Pages
▼
Masalah faktual dalam ranah kode etik profesi polisi
Oleh wongbanyumas
Dalam praktik kenegaraan modern dikenal sebuah konsep Negara sebagai Negara kesejahteraan. Konsepsi tersebut membawa pada sebuah konsekwensi bahwa Negara juga harus memberikan perlindungan kepada masyarakat. Jaminan akan rasa aman dan perlindungan harus diberikan oleh Negara. Polisi sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tersebut mengemban amanah yang teramat besar dari masyarakat. Peranan polisi yang amat besar dalam kehidupan sehari terkadang menimbulkan sebuah ekses negative.
Sebagaimana kita ketahui bahwa polisi memiliki kewenangan diskresi dalam menjalankan tugasnya. Akibat diskresi yang dimiliki kepolisian sering menimbulkan kesewenang-wenangan. Padahal polisi dalam setiap tindakannya dibatasi oleh sebuah aturan yakni kode etik profesi. Kode etik profesi berperan sebagai penjaga kehormatan profesi kepolisian. Pengertian asas diskresi yakni asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
Dengan adanya kewenangan tersebut anggota polisi dapat melakukan sebuah tindakan ketika keadaan sedang mendesak. Namun yang disayangkan kewenangan istimewa tersebut sering disalahgunakan. Seorang polisi professional memiliki sikap disiplin, percaya diri, tanggung jawab, penuh keiklasan dalam tugas, kesungguhan serta selalu menyadari bahwa dirinya adalah warga mesyarakat di tengah-tengah masyarakat.
Terkait dengan kode etik profesi polisi ada beberapa hal yang menjadi sorotan masyarakat terhadap korps kepolisian. Kepolisian Negara Republik Indonesia dibebani harapan oleh masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang harus semakin meningkat dan berorientasi pada masyarakat yang dilayaninya. Profesionalisme Polisi mengacu pada adanya sejumlah kemahiran dan pengetahuan khusus yang menjadi ciri pelaku, tujuan dan kualitas (conduct, aims and qualities) pekerjaan polisi
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) belakangan ini terus diterpa berbagai kasus-kasus seperti penyuapan, korupsi, Ham dan berbagai kasus pidana lainnya. Sepanjang tahun 2008 tercatat lebih dari 5.000 anggota Kepolisian Daerah Jawa Tengah melakukan pelanggaran disiplin, kode etik, hingga pidana. Hal ini menunjukkan kualitas korps kepolisian belum mengalam perbaikan.
Kasus besar yang menerpa polisi saat ini adalah keterlibatan wiliardi wizard dalam pembunuhan andi nasrudin zulkarnain. Wiliardi wizard sebagai polisi dengan pangkat yang cukup tinggi ternyata tergoda utuk melakukan pelanggara kode etik. Posisinya dalam kasus ini adalah sebagai pihak yang turut membantu dalam pengeksekusian nasrudin zulkarnain. Wiliardi berharap akan mengalami kenaikan pangkat apabila membantu pembunuhan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Wiliardi kurang menginternalisasikan kode etik profesinya ke dalam diri sehingga drinya mudah terjebak pada kepentingan sesaat tersebut.
Kasus lain yang sempat menghebohkan adalah dugaan suap dalam yang disebut-sebut melibatkan mantan Kepala Polri, Jenderal Da'i Bachtiar. Kasus tersebut juga melibatkan mantan Direktorat Reserse Ekonomi Khusus, Brigjen Samuel Ismoko, yang telah diproses dan dikenakan penahanan. Namun ada kasus yang cukup unik ketika membicarakan mengenai pelanggaran kode etik profesi . kasus yang menyangkut pengungkapan pemalsuan DPT oleh mantan Kapolda Jatim Irjen Pol Herman SS dianggap melanggar kode etik.
Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi. Peranan etika profesi gfuna mewujudkan profesi polisi yang yang berat.berperan sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Sekarang ini polisi berusaha mewujudkan polisi yang demokratis, polisi yang professional berdasarkan atas prinsip demokrasi dan hukum.
Penyebab buruknya kinerja kepolisian adalah sumber daya manusia dan biaya operasional. Masyarakat masih memandang polisi oportunis, ada kecenderungan menolong hanya jika ada imbalan. Masalah klasik yang menjadi alasan adalah minimnya anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah. Gaji yag kecil tidak seimbang dengan resiko profesi yag diemban. Pada dasarnya aparat kepolisian juga membutuhkan gaji yang cukup guna menghidupi keluarganya. Ketika seorang polisi membutuhkan uang akan mempengaruhi perilakunya di lapangan. Suap, percaloan, korupsi dan segala bentuk pelanggaran kode etik “basah” menjadi kegiatan yang dianggap biasa.
Apalagi dengan proses pendidikan yang dinilai kurang mampu membentuk polisi yang beretika. Posisinya sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat menjadikan polisi sebagai profesi yang rentan terhadap godaan. Masa pendidikan dan metode pendidikan aparat polisi diituding menjadi alas an utama mengapa begitu banyak polisi yang melanggar kode etik profesinya.
Kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia pada dasarnya merupakan pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya. Oleh karena itu kode etik profesi memiliki peranan penting dalam mewujudkan polisi yang professional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...