Pages
▼
Menakar demokrasi di kampus merah (review PEMIRA 09)
Oleh wongbanyumas
Demokratisasi, mimpi setiap pegiat kampus. Mimpi akan kondisi yang kondusif dan demokratis bagi seluruh elemen civitas akademika. Semuanya menginginkan kondisi ideal dimana akuntabilitas, transparansi, juga keterwakilan serta keberpihakan terhadap semua unsur. Kondisi demikian akan tercipta bila ada pranata demokrasi di kampus. Perwujudan pranata demokrasi merupakan hal yang wajib dilakukan. Hal tersebut sebagai sarana saling kontrol. Empat elemen dasar dalam demokrasi adalah kekuasaan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan pers sebagai watch dog. Kesemuanya harus ada untuk mewujudkan keadaan ideal.
Demokratis sendiri diartikan sebagai sebuah keadaan yang di dalamnya menggunakan prinsip demokrasi. Demokrasi sebagaimana yang dikatakan salah seorang founding father Amerika, dari rakyat untuk rakyat. Artinya peran serta masyarakat sebagai landasan gerak utama dalam berdemokrasi sangat diperhitungkan. Sebuah pemerintahan akan mendapatkan legitimasi bila mendapatkan mandat dari rakyat secara utuh dan penuh. Begitu pula dalam dunia kampus nilai demokrasi harus hidup.
Lalu bagaimana kehidupan demokrasi di kampus merah (kampus FH UNSOED)? Pertanyaan yang mungkin baru terjawab bila kita menyelami lebih dalam peristiwa yang terkini. Kampus yang setiap harinya mengajarkan negara kita sebagai negara hukum dan bukan negara kekuasaan ternyata mencederai prinsip demokrasi. Setiap hari dosen berteriak sambil mengacungkan telunjuknya ke muka mahasiswa sambil memberikan doktrin tentang demokrasi. Tapi justru mereka tak ubahnya seorang badut yang melacurkan diri pada kekuasaan. Melanggar sendiri prinsip demokrasi. Tak ubahnya tiran yang memaksakan kehendaknya pada rakyat kampus.
Tulisan ini merupakan sebuah catatan kecil mengenai perjalanan kampus merah. Pada pertengahan tahun ini diselenggarakan PEMIRA (pemilihan umum raya) untuk memilih presiden BEM dan sekjend nya. Pelaksanaan PEMIRA tahun ini telah dicederai kekuasaan tiran birokrasi. Kehendak dekanat untuk memaksakan calonnya sebagai pemegang kekuasaan sedikit banyak mengecewakan. Bagaimana kita melihat PEMIRA sebagai hajatan mahasiswa direcoki dengan kepentingan mereka yang menginginkan tidk mendapat rintangan dari mahasiswa.
Penguasaan terhadap BEM dilakukan untuk meredam gejolak perlawanan yang muncul akibat kesewenang-wenangan kampus dalam setiap kebijakan. Mahasiswa yang menuntut haknya secara sistematis akan dibungkam, entah dengan uang ataupun kekerasan. BEM sebagai pos strategis penentuan kebijakan kampus. Sebagai wadah aspirasi dan perwakilan mahasiswa seharusnya BEM memberikan pengabdian pada mahasiswa, bukan malah melakukan onani kepada dekanat.
Pelaksanaan PEMIRA tahun ini rupaya tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Aroma amis tangan dekanat sangat terasa ketika BEM demisioner akan lengser. Seharusnya BEM sudah mempersiapkan lengser sejak januari, namun mereka melengserkan diri pada bulan Mei. Pembentukan tim PEMIRA yang sarat akan kepentingan pihak dekanat menjadi lonceng penanda kematian demokrasi fase pertama. Pernahkan anda membayangkan pendaftaran kandidat hanya diberi waktu dua puluh empat jam? Gila itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah tidak waras. Proses pendaftaran sampai penetapan hanya satu minggu. Dan hasilnya luar binasa!! Presiden BEM terpilih dilantik oleh dekan.
Presiden dan sekjen yang dipilih tersebut bukan oleh mahasiswa melalui eleksi melainkan dipilih langsung oleh jajaran dekanat. Proses tersebut tak ubahnya pengangkatan putera mahkota oleh permaisuri. Dengan dalih tidak ada pasangan lain yang mendaftar mereka langsung diputuskan sebagai pemenang. Padahal tidak aturan sebelumnya mengenai calon tunggal langsung terpilih. Peraturan tersebut dibuat secara mendadak oleh panitia. Yang lebih mengherankan lagi ketika seorang dosen dengan gelar S1 yang terkenal sangat angkuh dan congkak mengatakan bahwa calon tunggal jika dihadapkan dengan kotak kosong sudah ketinggalan jaman. Mungkin otak dosen itu harus dibawa ke bengkel terdekat.
Tulisan ini mungkin dinilai sangat subjektif, namun saya mencoba memberikan gambaran pada dunia tentang betapa KAMPUS MERAH FH UNSOED TIDAK DEMOKRATIS!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...