Pages

Hari pertama di desa


Oleh wongbanyumas
 
Mohon maaf bagi para pembaca blog ini sebelumnya karena saya akan banyak curhat dalam postingan kali ini. Mungkin saya bosan untuk menulis dengan konten yang berbobot dan cukup membuat kepala saya panas. Kebetulan tahun ini adalah tahun terakhirku dibangku kuliah (insyaAllah). Kata dosen saya adalah sarjana minus KKN dan Skripsi. Masih ada dua mata kuliah lagi yang harus saya tempuh yakni KKN dan Skripsi. Skripsi merupakan tugas akhir yang harus dilakukan dan dikerjakan oleh para mahasiswa dimanapun tempatnya kuliah. Skripsi merupakan karya ilmiah kita setelah bertahun duduk di bangku perkuliahan. Dalam skripsi tersebut dapat dinilai pemahaman seorang calon sarjana akan disiplin ilmunya serta pemahaman terhadap metodologi penelitian.
 
Kemudian KKN yang merupakan singkatan dari kuliah kerja nyata merupakan kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh mahasiswa terhadap masyarakat. Sebagai mahasiswa kita tidak hany dituntut untuk belajar dan menjadi pintar. Tetapi kita juga dituntut untuk mengamalkan ilmu yang kita peroleh kepada masyarakat. Hal ini tercantum dalam tri dharma perguruan tinggi yakni pengabdian masyarakat. Dalam tulisan ini saya tidak akan cerita KKN dan segala macam tinjauannya. Saya hanya mencoba menceritakan betapa saya terkejut ketika melaksanakan KKN kali ini.

Jujur saya sempat khawatir dengan KKN yang akan saya jalankan kali ini. Sebab saya terpilih menjadi kordinator mahasiswa di desa. Sebelum bercerita lebih jauh saya akan menjelaskan tempat KKN saya dan kelompok KKN saya. Kebetulan KKN yang saya ikuti kali ini adalah KKN Posdaya (pos pemberdayaan keluarga). Dalam KKN ini saya beserta empat anggota kelompok lain ditempatkan di desa Majalangu yang terletak di Kecamatan Watukumpul, Pemalang. Dalam kelompok saya ada lima orang dari berbagai karakter dan lintas disiplin ilmu. Ada saya Yasir dari fakultas hukum, Heru dari pertanian, jali dan hanif dari ekonomi, serta ilma dari kesmas. Kami harus bersatu untuk menaklukkan desa ini. Hiat!!!

Kedatanganku pertama ke desa ini cukup mengesankan. Sambutan ramah dan hangat dari ibu kepala desa dan orang tuanya yang akrab dipanggil mbah. Meskipun disambut dengan seadanya tanpa marching band atau organ tunggal saya tetap hepi. Ya ini merupakan pengalaman pertama saya untuk terjun ke masyarakat desa. Terjun untuk memberdayakan masyarakat dengan setetes ilmu yang saya punya.

Jika digambarkan desa tempat saya ber KKN ria adalah desa yang terletak di dataran tinggi jajaran gunung Slamet, Jawa Tengah. Desa majalangu yang terletak di kecamatan watukumpul ini merupakan bagian dari wilayah kabupaten pemalang. Tempat ku tinggal sementara di desa ini sangat sederhana namun bersahaja. Ukuran kamar dan luas tanah yang cukup besar menaandakan mereka orang berpunya. Mbah Tarmidi, nama pemiliki tempat home stay kami adalah seorang pensiunan guru. Ya beliau adalah seorang pendidik. Rupanya darah Mbah mengalir kepada anak-anaknya yang ternyata empat dari anaknya adalah guru.
 
Dingin, hal yang ku rasakan ketika malam pertama aku menginap. Rasanya bikin aku ingin memeluk bantal dan segera melemparkan tubuhku ke di pembaringan. Belum lagi ditambah dengan intensitas hujan yang sangat sering. Jika dihitung maka waktu matahari beredar di tempat ini hanya sampai dzuhur. Setelah itu akan hujan sampai malam hari. Inilah desa kami. Tempat kami yang nantinya akan melakukan pengabdian pada masyarakat.

Logika hukum melawan logika umum


Oleh wongbanyumas

Sengkarut hukum di indonesia memang membingungkan. Bayangkan betapa rumitnya kehidupan berhukum seperti jalinan benang yang teramat kusut dan sulit diurai. Banyak permasalahan yang muncul dalam praktik berhukum kita. Seringkali kita dipertontonkan dengan suguhan sengketa hukum dengan titel "mega kasus". Contoh terkini yang bisa kita cermati adalah kasus yang melibatkan anggodo wijoyo. Anggodo secara terang dan terbukti telah melakukan makar yang luar biasa dalam upayanga melakukan kejahatan sistemik. Korban aksi anggodo kali ini adalah institusi negara pemberantas korupsi, KPK.

Sampai hari ini masyarakat sangat berharap dengan sepak terjang KPK. KPK merupakan lembaga negara yang mendapat kepercayaan besar dari masyarakat Indonesia yang mulai mengalami krisis kepercayaan terhadap lembaga negara yang ada. Masyarakat menilai kinerja KPK sangat baik dengan melihat betapa dukungan masyarakat yang amat besar ketika menuntut pembebasan Bibit dan Chandra. Sebagai sebuah lembaga yang mempunyai kewenangan besar dan khusu KPK dapat melakukan tindakan tertentu yang jika dianggap perlu dapat dilakukan. Dalam melakukan pemberantasan korupsi KPK sangatlah ditakuti para pejabat kotor dan pelaku korupsi lainnya.

Dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi secara jelas dalam sebuah kumpulan rekaman penyadapan Anggodo berupaya melakukan kejahatan yang amat merusak tatanan hukum. Anggodo berusaha untuk membeli hukum dan aparatnya, anggodo mencoba membunuh aparat penegak hukum. Bahkan berncana untuk membunuh chandra hamzah dalam penjara. Sungguh makar yang sangat keji ini dapat dibongkar oleh Allah melalui perantara KPK. Masyarakat sempat dibuat terhenyak dan tersentak dengan kenyataan yang demikian. Rasa keadilan masyarakat pun terusik dengan aksi anggodo.

Hari itu semua orang menyimak dan menyaksikan pemutaran rekaman melalui media massa. Semua punya komentar sama yakni, ANGGODO BERSALAH dan ANGGODO HARUS DITANGKAP UNTUK sepakat dengan dua pernyataan tersebut. Tapi fakta dan kenyataan saat ini mempertontonkan sebuah lakon yang aneh. Anggodo tidak langsung ditangkap oleh polisi maupun kejaksaan sebagai bagian dari catur wangsa penegak hukum. Justru yang terjadi kedua lembaga ini menyatakan anggodo tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum. Sungguh aneh dan miris serta membuat kita geleng kepala melihat lawakan ini. Bagaimana tidak kita secara jelas menyimak rekaman yang berisi percakapan anggodo dengan mereka yang bermufakat untuk merusak hukum.

Ternyata hari ini logika hukum atau lebih tepatnya lagi logika undang-undang telah mengisi setiap sudut kepala aparat penegak hukum kita. Pemikiran legal positivistik amat meracuni pikiran para penegak hukum. Alih alih menegakkan hukum mereka justru mencederai hukum kita. Semua perkara dikembalikan kepada undang-undang meskipun ada masyarakat yang terlukai rasa keadilannya. Perkara anggodo ketika dibenturkan dengan logika demikian maka akan menimbulkan sebuah kecelakaan hukum yang amat berbahaya. Apalagi jika ternyata memang terjadi pembelian aparat hukum oleh Anggodo.

Hari ini kita kembali dihadapkan pada dua grand tema besar dalam praktik berhukum yakni logika hukum melawan logika umum. Atau yang secara singkat kita dapat melihat adanya pertentangan antara keadilan dan kepastian. Menurut Gustav Radbruch hukum terdiri atas keadilan, kepastian, serta kemanfaatan. Ketika salah satunya mengamuka maka yang lainnya akan mengalami kemunduran. Dalam aliran hukum responsif yang dihembuskan oleh nonet dan selznick ketika menemukan benturan antara keadilan dengan kepastian maka dahulukanlah keadilan. Masyarakat yang tak berpendidikan pun tahu bahwa tindakan yang dilakukan oleh anggodo adalah salah dan harus diganjar dengan hukuman yang berat, membeli aparat hukum. Inilah kenyataan yang ada dalam praktik berhukum kita dan kita harus berupaya merubah itu.

Dokter Hukum


Oleh wongbanyumas

Tulisan ini terinspirasi dari lontaran seorang kawan tentang keadaan hukum di Indonesia. Dia berujar kepada saya betapa kacaunya hukum di indonesia dan yang mengedepan adalah kepastian hukum. Padahal ada yang lebih penting dari pada sebuah kepastian yakni keadilan. Sebuah statemen dari gadis lugu itu membuat saya termenung dan berfikir keras. Sebagai seorang mahasiswa yang mempelajari ilmu hukum tentu membuat saya menjadi bertanggung jawab untuk menjelaskan keadaan hukum kita. Apa lacur saya pun tak mampu memberikan penjelasan karena memang ilmu saya yang amat terbatas. Kemudian kawan saya berkata "bang, kita sebagai mahasiswa hukum hendaknya menjadi dokter hukum yang bisa mengobati penyakit hukum". Sekali lagi ucapan itu bak petir ditengah malam gelap yang memecah kesunyian.

Mereview kembali perjalanan penegakan hukum di negara kita selama satu tahun ke belakang ini. Kita akan menemukan fakta bahwa hukum di negeri ini benar-benar terperosok ke dalam titik nadir. Penegakan hukum di negeri ini sungguh kacau. Tak ubahnya sebuah benang kusut yang melilit disekujur tubuh. Berbagai kasus yang mengundang decak heran masyarakat pun mulai terkuak ke permukaan. Mulai dari kasus minah sampai dengan kasus century semua sungguh membuat publik mengalihkan pandangannya.

Hukum sebagai sebuah norma yang hidup dalam masyarakat tak ubahnya sebagai seorang tenaga medis. Kehadirannya dapat menyembuhkan penyakit yang ada dalam masyarakat. Hukum muncul sebagai obat ketika dalam masyarakat ada begitu banyak kekacauan (disorder). Hukum mempunyai tiga buah pisau bedah yakni pisau kemanfaatan, pisau kepastian, dan pisau keadilan. Melihat sengkarut hukum negeri kita ternyata penyebab utamanya adalah merebaknya penyakit over normatife dalam berhukum. Hukum dipandang hanya sebagai seperangkat aturan berupa undang-undang. Padahal hukum lebih luas dari hanya sekedar undang-undang.

Perangkat hukum di negara ini juga sangat buruk. Lihatlah angka indeks korupsi lembaga terkorup di negeri ini. Penegak hukum yakni kepolisian dan kejaksaan selalu masuk dalam urutan terbesar. Ironisnya para pelakunya adalah para ahli hukum yang notabene belajar ilmu hukum. Amat disayangkan ketika ilme mereka justru digunakan untuk mencari celah guna melakukan pelanggaran hukum itu sendiri.

Maka dari itu seorang ahli hukum besar di indonesia pernah berujar bahwa para sarjana hukum di Indonesia hendaknya berhati nurani. Mampu membaca keadaan dan memperhatikan rasa keadilan. Ya keadilan merupakan barang paling mahal di bumi indonesia. Melebihi mahalnya harga sebuah harga diri bangsa kita yang selalu terkenal korup. Mungkin inilah tantangan bagi saya sebagai seorang calon sarjana hukum. Menjadi seorang dokter yang mampu membedah penyakit hukum dengan pisau yang tepat. Jangan sampai menggunakan pisau yang justru melukai pasien sendiri.

Air Bah Dari Negeri Tiongkok

Oleh wongbanyumas

Di tahun baru masehi ini banyak orang yang membuat resolusi untuk menjalani tahun yang baru ini. Harapan serta impian untuk melihat dan melakukan perubahan sangat menggelora. Bayangan akan kesejahteraan, keamanan, ketenangan digantungkan tinggi pada tiang pengharapan. Nasib perekonomian bangsa yang tak kunjung pulih diterpa badai ekonomi pada masa transisi reformasi seolah menjadi kutukan panjang. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan genjotan roda ekonomi. Apa daya dunia dilanda resesi ekonomi yang membuat pasar global sempat luluh lantak. Pengaruhnya pun sampai ke negeri berpenduduk lebih dari dua ratus tiga puluh juta jiwa ini.
Awal tahun ini merupakan awal permulaan bagi negeri ini. Indonesia telah menandatangani kesepakatan dengan seluruh Negara Asean plus China untuk membuka zona perdagangan bebas. Asean Free Trade Area(AFTA) bertujuan untuk membuka sekat serta pembatas dalam perdagangan. Hambatan perdagangan berupa tariff yang mebatasi impor akan dihilangkan sama sekali.kebijakan proteksi yang biasa dilakukan oleh negera ketika digempur dengan produk asing tidak dapat dilakukan. Jika sebuah Negara melakukan kebijakan proteksi maka produk Negara tersebut juga akan dihambat oleh Negara tujuan ekspor.

AFTA bertujuan untuk mengintegrasikan perekonomian regional Asean ke dalam suatu wilayah. Kini tahun 2010 ini perjanjian tersebut mulai berlaku. Setiap Negara kini bebas untuk mengirim komoditas ke Negara lain tanpa perlu khawatir adanya tariff masuk, semua telah dihapuskan. Indonesia sebagai bagian dari perjanjian tersebut telah melakukan negosiasi ulang agar pelaksanaan di Indonesia diundur hinga tahun 2011 nanti. Banyak pihak dari kalangan industri yang mengkhawatirkan kematian massal industri kita.

Gempuran produk asing ke Indonesia nantinya akan terjadi ketika AFTA efektif berlaku bagi Indonesia. Tantangan terberatnya adalah membendung arus komoditas dari negeri tirai bambu. Sampai dengan akhir 2009 ini pasar kita telah digempur habis oleh barang asal China. Barang asal China mulai dari elektronik, mainan anak, tekstil, sampai dengan jarum pentul telah menguasai pasar dalam negeri. Dominasi China ini akhirnya akana menyebabkan industry dalam negeri ttidak dapat bersaing. Ketika industry dalam negeri tidak dapat bersaing maka industry dalam negeri akan gulung tikar.
 
Efek yang mungkin timbul ketika begitu banyaknya komoditas masuk adalah PHK massal akibat kolapsnya industry dalam negeri. Yang menjadi permasalahan sebenarnya adalah bukan karena adanya komoditas asing yang masuk ke Indonesia. Melainkan daya saing produk Indonesia yang lemah. Barang asal China dahulu dikenal dengan produk yang murah tetapi cepat rusak. Namun kini negeri tirai bambu tersebut telah belajar dan berbenah. Kini tak semua produk murah dari China adalah barang abal-abal alias cepat rusak.
 
Barang industry negeri ini masih belum bisa bersaing dengan barang asal China. Mahalnya harga komoditas di Indonesia dikarenakan adanya biaya tingi dalam mata rantai produksi maupun distribusi. Untuk meminimalisir efek ini sebenarnya dibutuhkan goodwill pemerintah. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan yang ramah terhadap para pelaku industry, terutama industry kecil dan rumah tangga. Kesulitan yang acap kali dihadapi pelaku industry dalam negeri adalah kesulitan dalam permodalan serta banyaknya pungutan-pungutan tidak resmi. Bantuan permodalan menjadi hal yang mutlak dibenahi jika tidak ingin melihat kematian mendadak perekonomian Negara. Pemerintah juga harus sigap menindak setiap oknum yang memungut pungli.

Barang asal tiongkok yang menguasai pasar kita pada saat ini dominan merupakan barang selundupan. Dengan gempuran barang yang sifatnya selundupan saja kita sudah tak sanggup menghadapinya. Bayangkan ketika arus barabg tersebut menjadi resmi dan tidak dapat dibendung. Segala macam bentuk proteksi seperti tariff impor akan terpangkas sekecil mungkin. Bak air bah, gelombang arus komoditas negeri tiongkok tersebut akan menenggelamkan industry dalam negeri. Siap atau tidak itulah konsekuensi pasar bebas dan kita harus menghadapinya.

Tahun Baru, Kondom dan Alkohol


Oleh Wongbanyumas

Tahun baru, sebuah momen yang mungkin sangat ditunggu oleh sebagian orang di negeri ini. Momentum pergeseran waktu menuju awal tahun yang baru. Semarak dan gegap gempitanya membuat orang tersihir dan terhenti sementara waktu. Puluhan bahkan ratusan juta rupiah menggasak kantong kala tahun baru tiba. Lihatlah bagaimana semaraknya pesta kembang api di berbagai tempat dan daerah. Bahkan di TMII sampai menghabiskan dana dua milyar. Dana yang tidak sedikit tentunya dijaman yang makin sulit ini.
 
Jika kita bisa bijak melihat fenomena perayaan tahun baru ini kita akan melihat adanya ketidakmanfaatan. Sebenarnya apakah yang diperoleh ketika melalui pergantian tahun masehi dengan kegiatan yang hura-hura? Hanya memperoleh kesenangan yang manfaatnya kurang terasa. Padahal kita hari ini masih bisa menyaksikan berapa banyak saudara kita yang masih harus berfikir bagaimana cara untuk makan esok hari. Tetapi sebagian orang lain dengan mudahnya mengeluarkan uang untuk kegiatan yang kurang bermanfaat dan cenderung mubazir.

Hal yang paling mengkhawatirkan justru adanya budaya hedon yang memperbolehkan untuk melakukan apapun(permisif). Alkohol bukan lagi jadi barang yang tabu bagi masyarakat. Seolah ketika malam pergantian tahun setiap orang boleh melakukan apa saja yang dilarang. Minum minuman keras serta melakukan pesta seks menjadi agenda dalam perayaan pergantian tahun ini.

Tak ayal di berbagai tempat yang menjadi pusat kegiatan perayaan malam itu ketika pagi akan ditemukan berbagai sampah. Berbagai botol minuman keras dari bermacam merek ditemukan. Bahkan yang lebih biadab lagi ditemukan kondom. Naudzubillah…