lalu dianggap bukan sebagai PK.
Sebenarnya sampai dengan saat ini masih ada pro-kontra mengenai eksekusi mati terhadap ketiga terpidana mati bom bali. Jika dilihat penjatuhan vonis mati tersebut melanggar asas hukum yakni asas non retroaktif. Bahwa asas non retro aktif menyatakan bahwa seseorang tidak boleh dijerat dengan undang-undang yang diberlakukan surut. Dalam konteks kasus ini adalah Perpres terorisme lahir setelah peristiwa peladakan Bom Bali. Sehingga logika hukumnya adalah putusan tersebut menyalahi asas peraturan hukum pidana.
Pendapat lain yang juga mengemuka adalah putusan tersebut sudah tepat. Meskipun terjadi pelanggaran terhadap asas huku hal tersebut diperbolehkan. Sebab putusan ini menyangkut tindak pidana yang dikategorikan sebagai ekstraordinary crime. Sebagai tindak pidana luar biasa perbuatan mereka memang masuk kategori tersebut, sehingga dianggap boleh menyimpangi UU. Pandangan seperti ini memang logis bagi kita. Namun yang perlu diperhatikan adalah peristiwa ini menjadi preseden buruk dalam penagakan hukum pidana di Indonesia. Bangsa ini sudah terlalu banyak memberikan toleransi terhadap pelanggaran. Hal ini menyebabkan penegakan hukum di Indonesia berjalan di tempat.
Namun apa lacur, putusan pengadilan telah terluncur dari lidah hakim. Waktu eksekusi sudah sangat dekat. Hendaknya kematian ketiganya menjadi akhir sebuah ketidak becusan pemerintah untuk menegakkan hokum. Selamat berjuang kawan. Semoga perjuangan kalian “diterima” di sisi Allah.