Pages
▼
Duka di hari raya
Oleh Wongbanyumas
Allahu akbar... Allahu akbar... Wa lillahil hamdi...
Hari ini 1 oktober 2008, bertepatan dengan 1 syawal 1429 Hijriyah. Jutaan ummat islam di dunia merayakan hari kemenangan setelah selama 1 bulan lamanya ditempa dalam bulan Ramadhan. Hari raya iedul fitri dirayakan dengan semarak dan penuh suka cita. Semua berkumpul bersama saudara dan teman dekat. Hidangan istimewa seperti lontong, semur daging, opor ayam, sambal goreng kentang, dan sayur nangka menghisi meja makan. Tak lupa pula kue spesial khas idul fitri seperti nastar, kastengel, semprit, kue sagu, lidah kucing, dan berbagai jenis kue lain menjadi pemandangan umum di sudut meja semua warga.
Kebahagiaan terpancar di wajah setiap insan yang saya temui pagi itu. Semua bersalaman dan berjabat tangan untuk mengucapkan kata maaf. Anak kecil tersenyum riang, di tangannya tergenggam amplop putih yang berisikan uang pecahan ribuan. Para bapak bersenda gurau bersama sambil menikmati teduhnya udara ibukota. Lebaran kali ini sungguh indah dan bermakna. Pagi hari semua berbondong-bondong menuju masjid untuk menunaikan sholat 'iedul fitri. Dengan mukena, sajadah, sarung ataupun baju koko baru.
Satu pertanyaan yang menggelayuti pikiranku. Apakah semua ummat islam merasakan kebahagiaan di hari raya ini? Pagi itu aku dikagetkan ketika menyaksikan tayangan berita bahwa ada orang yang melakukan aksi bunuh diri di Masjid Istiqlal. Innalillahi, jerit batinku saat melihat berita itu. Ternyata di hari bahagia seperti ini ada kejadian yang sangat mengagetkan sekaligus menghentak perasaanku. Ironisnya kejadian tersebut terjadi ketika sholat ied sudah selesai dan warga sedang bersalaman dihalaman masjid. Orang tersebut mengakhiri hidupnya dengan melompat dari atap masjid yang tingginya sekitar 25 meter dan langsung mati seketika. Dengan posisi kepala berada di bawah kepala pria itu hancur ketika membentur aspal. Isi kepalanya membuncah membuat orang yang melihatnya merinding.
Kemudian ditemukan sebuah surat di pakaiannya yang berisi permohonan maaf kepada seluruh jamaah istiqlal. Dalam surat tersebut juga menyatakan bahwa dirinya sedang dilanda stress dan ia merasa kesepian dan tidak bisa pulang kampung. Motif ekonomi menjadi latar belakang mengapa ia melakukan aksi nekatnya. Himpitan kebutuhan ekonomi telah merusak rasionya. Di hari bahagia ini ternyata masih ada orang yang belum bisa merayakan indahnya hari kemenangan.
Apa yang salah dengan ummat islam sampai-sampai masih ada saudaranya yang masih mengalami kekurangan. Padahal seharusnya ummat islam itu bagaikan satu tubuh. Bilamana saudaranya merasakan sakit maka yang lain ikut merasakan sakit yang sama. Apakah hadits tersebut hanya menjadi angin lalu yang hanya terdengan ketika pengajian atau taklim saja.
Memang hal memperihatinkan seperti itu dinegeri ini terus saja terulang. Tengoklah ketika peristiwa tewasnya dua puluh satu orang warga ketika berebut zakat. Peristiwa mengenaskan tersebut menjadi gambaran betapa miskinnya masyarakat Indonesia. Sampai-sampai demi uang tiga puluh ribu rupiah mereka berani menyabung nyawa dan berjibaku dengan banyak orang untuk mendapatkannya. Padahal seharusnya pembagian zakat dilakukan oleh petugas, dalam hal ini adalah amil zakat.
Penulis di sini melihat hilangnya kepekaan sosial masyarakat. Kerasnya persaingan hidup membuat kita lupa terhadap saudara kita yang sedang dilanda derita. Kita terlalu sibuk memikirkan makan apa kita esok hari. Sedangkan di sudut lain banyak orang yang masih berfikir apakah hari ini dirinya masih bisa makan. Sikap egois dan individual yang kerap dipertontonkan manusia modern menjai cerminan bahwa kebudayaan modern yang dibangun atas pondasi materialisme dan sekularisme sangat rapuh. Sebagian besar kita sudah lupa akan tuhan. Kita akan mengingat tuhan ketika dalam keadaan susah. Allah sendiri berfirman bahwa Allah akan hadir di tengah orang yang sedang ditimpa kesulitan dan musibah.
Semakin jauhnya manusia modern dari nilai ruhiah illahiah membuat manusia semakin gamang dalam menghadapi hidup. Seharusnya tragedi di hari raya iedul fitri tidak akan terjadi bila ummat islam peka terhadap masalah yang sedang menimpa saudaranya yang lain.sudah waktunya kini ummat tersadar bahwa manusia butuh tuhan. Momen iedul fitri harus menjadi titik tolak bagi kita untuk menemukan kesempurnaan agama dan menyadari kehadiran Allah dalam setiap kehidupan kita. Sikap tawakkal menjadi benteng bagi diri untuk menerjang badai kesulitan. Berfikirlah sejak saat ini akan kuasa tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...