Pages

Sepenggal Kisah Dari Ladang Sabah



Matahari mulai muncul dari balik rimbun dedaunan sawit. Sinar lembutnya menembus kabut tipis yang turun menyelimuti gelap malam. Jam di blackberry sudah menunjukkan jam setengah lima pagi. Waktunya bergegas untuk mandi dan bersiap menuju sekolah. Dengan langkah gontai aku berjalan menuju bagian belakang rumah. Menuju kamar mandi yang hampir hancur akibat lapuk tergerus air.
Ini adalah awal pagi yang sangat dingin. Seperti biasanya tempat ini menyediakan sensasi mandi air dingin setiap pagi. Ketika siang suasana di tempat ini cukup panas. Bahkan mengalahkan sengatan terik matahari di jakarta. Panas di siang hari rupanya tidak berlaku ketika malam. Suasana berbalik seratus delapan puluh derajat menjadi sangat dingin.
Moynod 1 Estate, itu adalah nama tempat aku bermukim menjadi guru. Estate ini termasuk dalam tiga estate yang terdapat di IOI Group Ladang Sabah. Dua estate lainnya adalah Moynod 2 estate dan Luang Manis (Central) Estate. Kantor utama terdapat di Luang Manis Estate yang merupakan estate  terbesar diantara ketiga estate.
Oh ya hampir lupa, perkernalkan namaku Yasir. Aku adalah seorang lulusan fakultas hukum di salah satu universitas di pulau jawa. Aku merasa sangat beruntung sekali bisa terpilih menjadi pendidik di Negeri Sabah. Dahulu aku pernah mempunyai cita-cita menjadi seorang guru, seperti Ibuku. Aku tidak hidup sendiri di sini. Aku ditemani partner hidup dan partner mengajar. Adhi Pertama namanya, seorang oseanograf handal. Beliau lulusan salah satu perguruan tinggi terbaik di negeri ini. Kami ditempatkan di sekolah Humana, tepatnya Humana House No.71 Moynod Estate-Ladang Sabah, Sandakan.
*** Siswa ***
Setelah siap dengan semua peralatan mengajar aku berangkat menuju sekolah. Perjalanan ke sekolah cukup dekat dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Kalau kalian mau tau sebenarnya sekolah kami menampung anak dari dua estate. Sekolah Humana terdapat di Moynod 1 dan Luang Manis estate, hal ini disebabkan karena jarak tempuh yang cukup jauh dan pengurusan administrasi estate yang berbeda, sehingga sekolah diletakkan di dua estate tersebut. Terdapat sekolah kerajaan Malaysia yang dibangun di Moynod 2 estate.
Di Humana House 71, mayoritas anak-anak yang bersekolah berasal dari Moynod 2 estate dan Moynod 1 estate, sisanya adalah anak-anak yang berasal dari estate Berkat Setia, KTS, dan Kenso Estate, yang mana merupakan Ladang Perseorangan di luar IOI Group. Estate tersebut telah membuat kesepakatan dengan Ladang Sabah sehingga anak-anak mereka dapat bersekolah di Humana House 71.
Dulu aku menganggap TKI yang bekerja di sini berasal dari suku Jawa. Rupanya anggapan ini salah sama sekali. Ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di Sabah yang aku temui adalah orang Bugis. Anak-anak yang bersekolah di tempat kami sembilan puluh persen adalah anak Bugis. Sisanya orang Timor atau orang tempatan.
Hal yang paling ‘spesial’ dari anak-anak TKI ini adalah attitude dan sikap mereka. Mereka anak yang tidak mendapat kasih sayang secara penuh. Boleh dibilang tingkat kenakalan anak di sini luar biasa. Begitu pula dengan pendidikan soal moral dari orang tua. Orang tua murid lebih banyak yang sibuk dan asyik bekerja. Mereka membebankan kami para guru untuk memberikan pendidikan moral dan akhlak kepada anak didik.
***Sarana***
Keseharianku biasa dihabiskan menghadapi anak-anak pra sekolah. Ada satu hal unik yang hanya bisa ditemui di sekolah kami. Di sekolah humana lain untuk anak-anak kecil ada kelas kindergarten one dan kindergarten two. Namun di sekolah kami ada kelas tambahan yakni new learner yang dihuni oleh anak-anak yang baru saja mengenal sekolah. Ini jadi tantangan terbesar saya karena kelas ini diiisi oleh anak yang belum pandai sama sekali. Seringnya mereka maenangis di kelas.
Bangunan tempat saya mengajar nampak seperti bekas rumah manajer. Bisa dilihat dari bentuk bangunannya yang ‘berbeda’ dengan yang lainnya. Aku sangat menikmati aktivitasku mengajar anak-anak TKI di sini. Hari ini aku mengajar sendirian di kelas. Partner saya hari ini sedang mengantarkan paspor untuk memperpanjang permitt tinggal di Sabah.
Aku mengajar pelajaran PSV (pendidikan seni dan visual) hari ini. “anak-anak ayo buka bukunya. Hari ini kita akan menggambar rama-rama” pintaku kepada anak-anak. Mereka nampak semangat sekali membuka buku mereka. “ini Pak Guru bagikan pinsil warna kalian untuk menggambar ya” ujarku. Mereka antusias sekali dengan pelajaran menggambar. Aku pun lantas membagikan kotak pinsil warna dengan merk Stabilo yang diberikan oleh pihak manajer sebagai salah satu sarana belajar anak-anak.
Kalau boleh cerita tentang sarana dan prasarana belajar sebenarnya lebih dari cukup. Setidaknya setiap awal tahun anak-anak mendapatkan secara percuma tas, sekotak pinsil tulis, sekotak pinsil warna, penggaris, dan penghapus. Perusahaan mendukung sepenuhnya pendidikan di Moynod 1 estate walaupun belum maksimal seperti pembangunan gedung sekolah yang baru yang mungkin belum terwujud  akibat dana yang harus digunakan tidaklah sedikit.
Perusahaan juga selalu menyediakan transportasi dari Moynod 2 ke Moynod 1 setiap harinya. Terpisah dari Bus Sekolah kerajaan yang memang disediakan estate, murid-murid disediakan alat transportasi sendiri seperti lori, pick-up atau double cap yang mengantar mereka tiga kali sehari. Lampu sudah diperbaiki, begitu juga dengan penambahan bangku dan meja.
***Orang Tua***
Seorang pencuri pasti tidak ingin anaknya menjadi pencuri. Begitu pula soal pendidikan, tidak ada satupun orang tua yang ingin anaknya menjadi bodoh. Sebagian orang tua di sini masih beranggapan bahwa pendidikan itu kurang penting. Sesungguhnya kalau kita fikir kembali pendidikan itu dapat mengubah nasib seseorang. Pendidikan dapat merubah pola pikir dan pola kelakuan seorang manusia.
 “assalamualaikum cekgu” terdengar suara seorang bapak dari balik pintu. Aku pun menyambutnya “waalaikumsalam, ada apa pak”. “anu bah cekgu betulkah kita suruh anak ku lari di padang?” tanya sang bapak. “iya pak saya memang menghukum anak bapak dengan mengelilingi lapangan badminton” aku memberi penjelasan. “anak bapak selalu membuat gaduh kelas dan malas kasih siap kerja rumah” penjelasanku lebih lanjut.
Rupanya sang bapak mendapat laporan dari anak yang lain kalau anaknya dihukum oleh gurunya di sekolah. Sang bapak mencoba melakukan klarifikasi kepada saya. Rupanya sang bapak tak mengetahui sebab anaknya dihukum. Setelah mendengar penjelasan saya sang bapak bisa memahami. “memanglah cekgu nakal betul itu anak ku” celoteh sang bapak. “iya pak jadi di sini saya tidak akan hukum anak kalau anak itu tidak membuat masalah”  aku memberi penjelasan.
Sang Bapak malah berujar “pukul saja cikgu kalau anak saya nakal”. Banyak orang tua yang mempersilahkan kami untuk memukul anak. Mereka merasakan mengurus anak mereka sendiri pun berat sehingga mengizinkan kami melakukan hukuman fisik. Namun kami sebagai guru tidak serta merta memukul anak didik kami. Toh kena pukulpun tidak sampai menyakiti si anak, hanya sekedar memberikan penegasan kalau ada hal yang harus dilakukan atau ditaati siswa.
Terkadang sanksi fisik diperlukan karena kebanyakan anak didik kami sangat sulit mendengarkan apa yang orang sampaikan. Aku tidak munafik dan tidak menutupi fakta bahwa aku pernah memberikan hukuman seperti lari mengelilingi sekolah, push up, atau pun jewer telinga. Anak ladang bukanlah anak perkotaan yang bisa mendengar perintah dengan baik. Mereka perlukan sebuah pendekatan lebih. Satu hal yang saya alami adalah apabila si anak pernah kena hukuman dia akan tidak mengulanginya lagi di lain waktu.
Sejauh ini orang tua sangat mendukung apa yang kami lakukan di sekolah. Kebutuhan belajar anak mereka juga disupport seperti buku, alat tulis, dan biaya pendidikan. Pelajar di sekolah kami dibebankan membayar iuran sekolah sebesar dua ringgit per bulan. Tentunya ini tidak menjadi beban bagi orang tua. Setiap program yang kami rencanakan juga berhasil berkat dukungan orang tua. Hanya saja support yang kami rasakan kurang adalah tentang pengawasan terhadap anak-anak. Banyak orang tua yang merasa tidak peduli untuk mengawasi hasil belajar anak-anaknya. Mereka melepaskan sepenuhnya tanggung jawab mendidik anak kepada kami para guru.
***Masyarakat***
Sore ini aku hendak berjalan menuju kedai (warung) yang menjual perlengkapan dan kebutuhan sehari-hari. Sekotak telur dan beberapa bungkus mie instant hendak ku beli. Jarak rumah dan kedai agak jauh. Aku harus berjalan kaki satu kilometer menuju kedai. “singgah cikgu” seorang ibu menyapa ku. Ajakan untuk singgah selalu dilontarkan oleh masyarakat yang kami lalui. Mereka sangat menghargai kami para guru di sini. Setidaknya mereka tidak merasakan gangguan atas kehadiran kami.
Di Ladang Sabah tempat kami tinggal terdapat sebuah kilang. LSPOM (Ladang Sabah Palm Oil Mill) nama kilang besar ini. Banyak pekerja yang menginginkan bekerja di kilang. Perkerja kilang adalah pekerjaan prestisius di sini. Soal ukuran gaji memang pekerja kilang mendapatkan bayaran lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja di blok kebun. Selain itu fasilitas perumahannya juga dinilai lebih layak.
Perumahan masyarakat di sini menjadi dua. Kami guru di sini mendapatkan tempat tinggal di perumahan staff (kerani-mandor). Jiran tetangga kami adalah pekerja kilang dengan posisi jabatan yang cukup tinggi. Mereka rata-rata merupakan keturunan bugis atau orang bugis aseli yang telah mendapatkan Identity Card (biasa disingkat IC) dari kerajaan Malaysia.  Pemegang IC dapat menyekolahkan anaknya di sekolah kerajaan yang kalau di Indonesia disebut sebagai sekolah negeri.
Masayarakat pada umumnya mendukung sekali kehadiran kami di sini untuk mengajar. Apresiasi masyarakat bisa dilihat dari cara memperlakukan kami para guru. Kami selalu mendapat perlakuan hormat dan simpatik dari masyarakat di Moynod Estate ini. Tak jarang kami mendapatkan undangan menghadiri kegiatan masyarakat atau resepsi, baik pernikahan ataupun perayaan hari jadi.
***Peran kemasyarakatan***
Manusia adalah mahluk sosial. Manusi memerlukan manusia lain dalam kehidupannya. Saling berinteraksi dan komunikasi menjadi kebutuhan dasar manusia. Begitu pula dengan aku dan rekan kerjaku. Kami membutuhkan interaksi dengan masyarakat. Kami berusaha menjalin hubungan dan komunikasi yang erat dengan warga. Mengapa demikian? Karena kesuksesan kerja kami di sini sangat membutuhkan support dari masyarakat pada umumnya dan orang tua murid khususnya.
“esok cikgu jadi imam boleh kah?” pinta seorang pakcik ketika aku sedang beristirahat sembari menikmati minuman dingin. “boleh lah pakcik” aku menyanggupi tawarannya.
Aku selalu diminta oleh masyarakat untuk menjadi imam atau khatib ketika pelaksanaan ibadah. Buatku ini adalah sebuah cara mendekatkan diri dengan warga. Tentunya mereka akan sangat menerima kehadiran kami ketika kami turut membaur bersama warga. Sejauh ini aku sudah sangat sering mengimami salat jum’at berjamaah. Tidak hanya itu saya pun sudah merasakan perayaan iedul fitri dan iedul adha di ladang. Kalau yang lain memilih untuk bepergian ke bandar atau ada yang memilih merayakan hari raya di Kampung halaman. Tidak dengan ku yang lebih memilih melewati hari raya bersama masyarakat di sini. Rasanya seperti rumah sendiri.
***Peran konsul dan kompani***
“siang pak apa kabar?” aku membuka obrolan dengan Pak Hendro selaku pelaksanan pensosbud di Konsulat RI Tawau. Aku bertanya perihal dokumen kami tingal di Sabah. Sudah dua kali kami harus melakukan pembaharuan visa kami di Sabah. Sejauh ini pelayanan konsul melalui Pak Hendro kami nilai baik.
Kabar itu datang. Pak Hendro harus berpindah tugas dan digantikan pejabat lain yakni Ibu Dian. Aku tidak mengenal dekat Ibu Dian. Aku merasakan ada perbedaan pelayanan dan bantuan dari konsul setelah pergantian petugas ini. Di saat Pak Hendro menjabat Pensosbud terasa sekali bantuan dari beliau. Sekarang? Ah aku tak mau banyak berkomentar.
Kebutuhan kami terhadap konsulat adalah bagaimana kami memperoleh dukungan dalam hal pengurusan ijin tinggal kami di Sabah. Pengurusan visa adalah hal sangat krusial bagi kami. Kami menginginkan multi entry (ME) kami keluar tepat waktu sehingga kami tidak harus bertapok (sembunyi) karena tidak memegang paspor. Aku mulai bertugas sejak juli 2013 dan artinya per Agustus ini aku sudah dua kali memperpanjang ME kami.
Pengalaman pertama perpanjangan ME kami baru selesai setelah lewat sebulan. Dan kami harus menggunakan special pass. Kali terulang kembali seperti tahun lalu. Sampai dengan aku menulis tulisan ini perpanjangan ME kami belum juga selesai. Padahal kami telah mengurusnya melalui koordinator kami yakni Pak Galih Satria. Kami mengurus perpanjangan ME ini sejak tiga bulan sebelum ME kami habis. Artinya kami sudah mulai mengurus sejak Mei.
Sebetulnya aku tidak menuntut banyak soal ijin tinggal kami di negeri orang ini. Ku pikir tentunya Konsulat mempunyai power of dimpolacy. Sebab sejauh ini pengurusan ME tahun ini mengalami keterlambatan karena alasan yang tidak jelas.
Moynod Estate 1 dipimpin oleh seorang manajer estate yang biasa dipanggil Tuan Karim. Awal tahun ini tuan dimutasi ke tempat lain. Sementara estate kami mengalami kekosongan manajerial. Kekosongan ini diisi oleh seorang Mister dari Moynod 2 Estate yakni Tuan Wisnu. Apabila aku mempunya urusan yang terkait sekolah aku selalu menghubungi Tuan Thomas Soo selaku manajer utama di Moynod.
Beberapa kali kami sempat mengirimkan surat meminta estate memperbaiki sekolah kami. Sekolah kami mulai teruk (jelek/rusak). Sekolah belum juga diperbaiki lantaran belum ada alokasi dana untuk sekolah. Renovasi sekolah mendadak dilakukan pada awal tahun ini karena kebetulan Moynod mendapatkan lawatan dari pelawat Kemendiknas pada desember 2012 lalu. Kami memang tidak bisa berharap banyak untuk perbaikan fasilitas sekolah.
Setidaknya aku harus bersyukur bahwa pihak estate menyediakan bas sekolah kerajaan yang sebetulnya dikhususkan mengangkut pelajar sekolah kerajaan. Anak murid kami setiap hari yang berada di Moynod 2 bersekolah dengan diantar jemput oleh bas sekolah kerajaan.
***Tempat tinggal***
Rumah yang aku tiduri ini berumur empat belas tahun sudah. Terbuat dari kayu sepenuhnya. Hanya bagian tandas (kamar mandi) yang terbuat dari semen. dindingnya yang terbuat dari kayu sudah mulai menua dan terkelupas. Tiang bangunan panggung ini masih gagah menopang rumah tempat kami beraktifitas. Walaupun disekitar kami sudah banyak berdiri rumah batu (beton) kami sangat bersyukur masih bisa tinggal di rumah yang menurutku layak ini.
Ada keuntungan yang kami peroleh ketika kami tinggal di perumahan staf. Perumahan staf menawarkan fasilitas air dan listrik nonstop. Tentu saja listrik yang hidup selama dua puluh empat jam membantu produktifitas kami sebagai guru. Di beberapa ladang banyak guru yang tinggal di perumahan pekerja. Konskwensinya adalah aliaran listrik yang terbatas. Listrik mulai menyala jam empat petang kemudian mati pada jam sebelas malam. Listrik akan menyala kembali jam empat subuh dan akan dimatikan jam enam pagi. Listrik di perumahan pekerja tidak menyala fulltime lantaran untuk mencegah pekerja membolos.
Aku selalu menikmati suasana rumahku yang sunyi dan tenang. Buatku suasana rumah yang tenang sangat menyenangkan untuk bekerja. Tidak ada banyak gangguan dari anak-anak. Jarak rumahku dnegan tetangga pun terbentang beberapa meter sehingga aktifitas jiran tidak mengganggu ketenangan kami.
***Program unggulan***
Mereka adalah anak Indonesia, mereka sebagian lahir di Indonesia, mereka berorangtuakan orang Indonesia. Anak muridku didominasi oleh anak Bugis, sisanya orang Bima dan Orang Timor. Apa hal yang menjadi tujuan utamaku di sini? Aku ingin membantu para TKI di sini melalui pendidikan. Dengan pendidikan mereka akan menjadi sumberdaya manusia yang handal. Tidak melulu soal berapa banyak ilmu yang mereka punya. Aku melihat pentingnya sebuah proses pendidikan adalah membentuk manusia terstruktur. Mereka yang pandai memiliki skema berfikir runut dan tertata rapih. Tentunya kemampuan ini tidak dimiliki oleh anak-anak yang menghabiskan waktu bermain sepanjang hari. Kemampuan berfikir logis nan sistematis akan membantu setiap jenis pekerjaan. Mereka akan mampu melakukan troubleshooting sendiri.
Salah satu misi yang menurutku urgent adalah menyelenggarakan ujian paket A atau ujian setara UAS SD. Saya memiliki beberapa anak murid di primary dan mereka lahir di Sabah serta dibesarkan di Sabah. Mereka memiliki kewarnegaraan Indonesia yang dikuatkan dengan paspor yang mereka miliki. Menjadi kewajiban para guru memberikan kesempatan kepada anak didik kami untuk berkembang. Salah satunya adalah dengan memberikan bantuan pelaksanaan ujian paket A.
Alhamdulillah tahun ini kami melaksanakan ujian paket A dengan banyak keterbatasan. Setidaknya aku patut bersyukur masih ada tiga orang anak yang ikut paket A. Kebanyakan anak usia sekolah SMP memilih untuk bekerja, entah menjadi pemungut biji atau perkerjaan lainnya di ladang maupun kilang. Sebenarnya aku sedih mengetahui fakta bahwa anak-anak sesungguhnya ingin sekolah. Namun ada tuntutan meringankan beban orang tua mereka. Kebanyakan TKI di sini punya anak banyak. Mereka memikirkan adik-adiknya sehingga memilih bekerja dari pada melanjutkan sekolah.
Namun upaya yang aku lakuka tidak lantas berhenti sampai di sini. Targetku di tahun depan aku sudah membuka sebuiah TKB (Tempat Kegiatan Belajar) yang merupakan sebuah SMPT. Ladang ini harus punya sekolah Indonesia. Berdasarkan data pengamatan yang aku lakukan dan survei secara random kebanyakan anak di sini berusia sekolah dasar. Ketika metreka besar seusia sekolah SMP atau SMA mereka akan kembali ke kampungnya. Pilihan sekolah selain di kampung adalah dengan bersekolah di Sebatik.
***Rekomendasi***
Sejak awal membaca leaflet mengenai program ini saya sangat sadar. Ini merupakan sebuah misi penting. Bukan soal mengajar atau mendirikan sekolah tetapi juga memberikan pelayanan maksimal kepada warga negara yang berada di luar negeri. Selama ini para TKI dianggap sebagai warga negara kelas dua karena kerap mendapat pelayanan tidak maksimal. Untuk itulah kehadiran kami di Sabah ini hendaknya menjadi ajang pelayanan terbaik. Berbuat sesuatu untuk masa depan anak-anak lebih cerah. Utamanya adalah kontinuitas program ini ke depan.
Ada beberapa rekomendasi yang dapat kami sampaikan kepada Pemerintah RI dalam hal ini melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan :
  1. Melakukan perpanjangan kontrak kepada semua pendidik di Sabah. Hal ini berdasarkan pengamatan kami yang melihat jangka waktu selama dua tahun kemudian digantikan guru baru itu tidak maksimal. Banyak program guru sebelumnya yang tidak selesai dan belum sempat ditransformasikan kepada guru baru;
  2. Mengumpulkan tulisan pengalaman mengajar dari para gur di Sabah. Ini akan menjadi motivasi tersendiri bagi siapa saja yang concern terhadap dunia pendidikan. Saya berharap bisa membuat sebuah buku yang dapat diedarluaskan. Menjadi pembuktian bahwa pemerintah juga peduli terhadap pendidikan anak TKI di Malaysia;
  3. Sokongan terhadap upaya pendirian TKB maupun CLC oleh para guru. TKB yang menjadi cikal bakal CLC harus bisa dirangsang untuk tumbuh secara sporadis dan simultan. Selama ini guru yang bertugas di Humana enggan membuka CLC lantaran harus mendua dalam bekerja. Yang saya yakini para guru sangat semangat untuk membuka sekolah baru.
Kiranya untaian pengalaman mengajar saya bersama rekan saya bisa menjadi sedikit gambaran. Kami pun berharap rekomendasi kami dapat direalisasikan. Mimpi kami para guru Sabah adalah untuk melihat anak-anak dapat mencapai sukses.