Pages

KEPEMIMPINAN NASIONAL DALAM MEMBANGUN KEDAULATAN DAN KEMANDIRIAN BANGSA

Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.



A. KONSEP KEDAULATAN DAN KEMANDIRIAN
Alenia kedua Pembukaan UUD 1945 menyatakan “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depa pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Kalimat tersebut menunjukkan bahwa kemerdekaan adalah sebuah jembatan. Bung Karno sendiri dalam Pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menyatakan bahwa kemerdekaan adalah suatu jembatan emas.

Tujuan akhir kemerdekaan adalah mencapai masyarakat adil dan makmur yang hanya dapat dilakukan jika bangsa dan masyarakat dapat menentukan nasibnya sendiri, yaitu dengan cara membentuk negara yang berdaulat. Hanya dengan adanya kedaulatan, bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang mandiri, baik dalam menentukan nasib sendiri maupun dalam upaya mencapai masyarakat adil dan makmur. Soekarno dalam pledoi yang dikemukakan di depan Landraad Bandung yang berjudul “Indonesia Menggugat” menyatakan “Selama rakyat belum mencapai kekuasaan politik atas negeri sendiri, maka sebagian atau semua syarat-syarat hidupnya, baik ekonomi, maupun sosial, maupun politik, diperuntukkan bagi yang bukan kepentingannya, bahkan bertentangan dengan kepentingannya.”

Kedaulatan (sovereignty) merupakan konsep yang biasa dijadikan objek dalam filsafat politik dan hukum kene¬garaan . Di dalamnya terkandung konsepsi yang berkaitan dengan ide kekuasaan tertinggi yang dikaitkan dengan ne¬ga¬ra (state). Dari segi bahasa, perkataan ke¬daulatan itu sendiri dalam bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata daulat dan dulatan yang da¬lam mak¬na klasiknya berarti pergantian, peralihan atau peredaran (kekuasaan). Dalam Al-Quran yang mencermin¬kan penggu¬na¬an bahasa Arab klasik, kata daulah ini diper¬gunakan ha¬nya dua kali (dua tem¬pat) , yaitu dalam QS. 3: 140 yang mem¬pergunakan bentuk ka¬ta kerja nuda¬wiluha (ia Kami perganti-kan atau pergilirkan) , dan dalam QS. 59: 7 yang mempergunakan kata kerja duulatan (ber¬edar) . Jika di¬perhatikan, dalam ayat pertama di atas, makna kata daulat dipakai untuk pengertian pergantian kekuasaan di bi¬dang politik, sedangkan ayat kedua menunjuk pengertian kekua¬sa¬an di lapangan perekonomian .

Selain itu, dalam sejarah, istilah daulat (kedaulatan) itu juga di¬per¬gunakan untuk pengertian dinasti, rezim poli¬tik ataupun kurun waktu kekuasaan. Frasa-frasa seperti Dau¬lat Bani Umaiyah, Daulat Bani Abbasiyah, Daulat Bani Fatimiyah, dan lain-lain biasa dipakai untuk maksud me¬nun¬juk kepada pengertian dinasti atau rezim politik itu. Yang dimaksudkan dengan Daulat Bani Umaiyah , mi¬sal¬nya, adalah dinasti yang berpusat di Syria yang didirikan oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan pada akhir abad ke-6, dan sejak itu terus berkuasa secara terus temurun. Daulat berarti dinasti, sedangkan Ba¬ni berarti bangunan keluarga dan Umaiyah adalah nama yang di¬am¬bilkan dari nama keluarga pendi¬rinya, yaitu Mu’awiyah. Demikian pula dengan sebutan Daulat Abbasiyah, Daulat Osmani, dan lain sebagainya, semuanya menunjuk kepada pengertian kurun waktu dari dinasti kekuasaan.

Dengan demikian, pengertian kata kedaulatan itu da¬lam makna klasiknya berkaitan erat dengan gagasan menge¬nai kekuasaan ter¬tinggi, baik di bidang ekonomi maupun terutama di lapangan politik. Akan tetapi, dalam kaitannya dengan makna kekuasaan yang bersifat tertinggi itu, terkandung pula dimensi waktu dan proses peralihannya seba¬gai fenomena yang bersifat alamiyah. Pandangan seperti ini terdapat pula dalam pemikiran Ibn Khaldun (1332-1406) mengenai naik tenggelamnya kekuasaan negara-negara da¬lam seja¬rah umat manusia. Sebagaimana ditulis dalam Mukadimah , muncul dan tenggelamnya negara (kerajaan-kerajaan) di masa lalu atau yang disebut oleh Ibn Khaldun de¬ngan “al-daulah” itu merupakan tun¬tutan alamiah yang sangat rasional. Pandangan Ibnu Khaldun inilah yang sebe¬narnya mempengaruhi Niccolo Maciavelli (1461-1527, yang lahir kurang lebih 63 tahun setelah Ibnu Khaldun wafat) ke¬tika menulis karya monumentalnya l’Prince . Buku l’Prince ini, seperti Mukadimah, juga mengungkapkan teori yang sangat mirip mengenai naik-tenggelamnya negara dalam sejarah umat manusia.

Hal ini menunjukkan bahwa gagasan kedaulatan yang berkem¬bang di timur sebelumnya pernah turut terbawa serta ke Eropa ber¬samaan dengan pengaruh pemikiran-pemikiran kaum Muslimin ke Eropa pada abad pertengahan, sebelum munculnya gerakan Re¬naissance. Namun demikian, dalam perkembangan lebih lanjut, ga¬gas¬an kedaulatan itu sendiri di dunia barat mengalami pula per¬ubah¬an dan perkembangan¬nya sendiri. Ide kedaulatan dikem¬bang¬kan atas dasar pemi¬kiran berkenaan dengan konsep-konsep ke¬kuasaan yang bersumber kepada pemikiran Yunani dan Romawi. Bahkan, ketika gagasan kedaulatan ini diadopsi ke dalam bahasa dan kebudayaan politik masyarakat Melayu Nusantara, ide ke¬dau¬¬latan itu sendiri sudah mengalami perkembangan pesat sebagai kon¬sep mengenai kekuasaan tertinggi. Karena itulah, frasa-fra¬sa Daulat Tuanku atau Duli Tuanku Raja dan lain-lain menjadi istilah-istilah baku di lingkungan istana-istana para Raja di seluruh wilayah Nusantara, yang dipengaruhi oleh bahasa Melayu pa¬da umumnya, khususnya di pulau Sumatera . Frasa-frasa ini biasa¬nya dipergunakan untuk me¬nyebut Raja, Ratu, Permaisuri, Pangeran, dan sebagainya yang secara filosofis berisikan pernyataan dari orang yang menyebutnya bahwa sang Raja atau Pangeran itu berkuasa pe¬nuh atas dirinya.

Dengan demikian, dalam pengertian klasik, konsep kedaulatan memang dipakai untuk menyebut kurun waktu kekuasaan dan dinasti. Konsep tradisional mengenai ke¬dau¬latan itu juga dikaitkan dengan pengertian kekuasaan yang abstrak, tunggal, utuh dan tak terbagi ataupun tak terpecah-pecah, serta bersifat tertinggi dalam arti tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi. Dalam bahasa Inggris, isti¬lah kedaulatan disebut souvereignty yang berasal dari baha¬sa Latin, superanus. Perkataan ini juga berkaitan dengan kata supreme dan supremacy. Dalam istilah Jerman dan Belanda serta bahasa-bahasa Ero¬pa lain¬nya, istilah ini di¬adop¬si dan disesuaikan dengan lafal masing-masing bahasa, seperti suvereniteit, soverainette, sove¬reig¬niteit, sou¬vereyn, sovereignty, souvereyn, supera¬nus, summa po¬tes¬tas, maiestas (majesty), dan lain-lain sebagainya yang diadopsi dari bahasa-bahasa Inggris, Perancis, Jerman, Spanyol, Belanda, dan Italia, yang dipe¬nga¬ruhi oleh Bahasa Latin. Semua istilah tersebut di atas me¬nunjuk kepada pengertian kekuasaan tertinggi.

Dalam berbagai literatur politik, hukum, dan teori kenegaraan pada zaman sekarang, terminologi kedaulatan (souvereignty) itu pada umumnya diakui sebagai konsep yang dipinjam dari bahasa Latin, soverain dan superanus, yang kemudian menjadi sovereign dan sovereignty dalam bahasa Inggris yang berarti penguasa dan kekua¬saan yang tertinggi. Dalam bahasa Arab modern dewasa inipun, istilah kedaulatan tersebut dipahami dalam konteks makna kata souvereignty sebagaimana di Barat . Dengan demikian, da¬pat di¬ka¬takan bahwa dalam perkembangan sejarah telah terjadi perubahan dan pergeseran-pergeseran makna sede¬mikian rupa sehingga ter¬minologi kedaulatan dalam bahasa politik Indonesia sudah tidak terbedakan lagi maknanya, apakah berasal dari sumber Barat atau sumber aslinya istilah itu pertama kali dipinjam, yaitu dari bahasa Arab. Karena itu, yang terpenting adalah bahwa secara teknis, kon¬sep kedau¬latan itu berkaitan dengan konsep kekuasaan yang ter¬tinggi.

Kedaulatan dalam pandangan klasik tidak da¬pat dipisahkan dari konsep negara. Tanpa kedau¬latan, apa yang dinamakan negara itu tidak ada, karena tidak berjiwa. Majesty atau Sovereignty itu menurut Bodin adalah “...the most high, absolute, and perpetual power over the citizens and subjects in a commonweale”. Perta¬ma, kedaulatan itu bersifat (i) mutlak, (ii) abadi, dan karena itu juga harus bersifat (iii) utuh, tunggal, dan tak terbagi-bagi atau terpecah-pecah, serta (iv) bersifat tertinggi dalam arti tidak terde¬rivasikan dari kekuasaan yang lebih tinggi . Kedua, kekuasaan berdaulat dalam negara itu berkaitan de¬ngan fungsi legislatif, yaitu negara itu berdaulat dalam mem¬buat hukum atau undang-undang dan atau mengha¬pus¬kan hukum. Ketiga, hukum itu sendiri merupakan perintah dari yang berdaulat tersebut yang pada za¬mannya memang ber¬ada di tangan Raja.

Konsep kekuasaan tertinggi itu sendiri dengan demi¬kian dapat ber¬sifat internal dalam suatu negara, dan dapat pula bersifat eksternal, yaitu kekuasaan mutlak dan merdeka suatu negara berhadapan dengan negara lain . Karena di dalamnya terkandung dua konteks pengertian sekaligus, yaitu: Pertama, kekuasaan tertinggi dalam nega¬ra atau souvereignty in the state yang berkaitan dengan pengertian kedaulatan yang bersifat internal. Kedua, konsep kedaulatan negara (state’s souvereignty) berkaitan dengan pengertian kedaulatan yang bersifat eksternal, yaitu souvereignty of the state dalam berhadapan negara berdaulat lainnya. Inilah yang biasa disebut dengan konsep kedaulatan negara dalam hukum Internasional.

Sebagai salah satu alat analisis yang penting, dapat pula dikemu¬kakan bahwa pemahaman terhadap konsep kedaulatan itu dapat di¬bagi ke dalam dua aspek. Keduanya saling berkaitan satu sama lain, yaitu soal lingkup kekuasaan (scope of power) dan soal jangkauan kekuasaan itu (domain of power) . Lingkup kedaulatan berkenaan dengan soal akti¬vitas yang tercakup dalam fungsi kedaulatan, se¬dang¬kan jangkauan kedaulatan berkaitan dengan siapa yang menjadi subjek dan pemegang kedaulatan sebagai konsep mengenai ke¬kuasaan yang tertinggi (the sovereign) . Dalam kaitan dengan ling¬kup kedaulatan, aktivitas kekuasan tertingga me¬li¬puti proses atau kegiatan pengambilan keputusan (decision making process). Di sini dipersoalkan, seberapa besar ke¬ku¬at¬an keputusan yang ditetapkan itu di bidang legislatif atau¬pun eksekutif. Sedangkan jangkauan ke¬dau¬latan berkaitan dengan apa atau siapa yang memegang kekuasaan dan siapa atau apa yang menjadi objek atau sasaran yang dijangkau oleh kekuasaan tertinggi itu.

Dengan demikian suatu negara merdeka adalah negara yang berdaulat, yaitu negara yang memiliki kekuasaan tertinggi pada organ negara itu sendiri. Esensi dari kedaulatan adalah adanya kekuasaan untuk menentukan tujuan dan cita-cita sendiri, serta mengelola sumber daya sendiri, serta memilih dan menentukan jalan sendiri untuk mencapai tujuan dan cita-cita tersebut. Tanpa itu semua, suatu negara tidak dapat dikatakan sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itulah kedaulatan menjadi unsur konstitutif suatu negara.

Makna kedaulatan tersebut dalam pelaksanaannya adalah kemandirian suatu bangsa. Mohammad Hatta yang mendeklarasikan Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925 telah menyatakan:
Perhimpunan Indonesia menghendaki suatu kebijaksanaan menyandarkan diri pada kekuatan sendiri, yaitu suatu kebijaksanaan berdiri di atas kaki sendiri. Perhimpunan ini akan mengumandangkan perasaan hormat pada diri sendiri ke dalam kalbu rakyat Indonesia. Sebab hanya suatu bangsa yang telah menyingkirkan perasaan tergantung saja yang tidak takut akan hari depan. Hanya suatu bangsa yang faham akan harga dirinya maka cakrawalanya akan terang-benderang.


Kemandirian hanya dapat diperoleh jika suatu bangsa memiliki kedaulatan. Sebaliknya, kedaulatan hanya dapat diwujudkan dan dipertahankan jika suatu bangsa tidak bergantung kepada bangsa lain. Bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang mandiri baik secara politik, ekonomi, maupun budaya. Kemerdekaan dan kedaulatan menjadi tidak bermakna jika suatu bangsa bergantung atau selalu dipaksa menuruti kehendak bangsa lain. Namun demikian kemandirian tidak berarti mengucilkan diri dari bangsa-bangsa lain. Kemandirian memiliki sisi dinamis antara interdependensi dan independensi.

B. TANTANGAN KEDAULATAN DAN KEMANDIRIAN
Pada masa lalu, ancaman terhadap kedaulatan dan kemandirian adalah penjajahan oleh negara lain. Untuk menguasai atau menjajah suatu negara, harus dilakukan dengan pendudukan secara fisik dan mengambil-alih pemerintahan negara yang dijajah. Namun di era modern ini hal itu kecil kemungkinan dapat terjadi karena prinsip kemerdekaan adalah hak semua bangsa telah diakui secara universal, bahkan memiliki instrumen hukum dan paksaan untuk menegakkannya melalui organisasi PBB. Kalaupun invansi dapat dilakukan, harus memiliki alasan cukup kuat, bukan semata-mata atas kehendak untuk menjajah. Bahkan upaya tersebut dalam praktikknya hanya dilakukan oleh negara-negara kuat seperti Amerika Serikat terhadap Afghanistan dan Irak, serta oleh Rusia terhadap Georgia. Itupun akan mendapatkan kecaman dari seluruh penjuru dunia.

Penguasaan suatu negara atas negara lain di era modern ini dilakukan secara tidak langsung dengan cara menciptakan ketergantungan, terutama di bidang ekonomi yang kemudian dengan mudah dapat meluas ke bidang politik dan sosial. Ancaman tersebut sangat besar di era globalisasi yang mengaburkan batas-batas antar negara sebagai konsekuensi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, serta kecenderungan semakin kuatnya rezim perdagangan dan persaingan bebas. Dalam situasi dunia yang penuh persaingan saat ini, sesungguhnya setiap bangsa dapat menguasai bangsa lain, atau sebaliknya dikuasai oleh bangsa lain. Hal itu semua bergantung kepada bangsa itu sendiri dalam mengelola segala potensi kemampuan yang dimiliki.

Kedaulatan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai bangsa yang merdeka adalah dasar pijakan untuk menjadi bangsa yang mandiri. Kemandirian yang sudah dicita-citakan oleh para pendiri bangsa bukanlah hayalan belaka karena Tuhan Yang Maha Kuasa telah memberikan kekayaan berlimpah. Indonesia memiliki wilayah darat seluas 1.922.570 km² yang subur dan dipenuhi dengan kekayaan alam di dalamnya, serta lautan seluas 3.257.483 km² yang penuh hasil laut baik perikanan maupun tambang. Kita memiliki 17.504 pulau dan lebih dari 210 juta penduduk.

Namun tampaknya kekayaan yang kita miliki tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Wilayah daratan yang sangat luas dan subur, yang pernah menghasilkan swasembada beras, ternyata saat ini belum mampu dikelola dengan baik sehingga pada tahun 2008 ini impor beras diprediksi mencapai 400 ribu ton. Jika tidak ada upaya yang sungguh-sungguh, jumlah impor tersebut akan semakin meningkat mengingat pertambahan jumlah penduduk sehingga pada tahun 2018 dibutukan beras sebanyak 40,182 juta ton untuk kebutuhan pangan 270,8 juta penduduk. Hal itu belum memperhatikan alih fungsi lahan sawah yang semakin menyempit.

Kekayaan hutan yang sangat luas juga belum mampu dikelola dengan baik. Bahkan kita masih dirugikan akibat illegal logging sekitar Rp. 30 Triliun setiap tahun, atau sekitar Rp. 83 Miliar setiap hari. Kerugian tersebut tentu lebih besar lagi jika memperhitungkan dampak illegal logging berupa bencana alam dan punahnya khazanah flora, fauna, dan plasma nutfah yang ada di dalam hutan.

Di sektor energi, bangsa Indonesia pernah menikmati hasil ekspor minyak bumi di awal Orde Baru. Saat inipun Indonesia masih kaya bahan tambang energi baik berupa minyak bumi, batu bara, serta gas alam. Namun akibat kebijakan privatisasi yang tidak terkendali, saat ini 85,4% perusahaan energi dikuasai oleh perusahaan asing dengan penerimaan pada tahun 2006 sebesar Rp. 370 Triliun yang jauh lebih besar dari penerimaan negara di sektor ini yang hanya mencapai Rp. 220,8 Triliun.

Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dari sisi yang lebih umum saat ini diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menunjukkan tingkat kemiskinan, kemampuan baca tulis, pendidikan, harapan hidup, dan faktor-faktor lainnya. IPM dikembangkan pada tahun 1990 oleh ekonom Pakistan Mahbub ul Haq dan digunakan oleh UNDP sejak tahun 1993. Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh warga negara. Pilihan-pilihan tersebut dimaksudkan untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang dapat diukur dari kreteria berumur panjang dan sehat, menguasai ilmu pengetahuan, mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup layak, dan memiliki kebebasan politik dan jaminan atas hak asasi manusia.

Pada tahun 2007, angka IPM Indonesia adalah 0,728 dan berada diurutan ke 108, sedikit berada di atas Vietnam. Potret pembangunan manusia Indonesia akan terlihat semakin suram jika dibandingkan dengan perkembangan negara-negara lain. Laporan perkembangan regional Millenium Development Goals (MDG’s) menunjukkan pencapaian program pengentasan kemiskinan dan gizi buruk, masalah pencemaran lingkungan, penyediaan air bersih, serta sanitasi berada dalam kategori Off track-Slow yang berarti baru akan mencapai target setelah tahun 2015.

Ukuran lain yang biasa digunakan untuk melihat kemandirian bangsa adalah posisi hutang luar negeri. Hal itu karena semakin besar hutang luar negeri suatu negara, semakin besar pula tingkat ketergantungannya. Hutang tidak diberikan begitu saja oleh suatu negara, tetapi selalu diikuti dengan persyaratan-persyaratan baik terkait dengan pencairan dan pemanfaatan dana hutang, maupun lebih luas lagi terkait dengan kebijakan negara dalam kaitannya dengan negara pemberi hutang. Sayangnya saat ini posisi hutang Indonesia masih cukup besar, yaitu US$ 59,05 Miliar atau Rp. 590 Triliun.

Kondisi di atas telah mempengaruhi posisi Indonesia di hadapan bangsa-bangsa lain. Kebijakan perekonomian, baik sektor moneter maupun keuangan tidak lagi sepenuhnya dapat ditentukan bangsa Indonesia sendiri. Bahkan berbagai kebijakan di bidang hukum dan politik juga ditengarai banyak pihak telah diintervensi oleh kepentingan negara lain. Oleh karena itu wajar jika ada pihak yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki kemandirian karena terlalu banyak didikte oleh negara lain, sehingga kedaulatan bangsa pun dipertanyakan.

Mewujudkan kemandirian adalah tantangan bangsa Indonesia saat ini dan di masa mendatang. Kekayaan bangsa Indonesia masih cukup berlimpah walaupun telah dieksploitasi selama masa penjajahan dan telah banyak disia-siakan selama ini. Salah satu peluang yang dimiliki oleh bangsa Indonesia misalnya adalah krisis energi yang terjadi di dunia yang juga akan merambah menjadi krisis pangan karena banyaknya tanaman pangan yang digunakan untuk produksi bioenergi serta lahan yang digunakan untuk tanaman penghasil energi. Dengan wilayah yang luas dan subur, bangsa Indonesia sesungguhnya mampu menjadi penghasil pangan dan bioenergi terbesar di dunia. Belum lagi energi alternatif berupa arus angin, matahari, dan panas bumi yang melimpah dan tersedia sepanjang tahun.

C. UUD 1945 SEBAGAI PEMIMPIN
UUD 1945 merupakan konstitusi bangsa Indonesia yang berkedudukan sebagai hukum tertinggi. Oleh karena itu kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi harus dilaksanakan sesuai dengan nilai-nilai dan ketentuan-ketentuan yang ada dalam UUD 1945. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”

Dasar keberadaan UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia adalah kesepa¬katan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayo¬ritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara itu diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut negara. Kata kunci¬nya adalah konsensus atau general agreement. Konsensus yang kemudian diwujudkan dalam konstitusi dapat dipahami substansinya meliputi tiga hal, yaitu:
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of society or general acceptance of the same philosophy of government).
2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara (the basis of government).
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prose¬dur-prosedur ketatanegaraan (the form of institutions and procedures).

Kesepakatan (consensus) pertama, yaitu berkenaan de¬ngan cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konsti¬tusi dan konsti¬tusionalisme di suatu negara. Karena cita-cita bersama itulah yang pada puncak abstraksinya paling mung¬kin mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup di tengah pluralisme atau kema¬jemukan. Oleh karena itu, di suatu masyarakat untuk menjamin ke¬ber¬samaan dalam kerangka kehidupan bernegara, diperlukan pe¬rumusan tentang tujuan-tujuan atau cita-cita bersama yang biasa ju¬ga disebut sebagai falsafah kenegaraan atau staatsidee (cita negara) yang berfungsi sebagai filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa’ di antara sesama warga masyarakat dalam kon¬teks kehidupan bernegara.

Di Indonesia, dasar-dasar filosofis yang dimaksudkan itulah yang biasa disebut sebagai Pancasila yang berarti lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewu¬judkan empat tujuan bernegara sebagaimana menjadi bagian dari UUD 1945 pada bagian Pembukaan. Lima prinsip dasar Panca¬sila itu mencakup sila atau prinsip (i) ke-Tuhanan Yang Maha Esa, (ii) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, (iii) Persatuan Indonesia, (iv) Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan (v) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kelima sila tersebut dipakai sebagai dasar filosofis-ideologis untuk mewujudkan empat tujuan atau cita-cita ideal berne¬gara, yaitu: (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (ii) meningkatkan kesejah¬teraan umum, (ii) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerde¬kaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial. Tujuan atau cita-cita bernegara dan dasar-dasar negara tersebut dijabarkan secara operasional dalam ketentuan-ketentuan UUD 1945.

Kesepakatan kedua adalah kesepakatan bahwa basis peme¬rin¬tahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi. Kesepakatan atau konsensus kedua ini juga sangat prinsipil, karena dalam setiap negara harus ada keyakinan bersama bahwa apapun yang hendak dilakukan dalam konteks pe¬nyelenggaraan negara haruslah didasarkan atas rule of the game yang ditentukan bersama. Bahkan di Amerika Serikat istilah ini dikembangkan menjadi jargon, yaitu “The Rule of Law, and not of Man” untuk menggam¬barkan pe¬ngertian bah¬wa hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan manusia atau orang.

Istilah “The Rule of Law” jelas berbeda dari istilah “The Rule by Law”. Dalam istilah terakhir ini, kedudukan hukum (law) digam¬barkan hanya sekedar bersifat instru¬mentalis atau alat, sedangkan kepemimpinan tetap berada di tangan orang atau manusia, yaitu “The Rule of Man by Law”. Dalam pengertian demikian, hukum dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem yang di puncaknya terdapat pengertian mengenai hukum dasar yang tidak lain adalah konstitusi, baik dalam arti naskah tertulis ataupun dalam arti tidak tertulis. Dari sinilah kita mengenal adanya istilah consti¬tutional state yang merupakan salah satu ciri penting negara demokrasi modern. Karena itu, kesepakatan tentang sistem aturan sangat penting se¬hingga konstitusi sendiri dapat dija¬dikan pegangan tertinggi dalam memutuskan sega¬la sesuatu yang harus didasarkan atas hukum. Tanpa ada konsensus semacam itu, konstitusi tidak akan berguna, karena ia akan sekedar berfungsi sebagai kertas dokumen yang mati, hanya bernilai semantik dan tidak berfungsi atau tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.

Kesepakatan ketiga adalah berkenaan dengan (a) ba¬ngunan organ negara dan prosedur-prosedur yang mengatur kekuasaannya, (b) hubungan-hubungan antar organ negara itu satu sama lain, serta (c) hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara. Dengan adanya kesepa¬kat¬an itu, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena benar-benar mencerminkan keinginan bersama ber¬ke¬naan dengan institusi kenegaraan dan mekanisme ke¬tatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan negara berkonstitusi (constitutional state). Kese¬pakatan-kesepakatan itulah yang dirumuskan dalam doku¬men konstitusi yang diharapkan dijadikan pegangan bersama untuk kurun waktu yang cukup lama. Para peran¬cang dan perumus konstitusi tidak seharus¬nya membayang¬kan, bahkan naskah konstitusi itu akan sering diubah dalam waktu dekat. Konstitusi tidak sama dengan undang-undang yang dapat lebih mudah diubah. Karena itulah mekanisme perubahan Undang-Undang Dasar memang sudah seharus¬nya tidak diubah semudah mengubah undang-undang. Sudah tentu, tidak mudahnya mekanisme perubahan un¬dang-undang dasar tidak boleh menyebabkan undang-undang dasar itu menjadi terlalu kaku karena tidak dapat diubah. Konstitusi juga tidak boleh disakralkan dari kemung¬kinan perubahan seperti yang terjadi di masa Orde Baru.

Oleh karena itu, upaya mewujudkan kemandirian bangsa sesungguhnya adalah upaya mewujudkan cita-cita nasional dengan cara menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana prinsip-prinsip dasarnya trelah digariskan dalam UUD 1945. Bahkan, kedudukan konstitusi sebagai kesepakatan nasional yang mempersatukan bangsa, maka konstitusi oleh Thomas Paine dikatakan bahwa konstitusi juga berfungsi sebagai “a national symbol”. Konstitusi dapat berfungsi sebagai pengganti raja dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi yang bersifat seremonial dan fungsi pemersatu bangsa seperti yang biasanya dikaitkan dengan fungsi kepala negara. Karena itu, konstitusi juga memiliki fungsi lain, yaitu sebagai kepala negara simbolik dan sebagai kitab suci dari suatu agama civil atau syari’at negara (civil religion).

Sebagai kepala negara simbolik, konstitusi berfungsi sebagai; (i) simbol persatuan (symbol of unity), (ii) lambang identitas dan keagungan nasional suatu bangsa (majesty of the nation), dan atau (iii) puncak atau pusat kekhidmatan upacara (center of ceremony). Sedangkan sebagai kitab suci simbolik (symbolic civil religion), konstitusi berfungsi sebagai; (i) dokumen pengendali (tool of political, social, and economic control), dan (ii) dokumen perekayasa dan bahkan pembaruan ke arah masa depan (tool of political, social and economic engineering and reform).

Untuk mencapai tujuan nasional dan melaksanakan penyelenggaraan negara berdasarkan Pancasila, yang di antaranya adalah mempertahankan kedaulatan negara dan membangun kemandirian bangsa, UUD 1945 telah memberikan kerangka susunan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Norma-norma dalam UUD 1945 tidak hanya mengatur kehidupan politik tetapi juga kehidupan ekonomi dan sosial. Hal ini karena para pendiri bangsa menghendaki bahwa rakyat Indonesia berdaulat secara penuh, bukan hanya kedaulatan politik. Maka UUD 1945 merupakan konstitusi politik, konstitusi ekonomi, dan konstitusi sosial yang harus menjadi acuan dan landasan secara politik, ekonomi, dan sosial, baik oleh negara (state), masyarakat (civil society), ataupun pasar (market).

Sebagai konstitusi politik, UUD 1945 mengatur masalah susunan kenegaraan, hubungan antara lembaga-lembaga negara, dan hubungannya dengan warga negara. Hal ini misalnya diatur dalam Bab I tentang Bentuk Kedaulatan, Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab V tentang Kementerian Negara, Bab VI tentang Pemerintah Daerah, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah, Bab VIIB tentang Pemilu, Bab VIII tentang Hal Keuangan, Bab VIIIA tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, Bab IX tentang Wilayah Negara, Bab X tentang Warga Negara Dan Penduduk khususnya Pasal 26, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 28I ayat (5), Bab XII tentang Pertahanan Dan Keamanan Negara, Bab XV tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, Bab XVI tentang Perubahan Undang-Undang Dasar, Aturan Peralihan, dan Aturan Tambahan.

Sebagai konstitusi ekonomi, UUD 1945 juga mengatur bagaimana sistem perekonomian nasional seharusnya disusun dan dikembangkan. Ketentuan utama UUD 1945 tentang sistem perekonomian nasional dimuat dalam Bab XIV Pasal 33. Ketentuan tentang sistem perekonomian nasional memang hanya dalam satu pasal yang terdiri dari lima ayat. Namun ketentuan ini harus dielaborasi secara konsisten dengan cita-cita dan dasar negara berdasarkan konsep-konsep dasar yang dikehendaki oleh pendiri bangsa. Selain itu, sistem perekonomian nasional juga harus dikembangkan terkait dengan hak-hak asasi manusia yang juga mencakup hak-hak ekonomi, serta dengan ketentuan kesejahteraan rakyat.

Sebagai konstitusi sosial, UUD 1945 mengatur tata kehidupan bermasyarakat terutama dalam Bab X tentang Warga Negara Dan Penduduk khususnya Pasal 27 dan Pasal 28, Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, Bab XIII tentang Pendidikan Dan Kebudayaan, dan Bab XIV tentang Perekonomian Nasional Dan Kesejahteraan Rakyat khususnya Pasal 34.

Ketentuan-ketentuan tersebut memberikan kerangka bagaimana upaya menjalankan dan mempertahankan kedaulatan serta mencapai kemandirian nasional. Oleh karena itulah agenda mempertahankan kedaulatan serta membangun kemandirian bangsa sesunggunya dapat dilakukan dengan senantiasa berpegang teguh dan melaksanakan UUD 1945. Hal itu sesuai dengan fungsi konstitusi sebagai kitab suci simbolik (symbolic civil religion), yang merupakan dokumen pengendali (tool of political, social, and economic control), dan dokumen perekayasa dan pembaruan ke arah masa depan (tool of political, social and economic engineering and reform).

Dalam fungsinya yang demikian, UUD 1945 dapat disebut sebagai pemimpin yang harus dipatuhi. Dengan demikian ketundukan kepada konstitusi juga dapat dipahami sebagai implikasi dari kewajiban umat Islam tunduk kepada para pemimpin (ulil amri). Konsep kepemimpinan dalam hal ini tidak harus dimaknai sebagai figur personal, tetapi lebih pada sesuatu yang memberikan pedoman dan petunjuk. Sebagai umat Islam, sebagai imam kita adalah al-Qur’an. Sedangkan sebagai bangsa Indonesia, pemimpin yang sesungguhnya adalah UUD 1945.

D. FIGUR KEPEMIMPINAN NASIONAL
Sebagai negara modern yang menganut prinsip demokrasi berdasarkan hukum, masa depan bangsa dan negara tidak diletakkan dipundak seorang pemimpin semata. Masalah kehidupan berbangsa dan bernegara terlalu kompleks jika harus dipikirkan dan diserahkan pada seorang saja. Jika hal itu terjadi, bukan saja akan banyak permasalahan yang tidak terselesaikan, bahkan yang muncul adalah penyalahgunaan kekuasaan. Hal itu sudah menjadi hukum besi bahwa kekuasaan cenderung disalahgunakan dan kekuasaan yang mutlak sudah pasti disalahgunakan (powers tend to corrup, absolut power corrup absolutly).
Keberhasilan penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara ditentukan oleh berjalannya sistem yang telah ditentukan oleh konstitusi, terutama oleh lembaga-lembaga negara yang telah ditentukan wewenang dan tugasnya masing-masing. Upaya mempertahankan kedaulatan dan membangun kemandirian bangsa tidak dapat hanya diserahkan kepada Presiden, tetapi ditentukan oleh jabatan-jabatan lain dalam sistem ketatanegaraan seperti anggota DPR, hakim, menteri, gubernur, bupati, walikota, dan lain-lain. Dengan demikian kepemimpinan nasional adalah kepemimpinan kolektif.

Oleh karena itu yang dimaksud dengan pemimpin dalam hal ini adalah orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan sebagai penyelenggara negara. Pemimpin-pemimpin inilah yang harus dipilih dan dikawal oleh rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Karena pemimpin-pemimpin tersebut tugas utamanya adalah melaksanakan UUD 1945, maka yang diperlukan adalah pemimpin yang memahami keseluruhan UUD 1945. Dengan demikian para pemimpin tersebut memahami apa yang menjadi tujuan dan cita-cita bangsa ini, apa yang harus dilakukan untuk mencapai cita-cita dan tujuan tersebut sesuai dengan lingkup wewenangnya, serta sampai di mana batas kekuasaan yang dimilikinya. Pemahamah tersebut harus didukung oleh keberanian untuk menegakkan UUD 1945 sebagai hukum tertinggi dalam negara berdaulat.

Selain kriteria tersebut, tentu setiap kelompok masyarakat memiliki ukuran dalam memilih pemimpinnya. Bagi umat Islam misalnya, seorang pemimpin selalu diharapkan memenuhi sifat-sifat kepemimpinan Nabi Muhammad yang meliputi (1) shidiq, yaitu orang yang benar; (2) amanah, orang yang jujur dan dapat dipercaya; (3) tabligh, yaitu orang yang menyampaikan pesan-pesan Illahiyah; serta (4) fathonah, yaitu orang yang cerdas. Kecerdasan dalam hal ini meliputi tidak hanya kecerdasan intektual, tetapi juga kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Sifat-sifat tersebut dapat diteladani dari sifat-sifat Rasulullah.

Nabi Muhammad saw adalah pemimpin yang selalu berkata benar (shidiq), bahkan memegang prinsip “Apabila tidak bisa berkata benar dan jujur maka lebih baik diam”. Oleh karena itu pemimpin yang kita pilih hendaknya mengetahui dengan benar persoalan yang dihadapi, termasuk mengetahui dengan benar apa yang menjadi tugas dan kewajibannya berdasarkan UUD 1945. Demikian pula dengan kebijakan dan keputusan-keputusan yang diambil, harus didasarkan pertimbangan dan data-data yang diyakini kebenarannya.

Rasulullah adalah pemimpin yang senantiasa menjunjung tinggi amanah yang diberikan. Oleh karena itu beliau disebut “Al-amin” atau orang yang terpercaya. Sikap amanah tersebut diakui baik oleh kaum muslimin maupun kelompok yang berbeda agama sehingga beliau dipercaya sebagai kepala pemerintahan di negara madinah yang penduduknya tidak hanya kaum muslimin. Dalam konteks saat ini seorang pemimpin harus senantiasa menyadari bahwa kekuasaan yang dimiliki adalah amanat dari rakyat yang harus digunakan untuk mencapai tujuan dibentuknya kekuasaan itu sendiri.

Karena kekuasaan yang dipegang oleh seorang pemimpin adalah amanat, maka sudah sewajarnya jika pemimpin bersikap transparan. Sikap ini juga diperlukan sekaligus sebagai upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Sifat transparan ini merupakan salah satu unsur dari sifat tabligh, yang selain itu juga dapat dimaknai dengan menyampaikan setiap kebenaran dan diluruskannya segala hal yang dianggap keliru dengan cara yang bijaksana (al-hikmah) dan tutur kata yang santun (al-mauidzhah al-hasanah) serta diiringi alasan dan logika yang kokoh (al-mujadalah).

Untuk dapat menjalankan amanah sebagai pemimpin, tentu seseorang harus memiliki kemampuan melebihi yang dipimpin. Oleh karena itu pemimpin harus memiliki kecerdasan baik dari sisi intelektual sehingga memiliki pemahaman mendalam dan wawasan luas dalam mengambil kebijakan, kecerdasan emosial sehingga bisa bergaul dan menyelami kondisi rakyat, serta kecerdasan spiritual sehingga menempatkan kekuasaan sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Hal itu dapat kita teladani dari Nabi Muhammad saw yang yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata (fathanah).

Dunia Porno Itu Gelap dan Suram (sebuah catatan dari mantan “Aktris Porno”)

Sumber: www.hidayatullah.com
Shelley Luben mantan aktris porno mengaku bisa keluar dari dunia gelap bernama 'industri pornografi’ dan memilih menjadi aktivis melawan ekploitasi seksual terhadap gadis-gadis muda Amerika.

Hidayatullah.com--Gadis cantik, bertubuh seksi dan mata yang membangkitkan gairah seakan-akan berkata "i want You". Itu kesan yang terlihat di setiap sampul film porno. Tapi, bisa jadi itulah tipuan terbesar sepanjang masa. Inilah kisah dan pengakuan Shelley Luben tentang masa buruk dan seluk beluk industri maksiat itu. Tulisan ini diturunkan sebagai pelajaran bagi kita semua. Terutama para aktivis yang “menurut mata” terhadap dampak industri pornografi.

Percayalah, Aku tahu
“Aku dulu pernah melakukannya sepanjang waktu dan aku melakukannnya karena nafsuku akan kekuasaan dan kecintaanku kepada uang. Aku tidak pernah menyukai seks. Bahkan Aku tidak menginginkannya dan faktanya aku lebih banyak minum Jack Daniels (jenis minuman alkohol import original. Sejenis Jhonny Walke yang juga masuk Indonesia, red) daripada bersama para pria yang dibayar seperti aku untuk "berpura-pura" di film.

Ya Benar tidak ada diantara kami –gadis-gadis blonde yang menyukai being in porn movie. Kami benci disentuh oleh orang asing yang sama sekali tidak peduli dengan kami. Kami benci dianggap rendah oleh mereka, laki-laki dengan keringat dan bau busuknya. Beberapa diantara kami sering sampai muntah di kamar mandi saat break syuting. Sedangkan yang lainnya berusaha menenangkan diri dengan merokok Marlboro tanpa henti.

Tapi porn industry (industri pornografi) ingin agar kamu selalu berpikir kalau kami artis porno sangat menyukai seks. Mereka ingin kamu percaya bahwa kami senang dilecehkan seperti binatang dalam berbagai jenis adegan di film. Kenyataannya, artis porno sering tidak tahu apa saja adegan yang akan mereka lakukan saat pertama kali datang ke lokasi syuting dan kami hanya diberi dua pilihan oleh produser: "Lakukan atau Pulang Tanpa Bayaran. Kerja atau tidak akan bisa kerja lagi."

Iya memang benar kami punya pilihan. Beberapa diantara kami memang sangat memerlukan uang. Tapi kami dimanipulasi, dipaksa bahkan diancam. Beberapa diantara kami terjangkit AIDS karena profesi ini. Atau tertular herpes dan berbagai macam penyakit kelamin lain yang sukar disembuhkan. Salah seorang artis film porno setelah syuting dengan menahan sakit sepanjang hari setelah sampai dirumah menembak kepalanya dengan pistol.

Kebanyakan dari artis porno mungkin berasal dari keluarga yang berantakan dan pernah mengalami pelecehan seksual dan perkosaan dari keluarga atau tetangganya sendiri. Saat kami kecil kami hanya ingin bermain dengan boneka, bukan mendapatkan trauma saat seorang laki-laki dewasa berada diatas tubuh kami.

Jadi sejak kecil kami belajar bahwa seks bisa membuat kami berharga. Dan dengan semua pengalaman mengerikan itu kami menipu kalian di depan kamera padahal sebenarnya kami membenci di setiap menitnya. Karena trauma itu kebanyakan artis porno hidupnya tergantung kepada alkohol dan narkotika. Dan hidup kami juga selalu diliputi ketakutan akan terjangkit HIV atau penyakit kelamin lainnya seperti; Herpes, gonorrhea, syphilis, chlamydia, dll. setiap hari menghantui kami.

Menurut catatan Shelley dalam situs web nya. Sebelas bintang pornografi pornografi mati akibat HIV, bunuh diri, pembunuhan dan obat pada tahun 2007. Antara 2003 dan 2005, 976 orang pemain dilaporkan dengan 1.153 hasil positif STD. 66% dari pemain pornografi terkena Herpes, penyakit yang tak dapat disembuhkan.

Memang setiap bulan kami diperiksa tapi kamu tahu, kalau hal tersebut tidak akan bisa mencegah kami tertular penyakit-penyakit mematikan itu. Selain penyakit, adegan syuting tidak kalah mengerikannya, banyak dari kami mengalami luka sobek atau luka pada organ tubuh bagian dalam kami.

Diluar syuting kami sering berharap bisa menjalani hidup yang normal. Tapi sangat sulit menjalin hubungan yang normal dengan laki-laki ‘biasa’, maka dari itu kebanyakan dari kami menikah dengan sutradara film porno atau menjalani hidup sebagai lesbian. Buat aku, momen yang tidak akan terlupakan adalah ketika tanpa sengaja anak perempuanku melihat ibunya yang telanjang sedang berciuman dengan gadis lain. Anakku pasti akan terus mengingatnya juga.

Pada hari yang lain kami bisa berubah seperti zombie dengan botol bir di tangan kanan dan gelas wisky di tangan kiri. Kami tidak suka bersih-bersih jadi sering kali kami harus menyewa pembantu untuk membersihkan kotoran kami. Selain itu artis porno benci memasak sendiri. Biasanya kami memesan makanan yang kemudian kami muntahkan lagi karena kebanyakan dari kami menderita bulimia, semacam gejala lapar yang tidak pernah terpuaskan.

Bagi artis porno yang memiliki anak, kami adalah ibu yang paling buruk. Kami menjerit dan bahkan memukul anak kami tanpa alasan. Seringkali saat kami begitu mabuknya sampai-sampai anak kami yang berumur 4 tahun yang menyeret kami dari lantai. Dan ketika ada tamu (kebanyakan karena alasan seks) kami harus mengunci anak kami terlebih dulu dikamar dan menyuruh mereka untuk diam. Kalau aku biasa membekali anak gadisku dengan pager dan kusuruh dia menungguku di taman sampai aku selesai dengan tamuku.”

Semua Tipuan...
“Kalau kamu bisa melihat lebih dalam kehidupan artis film porno mungkin kamu akan kehilangan minat menonton film porno. Kenyataan sebenarnya kami artis film porno ingin mengakhiri semua rasa malu ini dan semua trauma dalam hidup kami. Tapi sayangnya kami tidak bisa melakukannya sendiri.

Kami berharap kalian kaum pria membantu kami, memperjuangkan kebebasan dan kehormatan kami. Kami ingin kalian memeluk kami saat kami menghapus air mata dan menyembuhkan luka di hati kami. Kami berharap kalian mau berdoa untuk kami dan semoga Tuhan akan mendengar dan mengampuni semua kesalahan kami di masa lalu.

Industri film porno tidak lebih dari “seks palsu” dan “tipuan kamera”. Percayalah…….!

[Kiriman Abidin MA diambil dari situs http://www.shelleylubben.com./ Tulisan ini didedikasikan oleh Shelley untuk semua aktris pornografi yang terjangkit HIV, meninggal akibat overdosis atau bunuh diri/http://www.hidayatullah.com/]

Musholla Kampus

Oleh wongbanyumas

Setiap muslim memiliki kewajiban untuk melaksanakan perintah utama yakni menunaikan ibadah sholat. Sholat menjadi tiang agama bagi setiap muslim. Pada dasarnya kita dapat melaksanakan sholat di manapun kita berada selama tempat tersebut bersih dan suci. Banyak tempat yang bisa dijadikan tempat sholat mulai dari masjid (yang artinya tempat bersujud), musholla (artinya tempat sholat), bahkan di rumah ataupun di kamar. Bagi ummat islam diwajibkan untuk menunaikan sholat berjamaah. Sholat berjamaah mempunyai fungsi sosial yakni mempertemukan manusia secara bersamaan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah.

Kehidupan kampus merupakan kehidupan yang memiliki banyak pola interaksi sosial. Kampus selalu identik dengan budaya akademik dan keilmuan. Inilah dunia kampus yang memang isinya penuh teori dan doktrin para ahli. Setiap mahasiswa di kampus diberikan kebebasan untuk bertindak dan melakukan kegiatan. Namun dibatasi oleh rambu dan batasan akademik yang mewajibkan kita untuk mempertanggungjawabkan apa yang kta perbuat secara ilmiah.

Kehidupan kampus tidak hanya berkutat dengan kelas atau ruang perpustakaan. Di kampus sendiri banyak ruang-ruang yang sering dijadikan tempat berkumpulnya para mahasiswa. Entah untuk sekedar berdiskusi materi kuliah, curhat, taupun membicarak keadaan negara saat ini. Tempat favorit para mahasiswa untuk berkumpul di kampus antara lain kantin, tempat parkir, atau selasar ruang kelas. Tiap tempat punya ciri tersendiri dan dengan tipe individu yang berbeda.

Musholla menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk kami para mahasiswa untuk melepas lelah dan berdiskusi. Selain tempat beribadah tentunya, musholla kampus mempunyai fungsi lain yang cukup strategis yakni tempat berkumpulnya para mahasiswa. Posisi yang strategis lantaran musholla bertempat ditengah kampus. Di kampus penulis musholla cukup memberikan ruang untuk mahasiswa. Memang kebanyakan mahasiswa yang ada di musholla adalah mereka yang notabene sebagai aktivis dakwah kampus atau mereka yang senang sholat dhuha. Buat mereka musholla adalah tempat yang sangat menyenangkan. Inilah musholla kampus yang punya banyak peranan dan fungsi. Begitu banyak aktivitas yang dapat dilakukan di sana.

Evaluasi Kinerja dan Kedisiplinan PNS di Jawa Tengah

Oleh Wongbanyumas

Perkembangan zaman yang semakin cepat dan tuntutan nyata di era globalisasi mendorong terjadinya perubahan kinerja aparatur pemerintah. Aparatur pemerintah dituntut bekerja lebih professional, bermoral, bersih dan beretika dalam mendukung pelayanan terhadap masyarakat. Pelayanan terhadap publik merupakan hal yang paling utama fungsi pemerintah dalam menjalankan pembangunan. Hal ini sejalan dengan tujuan dibentuknya negara kita sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Di dalam sistem pemerintahan di Indonesia, Pegawai Negeri Sipil memegang peranan penting dalam menjalankan roda pemerintahan baik di daerah maupun di pusat.

Pegawai negeri sipil (PNS) sebagai salah satu komponen dalam mewujudkan pelayanan publik yang prima kepada masyarakat. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya para PNS haruslah diawasi dengan baik. Pengawasan yang dilakukan terhadap PNS bukan bertujuan untuk membatasi ruang gerak atau kreatifitas PNS. Melainkan untuk memantau sejauh mana kinerja PNS dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Peningkatan kualitas pelayanan publik menjadi tuntutan utama masyarakat terhadap para PNS.

Dalam perjalanannya banyak pihak yang mempertanyakan kinerja PNS, terutama masyarakat. Hal ini dikarenakan begitu banyak pelayanan yang dilakukan oleh para PNS secara kurang optimal. Selain dari faktor kinerja yang dianggap kurang optimal PNS sering mendapat sorotan akibat banyaknya tindakan pelanggaran disiplin. Banyak PNS yang melakukan pelanggaran terhadap aturan disiplin PNS. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk menuntaskan hal ini. Namun upaya yang dilakukan pemerintah belum menunjukkan hasil.

Keluarnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah mempengaruhi sistem kepegawaian di Indonesia. Sistem pemerintahan yang awalnya bersifat terpusat perlahan mulai berubah. Upaya pendistribusian kewenangan kepada daerah dilakukan dengan jalan pemberian otonomi dan pendesentralisasian. Daerah diberikan kewenangan untuk melakukan pengaturan dan manajemen kepegawaian. Hal ini tentunya memberikan efek positif dalam pengelolaan kepegawaian oleh daerah.

Propinsi Jawa Tengah (jateng) merupakan propinsi yang memiliki angka PNS cukup besar. Besarnya jumlah PNS dipengaruhi banyaknya sektor kerja yang dipegang oleh birokrasi pemerintahan. Propinsi Jateng juga termasuk propinsi besar karena terletak di Pulau Jawa. Sebagaimana kita mafhumi bahwa pusat kegiatan dan aktivitas di negeri ini berada di Pulau Jawa. Sehingga PNS yang dibutuhkan guna melayani masyarakat cukup banyak.

Propinsi Jawa Tengah sendiri telah mendapatkan nilai terbaik evaluasi kinerja pemerintah daerah dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo juga mengharapkan, agar kinerja para PNS tersebut dipertahankan. Jateng dianggap mampu memberikan contoh kepada daerah lain dalam hal pelaksanaan tugas dan kinerja aparatur pemerintahan. Penilaian tersebut juga memperhitungkan tingkat pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh para PNS. Angka pelanggaran disiplin di Jawa Tengah tergolong rendah.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai evaluasi terhadap kinerja PNS kita harus mengetahui definisi PNS. Pegawai Negeri Sipil menurut UU No. 43 Tahun 1999 adalah setiap wara negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara singkat definisi PNS adalah person yang dipekerjakan oleh negara dan diserahi tugas oleh negara. Berdasarkan data total PNS berjumlah sekitar 3.780.365 (Badan Kepegawaian Negara Juni 2007).

Evaluasi kepegawaian
Dalam sebuah kegiatan manajemen peranan pengawasan sangatlah penting. Sebab hasil dari pengawasan akan dijadikan bahan pertimbangan dan evaluasi guna perencanaan ke depan. Kegiatan manajemen merupakan serangkaian upaya yang dilakukan dalam sebuah sistem/organisasi yang bermuara pada proses perencanaan dan berpangkal pada tahap evaluasi. Di antara proses perencanaan den evaluasi terdapat proses pelaksanaan. Pelaksanaan kegiatan dalam manajemen merupakan usaha yang dilakukan guna mewujudkan segala bentuk perencanaan yang telah dilakukan. Evaluai memiliki peranan penting dalam rangka menilai apakah pelaksanaan sudah memenuhi target dalam perencanaan.

Evaluasi merupakan fase terakhir dari sebuah manajemen kepegawaian dimana seorang PNS dinilai, dicek hasil keseluruhan dalam bekerja. Efektivitas kerja, pengawasan dan penilaian merupakan syarat mutlak yang harus ada di dalam sebuah manajemen kepegawaian apabila hasil yang hendak dicapai ke depan ingin lebih baik. Jika hasil yang dicapai telah baik semakin dipertahankan dan ditingkatkan, tetapi apabila hasilnya masih belum memuaskan, maka hendaknya diperbaiki, dievaluasi bagian mana yang menjadi faktor kegagalannya dan kemudian hari jangan sampai terulang lagi.

Ada dua bentuk evaluasi terhadap pegawai negeri sipil yang meliputi dua bentuk evaluasi yakni:
1. Evaluasi terhadap prestasi kerja
Dalam sebuah sistem birokrasi yang bertujuan memeberikan pelayanan terhadap masyarakat seorang PNS dituntut untuk memebrikan pelayanan yang prima. Pelayanan yang prima tersebut akan dicapai bila para pegawai dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan tugas dan fungsi. Selama ini yang paling dikeluhkan dalam pelayanan terhadap masyarakat adalah terlalu panjangnya alur birokrasi dan lamanya waktu yang dibutuhkan. Sehingga pelayanan yang diberikan sering dikatakan tidak efisien. Berdasarkan konsep negara kesejahteraan (welfarestate) sebuah negara harus menjamin kesejahteraan masyarakat. Upaya tersebut diwujudkan dalam bentuk pelayanan publik yang prima.

Pemerintah telah memberikan pedoman penilaian dengan menerbitkan PP 10 tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai negeri Sipil. Namun PP ini akan disempurnakan lebih lanjut dengan mengajukan RPP. Berdasarkan PP tersebut penilaian kinerja sifatnya sangat subjektif dalam artian tergantung pada pimpinan. Penilaian kinerja PNS seharusnya bersifat objektif, terukur, akuntabel, partisipasif dan transparan, sehingga terwujudnya pembinaan PNS berdasarkan prestasi kerja dan sistem karier.

Penilaian prestasi kinerja ialah proses untuk mengukur prestasi kinerja pegawai berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan, dengan cara membandingkan sasaran (hasil kerjanya) dengan persyaratan deskripsi pekerjaan yaitu standard pekerjaan yang telah ditetapkan selama periode tertentu. Standard kerja tersebut dapat dibuat baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Penilaian prestasi kerja PNS terdiri dari kerja individu (SKI) dan perilaku kerja. Prosentase penilaian tersebut memiliki bobot yang berbeda. Penilaian terhadap SKI sebesar 60% dan perilaku kerja sebesar 40%. Penilaian SKI meliputi aspek kuantitas; kualitas; waktu; dan/atau biaya. Evaluasi terhadap prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan melalui aspek-aspek sebagai berikut :
a. Aspek Kuantitas
Penilaian terhadap kinerja PNS dengan melihat banyaknya jumlah barang yang dihasilkan, atau jumlah pelayanan atau jasa yang diberikan dalam pelaksanaan suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu. Kuantitas pekerjaan yang baik adalah yang sesuai dengan perencanaan dan target kinerja.
b. Aspek Kualitas
Evaluasi dilakukan dengan mendasarkan pada aspek mutu barang yang dihasilkan, atau mutu pelayanan/jasa yang diberikan, dalam pelaksanaan suatu tugas pokok seorang Pegawai Negeri Sipil pada periode tertentu.
c. Aspek waktu
Penilaian kinerja mendasarkan pada banyak/lamanya waktu yang dibutuhkan dalam pemberian layanan oleh Pegawai Negeri Sipil atau menghasilkan jumlah barang kualitas yang telah disepakati, dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Semakin singkat waktu yang dibutuhkan maka akan semakin baik dan prima.
d. Aspek biaya
Variabel biaya dalam penilaian melihat besarnya anggaran yang digunakan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menghasilkan jumlah barang dan memberikan pelayanan dengan kualitas yang telah ditentukan, dengan pelaksanaan tugas pokoknya.

Penilaian SKI dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja dengan target dari aspek kuantitas, kualitas, waktu dan/atau biaya, dikalikan dengan bobot kegiatan. Sedangkan penilaian berdasarkan perilaku kerja meliputi orientasi pelayanan; integritas; komitmen; disiplin, kerjasama, kepemimpinan dan kejujuran serta kreatifitas dilakukan dengan cara pengamatan sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
1. Orientasi pelayanan
Penilaian dilakukan dengan melihat sejauhmana seorang PNS memposisikan diri sebagai pihak yang melayani masyarakat. Jika berorientasi pada pelayanan maka kinerja para pegawai negeri sipil akan mengedepankan pada kepentingan umum.
2. Integritas
Perilaku pegawai yang baik harus memiliki integritas yang tinggi serta memiliki dedikasi terhadap pekerjaannya. Kesempurnaan, ketulusan, serta bebas dar kepentingan apapun termasuk uang suap menjadi tanda seorang pegawai memiliki integritas. Isu yang sering menerpa korps PNS adalah suap dan gratifikasi.
3. Komitmen
Komitmen kerja diwujudkan dengan pelayanan yang sungguh-sungguh. Menilai perilaku kerja PNS dengan melihat kesungguhan serta keseriusan dalam memberikan pelayanan pada masyarakat.
4. Disiplin
Kedisiplinan sering menjadi masalah yang terjadi dalam manajemen kepegawaian. Kesadaran yang masih rendah dikalangan PNS membuat tingkat pelanggaran disiplin menjadi cukup banyak. Kedisiplinan dinilai berdasarkan pada kepatuhan pada aturan kepegawaian dan efektivitas dalam kerja. Faktor utama yang paling berperan adalah kurang menghargai waktu.
5. Kerjasama
Seorang pegawai negeri sipil pada dasarnya tidak bekerja sendirian dalam suatu instansi. Dalam instansi tersebut terdapat banyak pekerja lainnya. Mereka ditempatkan pada bidang yang berbeda dalam satu kantor. Meskipun berbeda PNS harus melakukan kerjasama guna mewujudkan pelayanan yang prima.
6. Kepemimpinan dan kejujuran
Faktor kepemimpinan mempengaruhi kinerja sebuah instansi pemerintah. Pegawai yang mempunyai jiwa leadership akan mampu mengarahkan rekan kerjanya untuk bekerja lebih semangat guna mengejar target yang telah dicanangkan. Selain itu PNS juga harus jujur dlam bekerja. Kejujuran tidak hanya kepada atasan melainkan juga kejujuran terhadap pelayanan yang diberikan.
7. Kreatifitas
Seorang pegawai yang kreatif mampu mengembangkan pemikirannya. Sifat stagnan yang selama ini identik dengan PNS harus dirubah. Kreatifitas serta inovatif dalam memberikan pelayanan sudah menjadi keharusan. Sehingga bila terjadi kesulitan atau hambatan pegawai negeri sipil akan dapat mengatasinya dengan baik.

Sasaran kerja individu (SKI) mewajibkan setiap PNS harus menyusun SKI berdasarkan Rencana Kerja Tahunan. SKI disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai yang memuat kegiatan tugas pokok jabatan, bobot kegiatan, sasaran kerja dan target yang harus dicapai. SKI bersifat nyata dan dapat diukur. Nilai bobot kegiatan didasarkan pada tingkat kesulitan dan prioritas dengan jumlah bobot keseluruhan 100 yang ditetapkan setiap tahun pada bulan Januari. Penilaian prestasi kerja dilakukan dengan cara menggabungkan penilaian SKI dengan penilaian perilaku kerja.

Siagian (1995:225 – 226 ) menyatakan bahwa penilaian prestasi kerja adalah “Suatu pendekatan dalam melakukan penilaian prestasi kerja para pegawai dimana terdapat berbagai faktor seperti :
1. Faktor kelemahan dan kekurangan ;
2. Faktor realistik dan obyektif ;
3. Hasil penilaian mengandung unsur nilai postif, negatif dan kesempatan untuk memahami;
4. Faktor dokumentasi dan arsip kepegawaian;
5. Merupakan bahan pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambil menyangkut kepegawaian.

2. Evaluasi terhadap kedisiplinan
Selain kinerja yang banyak dinilai kurang optimal faktor kedisiplinan pegawai negeri sipil juga sering mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Kebanyakan PNS melalaikan berbagai bentuk aturan disiplin. Memang masalah disiplin menjadi masalah utama dalam manajemen kepegawaian. Kita sering menyaksikan di layar televisi mengenai razia yang dilakukan guna menjaring PNS yang mangkir kerja. Kita juga dapat menemukan pemberitaan mengenai pelanggaran disiplin lain yang dilakukan PNS melalui media massa.

Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban . Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang pegawai yang disiplin merupakan wujud ketaatan, kepatuhan, kesetiaan terhadap peraturan kepegawaian serta cermin sikap tertib dan teratur yang dimilikinya.

Pemerintah telah membuat acuan dalam penilaian kedisiplinan melalui PP No. 30/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. PP ini menjadi panduan dalam rangka penegakan disiplin pegawai. Peraturan Disiplin PNS menurut PP No.30/1980 adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh PNS.

Pemerintah memiliki maksud dan tujuan tertentu dalam menetapkan peraturan disiplin. Maksud / tujuan peraturan disiplin tersebut adalah:
 Maksud, menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran di dalam pelaksanaan tugas Pegawai Negeri Sipil sehari – hari
 PNS yang mampu melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab, bersih dan bebas KKN

Pelanggaran Disiplin PNS
Pelangaran disiplin (pasal 4,5 PP 30/1980) adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Peraturan Disiplin PNS sendiri merupakan peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh PNS. Kewajiban dan larangan PNS meliputi :
Kewajiban PNS
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
2. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain;
3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil;
4. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya;
6. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum;
7. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
8. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara;
9. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil;
10. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, teru-tama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
11. Mentaati ketentuan jam kerja;
12. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik;
13. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya;
14. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing;
15. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya;
16. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya;
17. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya;
18. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya;
19. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengem-bangkan kariernya;
20. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan;
21. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
22. Hormat menghormati antara sesama warganegara yang memeluk Agama / kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, yang berlainan;
23. Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam masyarakat;
24. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;
25. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang;
26. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin;

Larangan PNS
1. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;
2. Menyalahgunakan wewenangnya
3. Tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing;
4. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara;
5. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah;
6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara;
7. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya;
8. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
9. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;
10. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
11. Melakukan sesuatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;
12. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
13. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang di- ketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;
14. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;
15. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
16. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilik saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan;
17. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;
18. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;


Di Jawa Tengah termasuk memiliki tingkat pelanggaran disiplin yang rendah . Namun meskipun pelanggaran tersebut memiliki presentase yang rendah pelanggaran tersebut tetap ada. Hal ini tidak lepas dari fakta bahwa PNS adalah manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan. Terkadang manusia juga lebih didominasi dengan kepentingan dan hawa nafsu dari pada menggunakan akal sehatnya. Berbagai bentuk pelanggaran tersebut antara lain (tahun 2009) :
 Bolos/mangkir kerja
PNS pada dasarnya diberikan hak untuk menerima cuti. Cuti yang diberikan membolehkan PNS untuk tidak masuk kerja. Namun meskipun telah diberikan hak tersebut masih saja ada PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang jelas.
 Tidak masuk dalam jam kerja
Beradasarkan aturan disiplin seorang PNS tidak boleh pergi ke suatu tempat yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan kecuali dengan dilengkapi surat perintah. Namun kerap kali ditemukan PNS yang tertangkap tangan berada di pusat perbelanjaan, salon, warung, atau tempat lainnya.
 Terlambat masuk kerja
Pelanggaran inilah yang paling banyak ditemui. Akibat banyaknya PNS yang terlambat, dalam RPP pengganti PP No.30/1980 pemerintah menekankan kehadiran PNS sebagai salah satu tolok ukur utama dalam penilaian kedisiplinan. Keterlambatan tiba tidak bisa ditolerir.
 Melakukan hubungan seksual dan pelecehan seksual
Kasus amoral merupakan salah satu pelanggaran disiplin. Seorang PNS dianggap telah melakukan perbuatan yang telah mencoreng nama baik instansi. Selain hubungan seksual dengan rekan sejawat juga terdapat kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum PNS.
 Terjerat kasus narkotika
Narkotika memang menjadi masalah bagi siapa saja, tak terkecuali PNS. Pada kenyataannya banyak ditemukan PNS yang tertangkap ketika melakukan pesta narkotik atau menjadi salah satu mata rantai peredaran narkotika.
 Berpartispasi aktif dalam Pemilu 2009
Pada dasarnya seorang PNS mempunyai hak politik dalam pemilu. Namun kasus yang terjadi di lapangan banyak PNS yang terjun secara langsung dan menjadi bagian dalam kegiatan kampanye baik partai politik ataupun calon legislatif.
 Penyalahgunaan wewenang dan suap
Terkadang kewenangan yang dimiliki oleh PNS dimanfaatkan dan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Padahal kewenangan tersebut terkait dengan hajat hidup orang banyak. Selain itu suap juga marak dalam jajaran birokrasi.

Tingkat Hukuman Disiplin
Berdasarkan Pasal 6 PP 30 / 1980 hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada PNS yang melakukan pelanggaran ada berbagai macam. Pelanggaran tersebut sendiri dikategorikan menjadi tiga lapisan yakni :
 Hukuman disiplin ringan
o teguran lisan
o teguran tertulis
o pernyataan tidak puas secara tertulis
 Hukuman disiplin sedang
o penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 ( satu ) tahun
o penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 ( satu ) tahun
o penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 ( satu ) tahun
 Hukuman disiplin berat.
o penurunan pangkat setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 tahun
o pembebasan dari jabatan
o pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri
o pemberhentian tidak dengan hormat

Proses evaluasi kepegawaian tak dapat dilepaskan dari kegiatan pengawasan dan penilaian. Pengawasn merupakan upaya yang dilakukan untuk menghindari terjadinya kekeliruan baik disengaja maupun tidak disengaja, sebagai upaya prefentif. Ada berbagai bentuk pengawasn yang dilakukan terhadap PNS meliputi:
a. Pengawasan intern
Yakni pengawasn yang dilakukan oleh satu badan yang secara organistoris/struktural berada di dalam lingkungan pemerintah. Pengawasan intern ada 2 macam yakni:
• Pengawasan melekat
Pengawasan yang dilakukan oleh pemimpin atau atasan langsung baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
• Pengawasan fungsional
Pengawasn dilakukan oleh aparat pengawasan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 (ayat 4) Inpres No 15/1983 yakni Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat Jenderal Departemen, aparat pengawas non-departemen, Inspektorat Wilayah provinsi, Inspektorat Wilayah kabupaten/kota, dan Bawasda.
b. Pengawasn ekstern
Pengawasn ekstern dilakukan oleh organ/lembaga yang berada di luar pemerintahan seperti KPK, BPK, masyarakat, pers, dan LSM

Terkait dengan proses penilaian kinerka dan kedisiplinan PNS sering terjadi ketidakadilan/bias. T.V. Rao (1992:73) mengemukakan adanya bias yang umum terjadi dalam penilaian sebagai berikut:
1. Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu cenderung akan memperoleh nilai positip pada semua aspek penilaian bagi pegawai yang disukainya, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukainya akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;
2. Liniency and Severity Effect. Liniency effect ialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap karyawan, sehingga mereka cenderung memberi harkat (nilai) yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap karyawan sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk (keras);
3. Central tendency, yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada ditengah-tengah). Karena toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut sehingga cenderung menilai sebagian besar dengan nilai yang rata-rata.
4. Assimilation and differential effect. Assimilation effect, yaitu penilai cenderung menyukai karyawan yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect, yaitu penilai cenderung menyukai menyukai karyawan yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya ;
5. First impression error, yaitu penilai yang mengambil kesimpulan tentang karyawan berdasarkan kontak pertama mereka dan cenderung akan membawa kesan-kesan ini dalam penilaiannya hingga jangka waktu yang lama ;
6. Recency effect, penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.

Tingkat pelanggaran disiplin PNS di Jateng termasuk dalam prosentase yang sedikit. Hal ini tentunya menjadi prestasi tersendiri bagi birokrasi pemerintahan. Tentunya jika mampu prestasi tersebut harus dipertahankan atau bahkan semakin ditingkatkan. Kepuasan dalam pelayanan seharusnya menjadi titik acuan pemerintah dalam merancang manajemen kepegawaian. Prestasi tersebut tak lepas dari beberapa faktor yaitu:
 Faktor internal
Faktor internal sendiri dibagi menjadi beberapa hal:
1. Kesadaran disiplin aparat pemerintahan yang tinggi
2. Pengawas internal yang berjalan baik
3. Gaji dan tunjangan yang mencukupi
4. Tipologi masyarakat yang memiliki loyalitas tinggi

 Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi :
1. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, pers, dan LSM
2. Budaya malu yang berkembang dalam masyarakat
3. Kebanggan terhadap profesi PNS

Sebagai ujung tombak pelayanan pemerintah PNS harus menunjukkan sikap yang profesional dan akuntabel. Masyarakat merindukan pelayanan yang prima dari segenap jajarn pemerintahan. Apa yang sudah dicapai oleh Propinsi Jateng hendaknya menjadi motivasi tersendiri bagi kepala daerah dan satuan kerja perangkat daerah di daerah lain.

Hakim dalam Praperadilan

Oleh Wongbanyumas

Praperadilan sebagai lembaga penjaga hak asasi dalam sistem peradilan pidana. Dalam sistem peradilan pidana dikenal asas akusatur yang menempatkan terdakwa sebagai subjek dan tidak ditempatkan sebagai objek yang dapat diperlakukan seenaknya. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan atas hukum sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia mendasarkan setiap fungsi dan kewajiban negara pada peraturan hukum. Konsekwensi negara hukum adalah menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk dalam hal ini para pihak dalam sistem peradilan pidana (tersangka atau terdakwa).

Konsep peradilan prapradilan di Indonesia terinspirasi oleh hakim komisaris di negara eropa. Pada dasarnya permohonan praperadilan diajukan kepada hakim bilamana ada hak-hak yang dilanggar. Hak untuk mengajukan praperadilan dimiliki oleh tersangka atau korban, keluarganya, atau pihak lain yang diberi kuasa; penyidik dan penuntut umum, serta pihak ketiga. Perkara yang dapat dimohonkan praperadilan meliputi sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, permintaan ganti rugi dan rehabilitasi.

Menurut KUHAP pihak yang dapat dimohonkan dalam praperadilan antara lain penyidik kepolisian dan penuntut umum. Praperadilan merupakan sebuah upaya penjaminan hak asasi manusia yang bertujuan agar tidak terjadi kesalahan dalam proses hukum. Sebagai upaya pengawasan horisontal praperadilan merupakan sebuah proses yang penting guna meminimalisir pelanggaran hak dasar warganegara.

Sering kita menyaksikan di layar televisi atau membaca di mass media mengenai proses permohonan praperadilan. Kebanyakan permohonan praperadilan dilatarbelakangi oleh adanya kesalahan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terkait proses penangkapan, penahanan, penyidikan, dan penuntutan. Praperadilan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan sebelum masuk ke proses peradilan di Pengadilan Negeri. Praperadilan diadakan untuk menilai aspek yang ada sebelum proses peradilan yakni penyidikan dan penuntutan.

Menurut KUHAP praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus tentang:

a.sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan;
b.ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidanya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.

Praperadilan merupakan upaya yang dilakukan dan diatur undang-undang sebagai sarana pengawasan agar tidak terjadi kesalahan baik dalam penangkapan, penahana, maupun penuntutan. Sebab ketika seseorang sudah masuk dalam sistem peradilan ada dua kemungkinan yakni akan dijatuhi pidana atau tidak dijatuhi pidana. Pidana merupakan sebuah bentuk penjeraan dan penghukuman berupa penjatuhan sesuatu yang sifatnya menyakitkan (menimbulkan nestapa). Ketika seseorang dijatuhi pidana berarti orang tersebut telah ditimpakan nestapa oleh negara.

Negara menginginkan agar tidak terjadi kesalahan ketika dalam proses peradilan. Jangan sampai terjadi ketika seseorang tidak bersalah justru mendapatkan sanksi pidana. Padahal dalam memutus ada prinsip yang dipegang bahwa lebih baik membebaskan orang yang bersalah daripada menjatuhkan pidana pada orang yang tidak bersalah. Wewenang memeriksa dan memutus permohonan praperadilan ada pada pengadilan negeri dengan susunan hakim yang terdiri dari satu orang hakim.

Hakim dalam peradilan pidana
Dalam beracara di pengadilan ada satu tokoh sebagai pihak sentral yakni hakim. Hakim sebagai pihak yang menjadi penengah ketika negara melalui jaksa melakukan penuntutan kepada seorang warganegara yang didakwakan telah melakukan pelanggaran di bidang hukum publik (pidana) melawan warganegara. Sebagai pihak penengah hakim akan memutus guna menyelesaikan pertentangan hukum yang ada. Oleh karena itu independensi dan netralitas hakim sangat penting guna menjaga agar persidangan berlangsung adil dan tidak memihak (imparsial). Tugas seorang hakim sangatlah berat karena harus memutus berdasarkan pertimbangan keadilan. Putusan hakim nantinya dapat menetukan nasib seseorang. Oleh karena itu hakim dikatakan sebagai wakil tuhan lantaran hakim dapat menentukan hidup-matinya seseorang melalui putusan-putusannya.

Hakim adalah pejabat negara yang diberi wewenang untuk mengadili. Yakni tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana. Dalam proses berperkara ada perkara pokok (penyidikan, penahanan, dan penuntutan) namun hakim mempunyai kewenangan tambahan yakni memeriksa hal yang terkait dengan perkara pokok yang tidak sesuai dengan undang-undang. Hakim pada dasarnya mempunyai kewenangan guna memeriksa perkara pokok dan perkara tambahan.

Hakim memeriksa perkara pokok terkait dengan pokok perkara yang diajukan oleh penyidik dan penuntut umum ke pengadilan yang meliputi penyidikan, penahanan, dan penuntutan. Pokok perkara yang diperikas oleh hakim berkaitan dengan tindak pidana yang telah didakwakan oleh penuntut umum. Hakim memeriksa fakta-fakta hukum yang diajukan penuntut umum yang kemudian dikonfrontir dengan pernyataan terdakwa serta keterangan para saksi. Sedangkan pemeriksaan terhadap perkara tambahan tidak terkait secara langsung dengan tindak pidana yang didakwakan. Peran hakim dalam peradilan pidana adalah sebagai juru adil yang menengahi pertentangan antara terdakwa dengan penuntut umum.

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis paparkan maka dapat diambil kesimpulan bahwa hakim tidak dapat diajukan sebagai pihak yang dipraperadilankan. Karena hakim dalam peradilan pidana sebagai pihak yang memutuskan perkara sebagaimana diatur dalam KUHAP. Berbeda dengan penyidik dan penuntut umum yang berperan di luar proses peradilan. Dalam KUHAP sendiri diatur pihak yang dapat diajukan praperadilan adalah penyidik dan penuntut umum.

Reformasi birokrasi dalam upaya pemberantasan korupsi

Oleh wongbanyumas

Bagi bangsa yang baru merdeka dan menginjak usia belia akan menghadapi begitu banyak permasalahan dan konflik. Apalagi jika negara tersebut merupakan sebuah negara bangsa (nation state) yang terdiri dari berbagai wilayah yang terbentang dan dibatasi oleh luasnya samudera. Begitulah keadaan indonesia kita tercinta ini. Negara yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa ini ternyata masih menyimpan begitu banyak masalah yang sampai dengan saat ini belum dapat terselesaikan dengan baik. Konflik antar suku, kelompok, golongan, dan agama diberbagai daerah menghiasi surat kabar atau media lainnya. Mungkin kita juga dibuat jenuh dengan berita mengenai kemiskinan dan kelaparan yang malanda sebagian besar penduduk negara ini. Ternyata 40 persen penduduk indonesia berada di bawah angka kemiskinan.

Sungguh luar biasa petaka yang menimpa bangsa besar ini. Salah satu penyakit yang paling sulit diberantas adalah KORUPSI. Seolah penyakit ini telah mendarah daging dan merasuk ke dalam setiap bentuk aktivitas manusia indonesia. Bertrilyun dana APBN mengalami kebocoran, yang jika dihitung mencapai 30 persen. Bahkan di tahun 2009 ini indeks korupsi indonesia mencapai angka 2,6 yang berarti Indonesia menjadi negara terkorup saat ini. Padahal korupsi mempunyai ekses negatif yang sangat panjang. Ekses tersebut tidak hanya dirasakan oleh kita tetapi keturunan kita juga akan mengalami kesengsaraan sebagaimana kita yang menanggung korupsi para pejabat di masa lalu. Ya dosa politik mereka telah ditimpakan kepada kita yang tidak tahu menahu.

Mungkin berbagai macam metode dan teori telah dikemukakan untuk memberantas korupsi hingga ke liang lahat. Namun seolah teori tinggal teori, yang membusuk dan hilang ditelan bumi. Banyak ahli yang telah merumuskan bermacam kebijakan guna menghentikan penyakit ganas ini. Tapi apa daya ternyata segudang teori tersebut tidak didukung dengan adanya good will dari pemerintah. Itikad baik dan keseriusan tidak pernah ditunjukkan dalam rangka pemberantasan korupsi. Bahkan pemerintah yang berkuasa saat ini pun disinyalir pernah menerima uang panas bersama para calon presiden pada pemilu 2004 dari dinas kelautan dan perikanan (DKP) ketika dipimpin rohmin dahuri. Tapi masalah itu lenyap begitu saja tanpa ada penyelesaian hukum yang tuntas.

Korupsi memang selalu identik dengan kekuasaan dan jabatan publik. Sebagai mana lord acton menyatakan kekuasaan yang absolut pasti korup. Hal ini lumrah karena dengan kekuasaan yang dimilikinya, seseorang akan cenderung digunakan untuk kepentingan dirinya sendiri (abuse of power). Selain itu motif korupsi di indonesia dilatarbelakangi dengan ketamakan yang luar biasa (corruption by greed) dan bukan karena kebutuhan (by need). Watak inlander oportunis yang serakah telah menjadi mindset sebagian besar pejabat publik di negeri ini. Pertanyaan terbesar bagi kita semua adalah bagaimana cara memberantas korupsi?

Mungkin ide yang saya tawarkan ini bukan ide yang baru dan memang ide ini merupakan sebuah sintesa pemikiran dari berbagai gagasan yang telah dikemukakan banyak ahli hukum. Ide dan tentang reformasi birokrasi di indonesia bukanlah hal yang baru lagi. Reformasi birokrasi harus segera dilaksanakan dan harus dijadikan sebagai agenda utama pemerintahan saat ini. Sebab masalah korupsi sudah memasuki fase gawat darurat atau dalam dunia medik sudah memasuki stadium akhir. Jika kita menilik ulang cerita mengenai birokrasi di negeri ini kita akan diingatkan dengan birokrasi yang amat korup. Contoh yang paling kongkret adalah pada saat kita akan melakukan pembuatan data kependudukan seperti KTP ataupun akta lahir. Kita akan dihadapkan dengan dengan berbagai bentuk penarikan-penarikan yang didalihkan sebagai pelicin.

Birokrasi pada awalnya bertujuan baik karena bertujuan sebagai perpanjangan tangan pemerintah di daerah. Pemerintah sendiri dengan konsep sentralistik pada masa lalu tidak mampu menjangkau daerah secara langsung. Oleh karena itulah pada masa orde baru birokrasi mengalami perkembangAn yang sangat pesat dan dibangun sedemikian rupa. Pada awalnya birokrasi merupakan sarana yang diciptakan oleh pemerintah pusat sebagi kepanjangan tangan di daerah guna melaksanakan fungsi dan kewajibannya. Namun mungkin karena terlalu lama berkuasa terjadi kooptasi terhadap birokrasi. Birokrasi dijadikan sebagai kendaraan guna melanggengkan kekuasaan pemerintah yang berkuasa pada saat itu.

Akibat yang muncul ketika birokrasi asik dijadikan kendaraan adalah tidak adanya peningkatan kualitas kerja. Kinerja birokrasi menjadi semaunya sendiri dan justru malah meminta dilayani. Tugas utama birokrasi adalah memberikan servis sebaik mungkin kepada masyarakat. Namun fakta yang kita temukan di lapangan adalah birokrasi justru meminta uang untuk melakukan kewajiban mereka. Alasan utama perlu adanya reformasi birokrasi karena birokrasi merupakan pihak yang manjalankan roda pemerintahan. Birokrasi disini meliputi eksekutif, dimana sebagai pihak yang menjalankan perintah hukum melalui undang-undang. Bagaimana mungkin akan mencapai pemerintahan yang bersih jika orang-orang yang manjalankannya ternyata terjangkiti virus korupsi.

Oleh karena itu reformasi birokrasi mutlak harus dilakukan oleh pemerintahan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Upaya reformasi dapat dilakukan dengan merombak ulang sistem ataupun dengan merombak SDM yang ada di dalamnya. Upaya perombakan sistem birokrasi dengan jalan memangkas alur birokrasi menjadi lebih singkat dan pendek. Pintu korupsi terbuka ketika birokrasi terlalu panjang dan harus melewati berbagai pintu. Pada akhirnya panjangnya birokrasi dimanfaatan sebagai celah untuk memperoleh uang. Perombakan menuju sistem satu atap (one stop service) sudah dicanangkan oleh pemerintah. Namun saya menilai hal ini belum efektif lantaran asih ada banyak meja yang harus dilalui meskipun dalam satu atap. Semestinya yang dilakukan adalah dengan pelayanan satu meja. Dengan semakin singkatnya birokrasi akan meminimalisir timbulnya suap ataupun bentuk korupsi lainnya seperti gratifikasi.

Upaya pembersihan birokrasi juga dilakukan dengan melakukan penggantian SDM yang bercokol dalam birokrasi. Orang-orang yang ada di sana selama ini sudah terkontaminasi oleh virus ganas korupasi. Uapaya pemberian pensiun dini dinilai menjadi jalan yang tepat. Di satu sisi pemerintah masih memberikan penghargaan terhadap birokrat yang diberhentikan dari jabatannya. Sehingga pemerintah tidak akan melukai perasaan masyrakat banyak. Perlu dilakukan penyegaran dengan melakukan penggantian (replacing) tenaga birokrasi. Penyaringan SDM yang mumpuni dan mempunyai integritas tinggi menjadi poin penting dalam rangka penggantian SDM.

Namun ada satu hal yang paling penting ketika kita berbicara mengenai pemberantasan korupsi. Konsistensi, ya konsistensi atau keistiqomahan pemerintah harus maksimal. Selama ini penulis menilai kurang ada kesungguhan dari pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi. Adanya upaya tebang pilih dalam pemberantasan korupsi seolah menjadi hal yang lazim. Padahal hal tersebut sangat bertentangan dengan rasa keadilan kami sebagai masyarakat yang mendambakan perubahan. Kemudian begitu banyak perkara yang diputus bebas, lepas ataupun di SP3 kan oleh jaksa maupun oleh penyidik. Keprihatinan kita mengenai masalah korupsi harus didukung dengan sikap tegas dan konsistensi yang dilakukan pemerintah. Marilah kita bersama mengupayakan pemberantasan korupsi di Inonesia

Ketika Ikhwan dan Akhwat Jatuh Cinta

Oleh wongbanyumas

Cinta, ya cinta adalah sesuatu yang dianugerahkan oleh Allah kepada semua makhluknya termasuk kita sebagai manusia. Bahkan singa padang pasir afrika yang sangat ganas pun diberikan rasa cinta. Cinta kepada anak dan keluarganya. Sungguh Allah maha sempurna ketika menciptakan hambanya. Tiada kekurangan satu apapun dan itulah bukti keEsaan Nya. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah serta manusia pula lah yang mendapatkan mandat sebagai khalifatullah di muka bumi ini. Mendapatkan amanah untuk menjaga dan merawat dunia ini serta mencegah kerusakan yang timbul akibat ulah manusia itu sendiri.

Secara kodrati manusia dibekali oleh sang pencipta dengan cinta dan emosi. Keduanya memang sifat dasar yang dimiliki oleh hampir seluruh makhluk hidup. Namun ada satu hal yang membedakan manusia dengan makhluk Allah yang lain yakni akal hati nurani (al-qolb). Hati nurani inilah yang menjadi pengontrol nafsu kita. Hakikat seorang manusia dibekali oleh Allah dengan hati, akal, dan nafsu. Manusia yang selamat adalah yang termasuk ke dalam qolbun salim yang mampu menjaga hatinya.

Selayaknya manusia biasa para ikhwan dan akhwat tentunya pernah merasakan jatuh cinta. Berdebar rasanya, itu kata lagu waktu bapak-ibu kita muda. Rasa deg-degan bercampur grogi muncul ketika kita berhadapan dengan dia yang kita kagumi. Banyak sekali ikhwah yang memendam cinta kepada sesama para aktivis dakwah. Cinta yang bersemi dalam naungan kasih sayang sang pencipta. Namun cinta di kalangan mereka bukanlah cinta biasa seperti yang afgan bilang. Cinta mereka terjaga dan dibatasi oleh nilai-nilai dan prinsip islami yang mereka pegang.

Namun selayaknya manusia biasa kerap kali cinta membuat mereka lemah. Lemah dalam artian mudah goyang dan terjerumus ke dalam godaan syaithan. Ya, syaithan akan tertawa lepas ketika melihat hambanya yang hanif dan shalih terjerumus dalam jebakan cinta. Tetapi cinta di kalangan ikhwah bukanlah penyakit yang harus dibasmi. Melainkan benih yang harus disemai. Disemai di waktu dan tempat yang tepat agar menghasilkan sesuatu yang berharga bagi perjuangan dakwah.

Penulis mencoba mengamati lingkungan sekitar serta mencoba berkaca dari masa lalu yang pernah dialami. Saya mencoba memaparkan beberapa ciri yang dapat kita mati ketika seseorang jatuh cinta. Tapi ciri-ciri yang saya paparkan ini cenderung pada ciri yang negatif alias menjerumuskan.

1. sering menyebut namanya
Orang yang lagi jatuh cinta kata para sepuh itu ‘udah setengah gila’. Karena bila sedang jatuh cinta kita akan selalu menyebut pujaan hati bahkan menyanyikannya dalam senandung. Tapi lain halnya dengan ikhwan dan akhwat yang sedang jatuh cinta. Mereka tidak secara langsung atau secara ga sadar sering menyebut orang yang dikaguminya. Entah ketika sedang bicara dengan kawannya tiba-tiba seorang akhwat bilang “eh, si fulan itu sholatnya luar biasa ya. Bikin saya jadi kagum aja”. Sekilas temannya yang ada di sebelahnya tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Ketika obrolan sedng asik tiba-tiba akhwat itu menyeletuk kembali “wah asiknya kalo bisa nikah ama dia”. Waaw... ga sadar temennya nembak “woy naksir ya?”. Ya kadang tidak mudah mengendalikan lisan kita ketika bayangan itu telah merasuk ke dalam alam bawah sadar entah secara sengaja atupun keceplosan.

2. berharap dan takut pada yang dicintainya
Hubungan cinta dikalangan ikhwah adalah hubungan yang misterius. Masing-masing saling mendambakan namun tidak berani mengutarakan. Harapan akan menikah dengan pemuda yang shalih atau akhwat yang shalihah sering bergelayut. Kalo di tivi kaya acara H2C alias harap-harap cemas. Berharap akan menjadi pendamping dan cemas jika sang pujaan hati akan pindah ke lain hati. Sikap H2C tercermin ketika keduanya berinteraksi. Kadang saling menahan pandangan tetapi dilain kesempatan saling melempar senyum terindah yang mereka miliki. Aneh....

3. rela berkorban
Ga hanya superman ataupun spiderman yang rela berkorban untuk kepentingan orang lain. Orang yang lagi jatuh cinta juga akan mengalami hal yang sama. Tidak menutup kemungkinan para ikhwan dan akhwat yang jadi korbannya. Pengorbanan merupakan salah satu cara bagi seseorang untuk membuktikan perasaannya dan seolah berkata “lihatlah aku. Aku mencintaimu dan rela berkorban untukmu”. Sering terjadi sikap rela berkorban atau mengalah ditunjukkan para korban virus merah jambu ini. Terutama dapat kita amati ketika syuro’. “terserah ente aja akhi, ane ikut ente aja” akhwat itu berujar, dan ikhwan pun menimpali “engga ah ane ngalah buat anti ukh” dan begitupun seterusnya sampe akhirnya ga ada keputusan karena pada ngalah semua. Ho..ho.. ketauan ya

4. membuat yang dicintainya senang
Yua iya lah, masa ya iya dong. Ketika melihat pujaan hati kita senang tentu akan melipat gandakan kegembiraan dalam hati kita. Seolah ledakan reaktor nuklir yang menghempaskan setiap jiwa, itu ekspresi senang yang luar biasa kala meliat dia bisa senang dengan apa yang kita perbuat. Nah penyakit ikhwah yang model gini tuh yang doyang kirim tausiah spesial tanpa telor lewat SMS. Artinya tausiah hanya diberikan kepada person tertentu. Padahal menurut kode etik tausiah yang dikirim harus ke beberapa orang agar tidak menimbulkan yang tidak-tidak. Terutama para ikhwan yang doyang ngegombal dengan kata-kata yang manis. Ingatlah akhwat adalah makhluk perasa dan mudah ‘melayang’ jika dipuji. Waspada neh..

5. berdua-duaan
Yang ketiga adalah syaithan, tul ga?? Kebanyakan orang senang menghabiskan waktu bersama berdua dengan sang pujaan hati. Coba aja kita tengok sekeliling kita melihat orang yang asik mashuk maksiat berpacaran. Weleh bikin tangan gatel pengen jewer kupingnya dan bilang “woi nikah dulu sono. Kalo mau pegang-pegangan kalo udah nikah bisa ampe puas dah!!”. Ternyata penyakit kaya gini juga melanda aktipis dakwah. Maunya berdua dan berlama-lama gitu loh. Memanfaatkan momentum ketika sedang berdua entah awalnya sedang syuro atau ngobrolin kader. Lama-lama pembicaraan berubah dan keduanya asyik dengan obrolan ga penting. Duh gawat ya?

Mungkin ciri yang saya paparkan di atas hanya sebagian kecil aja. Masih banyak yang lain yang mungkin kita belum paham. Tetapi patut diingat ketika kita menghadapi hal macam ini (jatuh cinta) hanya ada dua pilihan yakni putus atau putuskan. Putus, putus dari segala ikatan semu yang tidak halal. Kembalilah pada aktivitas dan rutinitas masing-masing serta jika memang ingin ya silahkan dipersiapkan untuk menuju jenjang pernikahan. Putuskan, ya putuskan untuk segera menikah, tentukan tanggal mainnya. Mungkin hanya segini yang bisa saya berikan. Semoga bisa jadi bahan renungan ya...

Revolusi Hukum dan Teknologi

Oleh wongbanyumas

Hukum sebagai perangkat sosial membutuhkan energi untuk menggerakkan setiap elektron yang ada di dalamnya. Ketika perangkat tersebut bekerja tentu saja kita berharap agar hukum mampu mencapai tujuan akhirnya. Keadilan merupakan titik pencapaian tertinggi dari hukum. Dapat dibayangkan bila hukum tidak dapat mewujudkan pada keadilan. Maka tidak dapat disebut hukum, melainkan hanya setumpuk aturan. Hukum hendaknya mampu menjawab setiap persoalan yang ada dalam masyarakat. Karena memang pada dasarnya hukum merupakan pengejawantahan filsafat hidup tentang kebahagiaan.

Proses penegakan hukum menjadi sarana efektif guna mewujudkan tujuan hukum itu sendiri. Hukum sebagai gagasan abstrak tentang prinsip moral dicoba untuk terimplementasi melalui para aparat penegaknya. Aparat hukum sebagai salah satu instrumen dalam penegakan hukum sendiri kadang menjadi lubang dalam penegakan hukum. Jika diibaratkan sebagai sebuah jaring maka akan ada begitu banyak ikan yang lolos akibat banyaknya lubang.

Tanpa ampun, memang harus dilakukan revolusi hukum. Perlu dilakukan perubahan besar dalam berhukum kita yang selama ini kaku. Hukum kadang ditegakkan dengan cara klasik yang mulai tidak relevan dengan zaman kekinian. Perlunya pembaharuan hukum sebagai upaya mendorong efektifitas hukum. Proses pembaharuan yang dilakukan bukan pada perangkat hukum yang berupa peraturan saja. Meliputi pula praktik berhukum kita yang dirasa mulai usang. Pembaharuan secara radikal dan fundamental harus dilakukan untuk memperbaiki kosmik hukum.

Pada dasarnya setiap manusia dalam hidup mebutuhkan bantuan. Bantuan berupa alat (tools) yang mampu meringankan kerja manusia. Pemikiran manusia tentang alat bantu tersebut berkembang sangatlah pesat. Dimulai dari bentuk yang paling sederhana sampai pada taraf perkembangan yang kompleks. Kompleksitas lahir dari pemikiran manusia yang makin berbudaya. Hasil pembelajaran selama masa yang panjang menghasilkan sebuah perangkat yang tidak dapat terbayangkan pada masa awal perkembangan. Teknologi mempunyai peranan penting dalam upaya revolusi hukum. Teknologi menyempurnakan kinerja manusia.