Pages
▼
Pemain sinetron impor mendominasi pertelevisian kita
oleh wongbanyumas
Pernahkan kita sadar bahwa tontonan sebagian besar masyarakat kita adalah tayangan yang tidak mendidik. Sadarkah bahwa sinetron telah menjadi candu dan racun bagi masyarakat. Mungkin jika anda belum menyadarinya untuk saat ini nantinya akan menyadari bahwa ada bahaya yang mengintai kita. Kenal cinta laura, mike lewis, ataupun dimas beck? Nama-nama itu menghiasi layar kaca kita dengan setiap hari.
Memang jika dilihat sepintas seolah pertelevisian kita mengalami kebangkitan dengan banyaknya bintang muda yang lahir dan naik daun. Tapi bila kita cermati apakah aktor yang sat ini bermunculan memang benar-benar memiliki kualitas seorang bintang. Atau mungkin mereka hanyalah anak orang berduit yang bisa menggoyahkan sang sutradara dengan tampang indo-nya. Karena budaya yang terbangun dalam masyarakat kita adalah budaya materialistik. Melihat segala sesuatunya hanya dari sudut pandang materi dan kebendaan semata. Tidak pernah melihat kepada esensi yang terkandung di dalamnya.
Begitupun sinetron Indonesia yang saat ini hanya dipenuhi oleh anak mama saja. Mohon maaf jika saya mengkritik sinetron kita. Sebab saya tidak melihat adanya kualitas yang dimiliki oleh sang “bintang”. Kualitas akting mereka di layar kaca pun sangat buruk. Mereka hanya mengandalkan tampang mereka yang boleh dibilang “lumayan” untuk orang Indonesia. Itupun jika dilihat dari kaca mata sebagian besar orang kita yang memuja budaya barat. Saya agak miris ketika banyak orang yang menganggap bahwa orang barat/bule lebih baik dari orang pribumi. Mental inlander yang telah dikenalkan penjajah belanda telah mendarah-daging dalam jiwa sebagian besar masyarakat.
Bangsa yang kuat adalah bangsa yang mampu berdiri di atas kaki sendiri dan bangga terhadap negerinya. Berbanding terbalik dengan indonesia yang sangat baratsentris. Sinetron kita pun mengalami sindrom barat akut. Dengan kemampuan akting yang sangat pas-pasan bintang sinetron kita (yang sebagian besar adalah peranakan/blasteran/indo) ternyata dapat membius pemirsa. Mereka mengelu-elukan sang idola yang memiliki kualitas buruk sebagai aktor. Jual tampang, mungkin itulah kata yang ingin penulis sampaikan. Mungkin ini sekaligus menjadi kritik terhadap insan film. Bagaimana mungkin film kita mampu menjuarai festival akbar seperti di cannes ataupun tokyo film fest jika kualitas aktor kita buruk dan cuma jual tampang.
Namun bukan berarti semua bintang sinetron muda yang saat ini sedang mencuat hanya jual tampang. Saya tidak berusaha untuk mengeneralisir hal tersebut. Masih banyak bintang muda lokal yang berbakat akting. Namun yang disayangkan adalah para produser lebih melihat artis indo yang lebih digemari dan menjual. Sehingga hal tersebut dapat menaikkan rating sinetron mereka yang ujungnya hanya berusaha mereguk keuntungan saja. Bakat terpendam kaum pribumi tertutup hanya kepentingan bisnis sesaat.
Pernahkah terpikir suatu saat nanti film indonesia dapat memenangkan penghargaan di berbagai festival film internasional? Semoga saja hal itu akan terjadi...
iia bener banget tuh...
BalasHapuskasihan bakat" pribumi-nya, jadi gag kepake lagi..
Lama-lama Indonesia nich jadi negaranya orang" asing...
ketika watak terjajah masih ada di benak orang-orang Indonesia, ya bakalan begini terus..berkiblat ke luar mulu..mpe masalah ketampanan dan kecantikan pun mengarah pada wajah-wajah "ke-bule-an"..
BalasHapustapi kalo itu orang emang ektingnye bermutu tinggi, dan sesuai dengan keperluan jalan cerita, ya ga masalah..masa tokoh pemulung yang meranin orang-orang "tampan/cantik" (hoek!!) ituH, kalo pemulung di amerika sono sih iye..
haha,,
membuat sinetron susah loh Bung. Terutama susah ngedapetin dana. Mangkanya udah jadi sinetron wajib menjadi mesin pengeruk uang dong. Nah, kalo mau negunuh sinetron tuh gampang... Matikan televisi pas acar sinetron! Katakan itu pada orang-orang yang Kamu cintai... selamat ya..
BalasHapusgimana kalo temen2 yang komen kita bikin film bareng aja yah??
BalasHapus