Pages
▼
Benang kusut DPT
Oleh wongbanyumas
Pemilu 2009 diwarnai dengan berbagai peristiwa dan dinamika yang cukup menarik. Masalah yang timbul dalam pemilihan legislatif kemarin berkutat seputar daftar pemilih tetap (DPT), logistik pemilu, serta penghitungan suara yang dianggap lambat. Pada pilpres ini ternyata masalah DPT menjadi primadona. Pasangan JK-Win dan Mega-Pro mengunjung KPU untuk mempertanyakan mengenai kisah DPT. Menurut dua pasangan calon ini DPT sangat berantakan. Beberapa masalah yang timbul dalam DPT antara lain identitas ganda, terdaftar lebih dari satu kali, tidak terdaftar, ataupun yang tidak berhak (mati, belum 17 tahun) justru terdaftar.
Banyak pihak yang meributkan mengenai DPT. Mulai dari pasangan capres sampai dengan pegiat LSM menuntut agar KPU menuntaskan permasalahan DPT. Selama ini saya menilai kinerja KPU sangatlah buruk dan terkesan ABS (asal bapak senang). Hal ini terlihat ketika ketua KPU melapor pada Presiden bahwa pemilu sudah siap digelar dan tidak ada masalah. Padahal sebagai mana kita tahu ketika pers menyiarkan berita itu di sesi lain pers memberitakan DPT yang berantakan serta logistik pemilu yang kurang persiapan.
DPT merupakan isu utama pada pemilu kali ini. Ketika muncul permasalahan ini para pihak justru saling tuding tanpa menyelesaikan masalah. DPT mempunyai nilai strategis dalam pemilu. Dalam undang-undang pemilu dinyatakan bahwa yang berhak mengikuti pemilu adalah warga negara yang telah terdaftar dalam DPT. Lalu pertanyaannya apakah KPU bisa menjamin bahwa mereka dapat melakukan pendataan secara akurat? Sampai dengan tulisan ini dibuat banyak orang yang tidak terdaftar dalam DPT ataupun terdaftar ganda.
Konsep pemilihan umum mengandung konsekuensi setiap warga negara harus ikut berpartisipasi. Partisipasi warganegara sebagai wujud pembentukan legitimasi serta kedaulatan pemerintah. Berdasarkan teori kontrak sosial pemerintahan terbentuk akibat adanya perjanjian sosial antara masyarakat. Pada akhirnya masyarakat akan menentukan orang yang paling cakap untuk dijadikan pimpinan. Pemilihan dapat dilakukan dengan dua cara yakni melalui perwakilan masyarakat dalam senat ataupun pemilihan secara langsung oleh rakyat, one man one vote.
Masalah akan muncul bila ada warganegara yang tidak tedaftar dalam DPT. Padahal jika melihat konstruksi hukum ketatanegaraan modern arti penting sebuah suara dapat menentukan langkah suatu negara ke depan. Banyak hak masyarakat yang tercederai akibat kusutnya permasalahan DPT. Pada hakikatnya masyarakat menundukkan diri kepada pemerintah dengan jaminan sebuah kemakmuran. Ketika pemerintah tidak dapat mewujudkan hal tersebut rakyat dapat menuntut. Hal inilah yang terjadi pada kekusutan DPT pada pilpres ini.
Penulis sendiri sebenarnya tidak tedaftar dalam DPT setempat. Hal ini dikarenakan penulis berada di luar jakarta lantaran sedang menempuh studi. Namun hal tersebut hendaknya tidak menjadi dalih bagi pelaksana pemilu untuk melakukan pendataan secara akurat. KPU sebagai pelaksana pemilu dinilai adem ayem dan seolah meremehkan masalah DPT. Padahal DPT merupakan salah satu hak dasar warganegara. Penjamina hak ini tercantum dalam UUD 1945, setiap wargtanegara berhak dalam aktivitas politik dan pemerintahan. Namun pemerintah membatasinya dengan sebuah data administrasi bernama DPT. Tentunya tindakan ini dapat dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran hak asasi manusia.
Namun masyarakat Indonesia mendapatkan angin segar sehari sebelum hari pencontrengan. Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konstitusi dan hak rakyat memberikan jawaban atas permasalahan DPT. Gugatan yang diajukan oleh Refly Harun tersebut diputuskan oleh Mahfud MD bersama hakim konstitusi lainnya. Dalam amar putusan dinyatakan bahwa untuk menggunakan hak pilihnya masyarakat dapat menggunakan kartu identitas (KTP) ataupun Paspor yang masih berlaku. Namun identitas tersebut juga harus disertai dengan kartu keluarga sebagai bukti bahwa warga tersebut benar-benar tinggal di daerah tersebut.
Jika dilihat putusan ini memang tidak sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku di Indonesia. Namun apalah artinya legalitas formal jika bertentangan dengan rasa keadilan rakyat. Buanglah jauh-jauh perasaan picik akan kepastian hukum karena hal tersebut hanya akan melukai perasaan masyarakat termasuk penulis yang sempat tidak terdaftar dalam DPT. Dengan adanya putusan ini akhirnya saya dapat menggunakan hak pilih sebagai warga negara. Wish all the best for MK…..!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...