Pages

Negara Hukum Indonesia

Oleh Wongbanyumas

Konsep dan Ciri Negara Hukum
Dalam sejarah ketatanegaraan modern di barat pemikiran mengenai negara hukum sangat mengemuka. Namun gagasan ini berawal dari pemikiran Plato sejak jaman yunani. Plato sebagai ahli fikir dan seorang negarawan hendak memikirkan bentuk terbaik sebuah negara. Awalnya menurut Plato penyelenggaraan negara yang baik adalah apabila negara berada di tangan para ahli filsafat (cendikiawan). Namun Plato merubah pandangannya dan berfikir bahwa negara akan dapat diselenggarakan dengan baik apabila berdasarkan sebuah perangkat aturan hukum yang dikenal dengan nomoi.

Negara hukum pada dasarnya bukan semata pemikiran dalam era negara modern. Melainkan sebuah pemikiran panjang sejak zaman yunani kuno dahulu yang dikemukakan pemikir seperti Plato dalam bukunya yang tersohor nomoi dan Aristoteles dalam la politica. Dewasa ini negara hukum identik dengan dua istilah yakni rechstaat dan rule of law. Kedua istilah ini pada dasarnya merupakan bentuk perwujudan negara hukum.

Konsep rechtstaat berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental. Gagasan tentang rechstaat lahir sebagai bentuk perlawanan absolutisme raja pada abad ke-tujuh belas. Pemikiran tentang rechtstaats dikembangkan oleh Immanuel Kant dan Friedrich Julius Stahl. Sedangkan paham the rule of law dipopulerkan oleh Albert Venn Dicey pada tahun 1885 melalui bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution. Jika rechstaat dianut oleh negara dengan sistem hukum Continental maka the rule of law dianut oleh sistem hukum Common Law.

F.J. Stahl mengemukakan empat ciri negara hukum (rechtstaat) sebagai berikut :
  1. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
  2. Pemisahan kekuasaan Negara;
  3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang; dan
  4. Adanya Peradilan Administrasi (PTUN).
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:

1. Supremacy of Law.
Supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan, preogratif atau discretionary authority yang luas dari pemerintah.

2. Equality before the law.
Persamaan dihadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court; ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat maupun warga negara biasa berkewajiban untuk mentaati hukum yang sama; tidak ada peradilan administrasi negara.

3. Due Process of Law.
Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan; singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan Parlemen sedemikian diperluas hingga membatasi posisi raja dan pejabat-pejabatnya.

Negara hukum dalam pandangan Ahmad Syahrizal adalah ketika negara melaksanakan kekuasaannya maka negara tunduk terhadap peraturan hukum. Ketika hukum eksis terhadap negara maka kekuasaan negara menjadi terkendali dan selanjutnya negara akan dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku.

Prinsip pokok negara hukum menurut Jimly Asshiddiqie adalah sebagai berikut :

1. Supremasi Hukum (supremacy of law)
Adanya pengakuan normatif dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam perspektif supremasi hukum (supremacy of law), pada hakikatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya, bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi. Pengakuan normative mengenai supremasi hukum adalah pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau konstitusi, sedangkan pengakuan empirik adalah pengakuan yang tercermin dalam perilaku sebagian terbesar masyarakatnya bahwa hukum itu memang ‘supreme’. Bahkan, dalam republik yang menganut sistem presidential yang bersifat murni, konstitusi itulah yang sebenarnya lebih tepat untuk disebut sebagai ‘kepala negara’. Itu sebabnya, dalam sistem pemerintahan presidential, tidak dikenal adanya pembedaan antara kepala Negara dan kepala pemerintahan seperti dalam sistem pemerintahan parlementer.

2. Persamaan dalam Hukum (equality before the law)
Adanya persamaan kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui secara normative dan dilaksanakan secara empirik. Dalam rangka prinsip persamaan ini, segala sikap dan tindakan diskriminatif dalam segala bentuk dan manifestasinya diakui sebagai sikap dan tindakan yang terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang dinamakan ‘affirmative actions’ guna mendorong dan mempercepat kelompok masyarakat tertentu atau kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan sehingga mencapai tingkat perkembangan yang sama dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang sudah jauh lebih maju. Kelompok masyarakat tertentu yang dapat diberikan perlakuan khusus melalui ‘affirmative actions’ yang tidak termasuk pengertian diskriminasi itu misalnya adalah kelompok masyarakat suku terasing atau kelompok masyarakat hukum adapt tertentu yang kondisinya terbelakang. Sedangkan kelompok warga masyarakat tertentu yang dapat diberi perlakuan khusus yang bukan bersifat diskriminatif, misalnya, adalah kaum wanita ataupun anak-anak terlantar.

3. Asas legalitas
Dalam setiap Negara Hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan. Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan atas aturan atau ‘rules and procedures’ (regels). Prinsip normatif demikian nampaknya seperti sangat kaku dan dapat menyebabkan birokrasi menjadi lamban. Oleh karena itu, untuk menjamin ruang gerak bagi para pejabat administrasi negara dalam menjalankan tugasnya, maka sebagai pengimbang, diakui pula adanya prinsip ‘frijsermessen’ yang memungkinkan para pejabat administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri ‘beleid-regels’ atau ‘policy rules’ yang berlaku internal secara bebas dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang dibebankan oleh peraturan yang sah.

4. Pembatasan kekuasaan
Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-organ Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Sesuai dengan hukum besi kekuasaan, setiap kekuasaan pasti memiliki kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Karena itu, kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat ‘checks and balances’ dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi dan mengendalikan satu sama lain. Pembatasan kekuasaan juga dilakukan dengan membagi-bagi kekuasaan ke dalam beberapa organ yang tersusun secara vertical. Dengan begitu, kekuasaan tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi dalam satu organ atau satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewenang-wenangan.

5. Organ-organ pendukung yang independen
Dalam rangka membatasi kekuasaan itu, di zaman sekarang berkembang pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang bersifat ‘independent’, seperti bank sentral, organisasi tentara, organisasi kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, ada pula lembaga-lembaga baru seperti Komisi Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum, lembaga Ombudsman, Komisi Penyiaran, dan lain sebagainya. Lembaga, badan atau organisasi-organisasi ini sebelumnya dianggap sepenuhnya berada dalam kekuasaan eksekutif, tetapi sekarang berkembang menjadi independen sehingga tidak lagi sepenuhnya merupakan hak mutlak seorang kepala eksekutif untuk menentukan pengangkatan ataupun pemberhentian pimpinannya. Independensi lembaga atau organ-organ tersebut dianggap penting untuk menjamin demokrasi, karena fungsinya dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan. Misalnya, fungsi tentara yang memegang senjata dapat dipakai untuk menumpang aspirasi pro-demokrasi, bank sentral dapat dimanfaatkan untuk mengontrol sumber-sumber kekuangan yang dapat dipakai untuk tujuan mempertahankan kekuasaan, dan begitu pula lembaga atau organisasi lainnya dapat digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Karena itu, independensi lembaga-lembaga tersebut dianggap sangat penting untuk menjamin prinsip negara hukum dan demokrasi.

6. Peradilan yang bebas dan tidak memihak
Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary). Peradilan bebas dan tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap Negara Hukum. Dalam menjalankan tugas judisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislative ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. Dalam menjalankan tugasnya, hakim tidak boleh memihak kepada siapapun juga kecuali hanya kepada kebenaran dan keadilan. Namun demikian, dalam menjalankan tugasnya, proses pemeriksaan perkara oleh hakim juga harus bersifat terbuka, dan dalam menentukan penilaian dan menjatuhkan putusan, hakim harus menghayati nilai-nilai keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Hakim tidak hanya bertindak sebagai ‘mulut’ undang-undang atau peraturan perundang-undangan, melainkan juga ‘mulut’ keadilan yang menyuarakan perasaan keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

7. Peradilan Tata Usaha Negara
Meskipun peradilan tata usaha negara juga menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap perlu ditegaskan tersendiri. Dalam setiap Negara Hukum, harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi Negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha negara (administrative court) oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan Tata Usaha Negara ini penting disebut tersendiri, karena dialah yang menjamin agar warga negara tidak didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa. Jika hal itu terjadi, maka harus ada pengadilan yang menyelesaikan tuntutan keadilan itu bagi warga Negara, dan harus ada jaminan bahwa putusan hakim tata usaha Negara itu benar-benar djalankan oleh para pejabat tata usaha Negara yang bersangkutan. Sudah tentu, keberadaan hakim peradilan tata usaha negara itu sendiri harus pula dijamin bebas dan tidak memihak sesuai prinsip ‘independent and impartial judiciary’ tersebut di atas.

8. Peradilan Tata Negara (constitutional court)
Di samping adanya pengadilan tata usaha negara yang diharapkan memberikan jaminan tegaknya keadilan bagi tiap-tiap warga negara, Negara Hukum modern juga lazim mengadopsikan gagasan pembentukan mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraannya. Pentingnya mahkamah konstitusi (constitutional courts) ini adalah dalam upaya memperkuat sistem ‘checks and balances’ antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisahkan untuk menjamin demokrasi. Misalnya, mahkamah ini diberi fungsi untuk melakukan pengujian atas konstitusionalitas undang-undang yang merupakan produk lembaga legislatif, dan memutus berkenaan dengan berbagai bentuk sengketa antar lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang kekuasaan negara yang dipisah-pisahkan. Keberadaan mahkamah konstitusi ini di berbagai negara demokrasi dewasa ini makin dianggap penting dan karena itu dapat ditambahkan menjadi satu pilar baru bagi tegaknya Negara Hukum modern.

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia
Adanya perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu Negara Hukum yang demokratis. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya Negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu Negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu. Karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia itu merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap Negara yang disebut sebagai Negara Hukum. Jika dalam suatu Negara, hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum dalam arti yang sesungguhnya.

10. Bersifat Demokratis
Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak oleh dan/atau hanya untuk kepentingan penguasa secara bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Karena hukum memang tidak dimaksudkan untuk hanya menjamin kepentingan segelintir orang yang berkuasa, melainkan menjamin kepentingan akan rasa adil bagi semua orang tanpa kecuali. Dengan demikian, negara hukum (rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah ‘absolute rechtsstaat’, melainkan ‘democratische rechtsstaat’ atau negara hukum yang demokratis. Dengan perkataan lain, dalam setiap Negara Hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap Negara Demokrasi harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas hukum.

11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (welfare rechstaat)
Hukum adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diidealkan bersama. Cita-cita hukum itu sendiri, baik yang dilembagakan melalui gagasan negara demokrasi (democracy) maupun yang diwujudkan melalaui gagasan negara hukum (nomocracy) dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Bahkan sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak akan terjebak menjadi sekedar ‘rule-driven’, melainkan tetap ‘mission driven’, tetapi ‘mission driven’ yang tetap didasarkan atas aturan.

12. Transparansi dan Kontrol Sosial
Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peranserta masyarakat secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin keadilan dan kebenaran. Adanya partisipasi langsung ini penting karena sistem perwakilan rakyat melalui parlemen tidak pernah dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat. Karena itulah, prinsip ‘representation in ideas’ dibedakan dari ‘representation in presence’, karena perwakilan fisik saja belum tentu mencerminkan keterwakilan gagasan atau aspirasi. Demikian pula dalam penegakan hukum yang dijalankan oleh aparatur kepolisian, kejaksaan, pengacara, hakim, dan pejabat lembaga pemasyarakatan, semuanya memerlukan kontrol sosial agar dapat bekerja dengan efektif, efisien serta menjamin keadilan dan kebenaran.

Para jurist Asia Tenggara dan Pasifik seperti tercantum dalam buku “The Dymanics Aspects of the rule of law in the Modern Age”, dikemukakan syarat rule of law sebagai berikut:

  1. Perlindungan konstitusional dalam arti bahwa konstitusi selain daripada menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
  2. Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
  3. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
  4. Pemilihan umum yang bebas;
  5. Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi;
  6. Pendidikan civic (kewarganegaraan).
Prinsip negara hukum dan prinsip demokrasi tidak dapat dipisahkan dan berjalan beriringan. Hukum dibangun dan ditegakkan dengan nilai demokrasi. Dan demokrasi juga harus diatur dengan hukum. Montesqiue menyatakan bahwa prinsip demokrasi juga harus patuh pada tata aturan yang berlaku.

“…di dalam asosiasi tersebut orang dapat menyatukan dirinya dengan anggota lain, tetapi tetap patuh pada dirinya sendiri, dan tetap menjadi seorang pribadi yang bebas seperti sebelum bergabung dalam asosiasi tersebut.”

Menurut Montesqieu orang yang yang dipercaya menjalankan kekuasaan harus menggunakan hukum sebagai aturan main dalam menjalankan kekuasaannya. Konsepsi demokrasilah yang memberikan landasan dan mekanisme kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia. Demokrasi menempatkan manusia sebagai pemilik kedaulatan yang kemudian dikenal dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Sebagaimana dikatakan oleh Ralf Dahrendorf, bahwa Negara Hukum yang Demokratis (NHD) mensyaratkan empat perangkat kondisi sosial, yaitu, pertama, perwujudan yang nyata atas persamaan status kewarganegaraan bagi semua peserta dalam proses politik; kedua, kehadiran kelompok-kelompok kepentingan dan elite di mana tak satupun mampu memonopoli jalan menuju ke kekuasaan ; ketiga, berlakunya nilai-nilai yang boleh disebut sebagai kebajikan publik; keempat, menerima perbedaan pendapat dan konflik kepentingan sebagai sesuatu yang tak terhindarkan dan elemen kreatif dalam kehidupan sosial.

Selain itu berdirinya lembaga konstitusi merupakan konsekwensi dianutnya konsep supremasi konstitusi dan negara hukum. Otomatis akan terjadi pemisahan kekuasaan dan mekanisme check and balance antar lembaga. Mahkamah Konstitusilah yang akan melakukannya terhadap peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh yang dihasilkan oleh DPR bersama Presiden.


Indonesia Sebagai Negara Hukum
Negara hukum merupakan cita-cita dan tujuan kehidupan bernegara modern. Sejak awal pembentukan dan perumusan dasar negara ide negara hukum mengemuka. Dalam UUD 1945 sebelum amandemen secara eksplisit tidak dirumuskan. Melainkan termaktub dalam penjelasan UUD 1945 yang menyatakan bahwa indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dan bukan negara kekuasaan (machtsstaat). Setelah perubahan UUD 1945 ide negara hukum dicantumkan secara jelas pada Pasal 1 ayat (3) “Negara Indonesia adalah negara hukum.”

Menurut Sudargo Gautama 3 ciri atau unsur-unsur dari negara hukum, yakni:

a. Terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perorangan
Maksudnya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Tindakan negara dibatasi oleh hukum, individual mempunyai hak terhadap negara atau rakyat mempunyai hak terhadap penguasa.

b. Azas Legalitas
Setiap tindakan negara harus berdasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya.

c. Pemisahan Kekuasaan
Agar hak-hak azasi itu betul-betul terlindung adalah dengan pemisahan kekuasaan yaitu badan yang membuat peraturan perundang-undangan, melaksanakan dan mengadili harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan.

Secara tegas dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum bukan hanya sebagai negara yang mempunyai seperangkat hukum formal. Melainkan negara yang mendasarkan setiap tindakan baik pemerintah dan rakyatnya berdasarkah hukum. Hukum ada karena tida alasan sebagai mana dinyatakan oleh radbruch yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Dalam kehidupan negara hukum cita-cita atau tujuan utamanya adalah mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Hal ini tergambar dalam pembukaan UUD 1945 yang mencantumkan empat tujuan nasional yaitu, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Negara hukum sama sekali tidak dapat dilepaskan dari konsep negara demokratis. Ralf Dahrendorf, mengajukan empat syarat bahwa sebuah negara dikatakan sebagai negara hukum yang demokratis, yaitu, pertama, perwujudan yang nyata atas persamaan status kewarganegaraan bagi semua peserta dalam proses politik; kedua, kehadiran kelompok-kelompok kepentingan dan elite di mana tak satupun mampu memonopoli jalan menuju ke kekuasaan ; ketiga, berlakunya nilai-nilai yang boleh disebut sebagai kebajikan publik; keempat, menerima perbedaan pendapat dan konflik kepentingan sebagai sesuatu yang tak terhindarkan dan elemen kreatif dalam kehidupan sosial.

Pernyataan negara hukum dalam konstitusi terdapat pada konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950:

a. UUD RIS 1949 pasal 1 (1): RIS yang merdeka dan berdaulat adalah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi.

b. UUDS 1950 pasal 1 (1): Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.

Utrech membedakan negara hukum menjadi dua yakni negara hukum formal dan negara hukum materil. Sebagai negara hukum Indonesia merupakan negara hukum materil dan negara hukum formal.

Konsep negara hukum sangat terkait dengan kedaulatan rakyat. Dimana rakyat memegang kedaulatannya melalui sebuah dokumen bernama konstitusi. Hukum bukan hanya untuk menjamin kepentingan beberapa orang yang berkuasa melainkan menjamin kepentingan bagi semua orang. Sehingga negara tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah negera hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat) dan bukan absolute rechtsstaat.

Miriam Budiardjo mengemukakan sebuah bentuk negara hukum yang demokratis yakni dengan bentuk demokrasi konstitusional. Demokrasi konstitusional merupakan gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warganegaranya. Pembatasan-pembatasan atas kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi, oleh karena itu sering disebut “pemerintah berdasarkan konstitusi” (constitutional government).

Mengenai Konstitusi

Oleh Wongbanyumas

1. Definisi konstitusi

Setiap negara membutuhkan sebuah aturan hukum dasar dalam menjalankan pemerintahannya. Untuk itulah konstitusi diadakan dalam kehidupan bernegara. Konstitusi berasal dari kata cume dan statuere yang membentuk kata constituo yang berarti menetapkan sesuatu secara bersama-sama. Konstitusi dalam pengertian luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar. Sedangkan konstitusi dalam pengertian sempit berarti piagam dasar atau undang-undang dasar (loi constitutionallle), ialah suatu dokumen lengkap mengenai peraturan dasar negara. EC Wade menyatakan bahwa Konstitusi adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan tersebut.

Menurut Lasalle pengertian konstitusi adalah sebagai berikut:

1. Kekuasaan antara kekuasaan yang terdapat dalam masyarakat (faktor kekuatan riil : presiden, TNI, Partai; buruh, tani dsb);

2. Apa yang tertulis diatas kertas mengenai lembaga lembaga negara dan prinsip-prinsip memerintah dari suatu negara, sama dengan faham kodifikasi;

Carl Schmitt menyatakan bahwa konstitusi dalam beberapa arti yakni:

1. Konstitusi dalam arti absolut, seluruh keadaan atau struktur dalam negara, konstitusi harus menentukan segala apa yang ada dalam negara.

2. Konstitusi dalam arti relatif, maksudnya dapat menjamin kepastian hukum

3. Konstitusi dalam arti positif, merupakan suatu putusan tertinggi dari pada rakyat atau orang yang tergabung dalam suatu organisasi yang disebut negara;

4. Konstitusi dalam arti ideal, segala wadah yang mampu menampung segala ide yang dicantumkan satu persatu sebagai konstitusi sebagai mana disebut dalam konstitusi dalam arti relatif;

Menurut Kelsen Konstitusi menjadi dua arti yakni arti formal dan arti material. Konstutusi dalam arti formal adalah suatu dokumen resmi, seperangkat norma hukum yang dapat dirubah hanya di bawah pengawasan ketentuan-ketentuan khusus yang tujuannya untuk mebuat perubahan-perubahan itu lebih sulit. Konstitusi dalam arti material terdiri atas peraturan-peraturan yang mengatur pembentukan norma-norma yang bersifat umum, khususnya pembentukan undang-undang.

Jika dahulu konstitusi hanya diartikan secara sempit sebagai sebuah undang-undang dasar maka dalam pendapatnya Nikmatul Huda mengambil intisari pendapat James Bryce bahwa konstitusi sebagai kerangka negara yang diorganisasikan dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan: pengaturan pendirian lembaga negara yang permanen; fungsi alat kelengkapan negara; hak-hak tertentu yang ditetapkan. CF Strong juga berpendapat bahwa konstitusi sebagai suatu kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan: kekuasaan pemerintahan (dalam arti luas); hak-hak dari yang diperintah; dan hubungan antara yang diperintah dan yang memerintah.

Dari berbagai pendapat mengenai konstitusi diatas dapat diambil garis besar mengenai konstitusi sebagai sebuah hukum dasar yang dijadikan pedoman dalam menjalankan segala bentuk kekuasaan dalam sebuah negara dan sebagai sebuah bentuk jaminan perlindungan terhadap hak dasar yang dimiliki oleh warganegara. Landasan sebuah konstitusi adalah adanya kesepa katan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayo ritas rakyat mengenai perlindungan dan jaminan terpenuhinya hak dasar masyarakat.

2. Materi muatan Konstitusi

Konstitusi sebagai rule of the game dalam kehidupan bernegara mempunyai materi muatan yang unik dari pada produk perundang-undangan di bawahnya. Menurut J. G. Steenbeek, pada umumnya suatu konstitusi berisi tiga hal pokok yang meliputi:

1. adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia warga negaranya

2. ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental

3. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental

Sedangkan Miriam Budiarjo mempunyai pendapat tersendiri mengenai isi konstitusi memuat ketentuan yang berisi:

1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif; pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian; prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah, dan sebagainya.

2. Hak-hak asasi manusia

3. Prosedur mengubah Undang-undang

4. Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari Undang-Undang Dasar.

Konstitusi pada dasarnya merupana sebuah hukum dasar yang menjadi panduan (guide book) dalam menjalankan pemerintahan suatu negara. Konstitusi dapat berwujud hukum dasar tertulis (undang-undang dasar) dan tidak tertulis. Namun tidak semua negara mempunyai konstitusi tertulis. Inggris dan Israel tidak mempunyai konstitusi tertulis dalam bentuk undang-undang dasar.

3. Tujuan, Fungsi dan Kedudukan Konstitusi

Setiap negara modern memiliki sebuah panduan (konstitusi) sebagai dasar menjalankan pemerintahan. Pada jaman dahulu konstutusi dibuat untuk membatasi kekuasaan para raja dan kaum bangsawan terhadap rakyat. Konstitusi lahir dari sebuah konsep perjanjian agung antara penguasa dengan rakyatnya. Perlahan peranan konstitusi semakin jelas sebagai pengawal hak rakyat dimana rakyat menundukkan diri pada penguasa untuk dipimpin. Ketundukan tersebut harus dibayar dengan kemakmuran dan jaminan bagi rakyat untuk mengakses hak dasar mereka. Hal tersebut dicatatkan dalam sebuah dokumen suci bernama konstitusi.

Konstitusi diartikan sebagai pembuatan atau penyusunan yang me nentukan hakikat sesuatu (the “make” or com po sition which determines the nature of any thing). Dari pendapat tersebut dapat kita temukan bahwa konstitusi memegang peranan penting dalam kehidupan bernegara. Dalam praktik ketatanegaraan diperlukan sebuah hukum dasar yang menjadi panduan bagaimana negara dan rakyat berinteraksi. Kedudukan konstitusi dalam sebuah negara sebagai hukum dasar. Konstitusi sebagai sumber hukum tidak hanya dinilai sebagai seperangkat aturan. Melainkan sebuah rangkaian sistemik dari perbuatan manusia yang menentukan isi sebuah hukum.

Konstitusi dalam perkembangan negara modern konstitusi menjamin alat rakyat untuk kedudukan hukum dan politik, untuk mengatur kehidupan bersama dan mencapai cita-cita dalam bentuk negara,juga merumuskan atau menyimpulkan prinsip hukum, haluan negara dan petokan kebijaksanaan yang mengikat penguasa.

konstitusi menurut Hans Kelsen memberi kekuasaan membentuk hukum kepada pihak yang ditentukan. Konstitusi menempati kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan ketatanegaran suatu negara, yaitu :

1. Sebagai Hukum Dasar

Prinsip kedaulatan rakyat yang diejawantahkan dalam konstitusi sebagai bentuk kesepakatan bersama rakyat. Konstitusi berisi aturan-aturan dan ketentuan tentang hal-hal yang mendasar dalam kehidupan suatu Negara seperti pembatasan kekuasaan pemerintah dan jaminan akan hak dasar rakyat.

2. Sebagai Hukum Tertinggi

Peraturan hukum dalam suatu negara dapat diperinci dan diurutkan berdasarkan tingkatannya mulai dari yang terendah hingga yang tertinggi menyerupai piramida. Dalam sistim konstitusional, konstitusi mempunyai validitas yang lebih tinggi dibanding perundangan biasa.

Menurut Jimly Asshiddiqie, konstitusi negara memiliki fungsi-fungsi:

a. Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan;

b. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ Negara;

c. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan warga Negara;

d. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan Negara;

e. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang sah kepada organ Negara;

f. Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu (symbol of unity), sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of nation) serta center of ceremony;

g. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas mencakup bidang sosial ekonomi;

h. Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembaharuan masyarakat (social engineering atau social reform)

Tujuan konstitusi menurut Strong adalah untuk membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak yang diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Sedangkan Carl Loewenstein menyatakan konstitusi pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yakni: (1) untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik; (2) untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa, serta menempatkan bagi para penguasa tersebut batas kekuasaan mereka.

Konstitusi dalam sistim hukum modern merupakan hukum dasar yang memiliki otoritas tertinggi. Konstitusi bukan semata dokumen yang tercatat di atas kertas. Melainkan sebuah dokumen yang berisi jaminan hak sipil dan perlindungan hak asasi manusia serta sebagai landasan politik nasional.

Penyakit Dubur Keluar (rectal collapse/prolaps) Pada Candoia


Dubur keluar terjadi ketika bagian terakhir dari usus - dubur - "muncul keluar" dari anus. Bahayanya ialah bahwa bagian tersebut dapat kering atau luka-luka ketika ular bergerak, membengkak dan mati, dan dapat mematikan jika tidak ditangani dengan cepat. Penyakit ini di Candoia tampaknya sangat langka, mungkin hanya terjadi pada ular tertentu. Prolapse di ular pada umumnya, bagaimanapun, tidak jarang, tetapi tidak cukup umum. Pada green tree boas hal ini sering terjadi. Ada beberapa kemungkinan alasan untuk sebuah prolaps: parasit, dehidrasi, stres, dan overfeeding / powerfeeding. Kebanyakan candoia mengalami kegemukan akibat overfeeding hal ini yang memicu terjadinya prolaps. Selain itu penyabab lain juga dehidrasi, meskipun mangkuk besar air dan mistings tiga kali seminggu.

Prolaps jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan prolaps tersebut mengering. Bahkan pada beberapa kasus dapat membentuk membran pelindung seperti kulit. Jika tidak tepat untuk memasukkan kembali prolaps ke dalam perut akan menimbulkan luka pada membran tipis tersebut. Kami berpikir untuk sementara bahwa hal itu tidak akan mungkin untuk masukkan kembali dan itu harus dipotong. Beberapa dokter hewan menggunakan thermometer untuk memasukkan kembali prolaps ke dalam perut ular.

Untuk mengobatinya dapat dilakukan dengan melakukan pengurangan makanan. Jangan sekali memencet perut ular dengan alasan apapun. Berikan air hangat diperutnya agar ular merasa nyaman dan diharapkan prolaps akan masuk kembali ke dalam perut.

Jika terjadi prolaps kita dapat segera memasukkan prolaps tersebut ke dalam perut ular. Dilakukan dengan jari saja cukup. Kalua jijik dapat menggunakan sarung tangan. Anda dapat menggunakan gula dan pasta air dan dioleskan pada prolaps, atau krim wasir untuk mencoba mengurangi pembengkakan untuk membantu dengan memasukkan ke dalam perut. Anda juga harus menjaga prolaps yang lembab dengan sedikit minyak mineral atau KY jelly.

Dokter hewan mungkin dapat mendorong prolaps kembali dalam menggunakan jarinya atau termometer. Jika ia tidak bisa, tapi dubur masih sehat, ia mungkin menyarankan sayatan kecil untuk memperbesar anus, memberikan ruang yang cukup untuk mendorong prolaps kembali masuk Jika prolaps rektum rusak, mati atau kering.

Dua jahitan, satu di kedua sisinya, bisa dianjurkan untuk memastikan penyembuhan yang tepat. Berikan ular dengan antibiotik oral. Jangan beri makan ular Anda selama 3 minggu. Anda harus memastikan ular telah membuang kotorannya. Sebaliknya, menyediakan mangkuk kecil air dan lembab dengan lumut sphagnum basah.

Berikan antibiotik jika perlu, mengurangi makan untuk satu kali makan kecil (hanya cukup untuk menyebabkan benjolan kecil di perut) setiap 2-3 minggu; tingkatkan kelembaban, tempatkan di tempat yang tenang. Selamat mencoba....

Asas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi dalam rangka menjalankan kewenangannya sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman memiliki panduan dalam menjalankan persidangan. Panduan tersebut berupa asas-asas hukum yang digunakan sebagai pegangan bagi para hakim dalam menjalankan tugasnya mengawal konstitusi. Asas tersebut meliputi:

1. Persidangan terbuka untuk umum
Pasal 19 Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa pengadilan terbuka untuk umum kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini juga berlaku bagi persidangan pengujian undang-undang. Dalam Pasal 40 ayat (1) UU MK menyatakan bahwa persdiangan terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Persidangan yang terbuka merupakan sarana pengawasan secara langsung oleh rakyat. Rakyat dapat menilai kinerja para hakim dalam memutus sengketa konstitusional.

2. Independen dan imparsial
MK merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang bersifat mandiri dan merdeka. Sifat mandiri dan merdeka berkaitan dengan sikap imparsial (tidak memihak). Sikap independen dan imparsial yang harus dimiliki hakim bertujuan agar menciptakan peradilan yang netral dan bebas dari campur tangan pihak manapun. Sekaligus sebagai upaya pengawasan terhadap cabang kekuasaan lain. Selain itu hakim MK juga menjunjung tinggi konstitusi sebagai bagian dalam sengketa pengujian undang-undang. Apabila hakim tidak dapat menempatkan dirinya secara imbang merupakan penodaan terhadap konstitusi.

3. Peradilan cepat, sederhana, dan murah
Pasal 4 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman mengamanatkan bahwa peradilan harus dilaksanakan secara sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dalam prakteknya MK membuat terobosan besar dengan menyediakan sarana sidang jarak jauh melalui fasilitas video conferrence. Hal ini merupakan bagian dari upaya MK mewujudkan persidangan yang efisien.

4. Putusan bersifat erga omnes
Berbeda dengan peradilan di MA yang bersifat inter partes artinya hanya mengikat para pihak bersengketa dan lingkupnya merupakan peradilan umum. Pengujian undang-undang di MK merupakan peradilan pada ranah hukum publik. Sifat peradilam di MK adalah erga omnes yang mempunyai kekuatan mengikat. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa.

5. Hak untuk didengar secara seimbang (audi et alteram partem)
Dalam berperkara semua pihak baik pemohon atau termohon beserta penasihat hukum yang ditunjuk berhak menyatakan pendapatnya di muka persidangan. Setiap pihak mempunyai kesempatan yang sama dalam hal mengajukan pembuktian guna menguatkan dalil masing-masing.

6. Hakim aktif dan pasif dalam persidangan
Karakteristik peradilan konstitusi adalah kental dengan kepentingan umum ketimbang kepentingan perorangan. Sehingga proses persidangan tidak dapat digantungkan melulu pada inisiatif para pihak. Mekanisme constitutional control harus digerakkan pemohon dengan satu permohonan dan dan dalam hal demikian hakim bersifat pasif dan tidak boleh aktif melakukan inisiatif untuk melakukan pengujian tanpa permohonan.

7. Ius curia novit
Pasal 16 UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan pengadilan tidak boleh menolak memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih tidak ada dasar hukumnya atau kurang jelas melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Dengan demikian pengadilan dianggap mengetahui hukum. Asas ini ditafsirkan secara luas sehingga mengarahkan hakim pada proses penemuan hukum (rechts vinding) untuk menemukan keadilan.

Gemerlap Ramadhan Jangan Hanya di Awal


Oleh Wongbanyumas


Ramadhan telah menjemput kita. Bulan yang penuh dengan rahmat dan ampunan ini telah datang membawa banyak kegembiraan. Bahkan Allah akan memberian banyak pahala bagi hambanya yang bergembira menyambut ramadhan. Seperti biasa jelang ramadhan akan ada banyak kesibukan yang dilakukan oleh kaum muslimin. Mereka berbenah mempersiapkan datangnya bulan suci ini. Masyarakat indonesia mempunyai budaya menyambut ramadhan. Diantara sekian banya budaya tersebut semisalnya nyekar atau ziarah kubur. Tidak hanya itu masyarakat juga berbelanja untuk menyambut sahur perdana.

Malam pertama Ramadhan sangat meriah. Bisa dibilang demikian lantaran masjid sangat penuh untuk kegiatan sholat tarawih. Masyarakat berbondong menuju masjid untuk menunaikan ibadah sholat berjama’ah. Semangat dan antusiasme masyarakat sangat membahagiakan saya. Melihat nuansa ‘religius’ terpancar dari aktivitas mereka yang penuh semangat.

Namun ada setitik kekhawatiran dalam batin saya bahwa nuansa ini tak akan bertahan lama sampai akhir ramadhan. Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Sebab saya telah melewati beberapa kali ramadhan dan kejadian yang ada ya seperti demikian. Ketika di awal sangat semangat namun perlahan mulai kendur dan bahkan hilang sama sekali tanpa jejak. Sholat tarawaih yang awalnya sangat membludak dan bacaan tadarus yang menggema di mana-mana kini mulai hilang.

Ya sampai dengan tulisan ini dibuat (pertengahan Ramadhan) mulai nampak kemajuan shaf di masjid. Maju dalam artian bukan semakin banyak. Tetapi shafnya semakin maju mendekati sang imam alias jamaah semakin sedikit. Yang tersisa hanyalah mereka para orang tua dan anak muda yang istiqomah menjalani ibadahnya. Fenomena seperti ini memang kerap terjadi di Indonesia. Saya menilai bangsa ini sangat suka dengan euforia dan selalu menikmati nuansanya. Kadang bangsa ini juga begitu cepat lupa.

Namun apalah saya tak bisa merubah manusia se indonesia ini untuk tetap semangat di ramadhannya. Setidaknya dimulailah dari diri sendiri yang memberikan contoh. Sehingga mungkin saja nanti ada yang ikut. Kini ramadhan tinggal menghitung hari dan syawal semakin cepat mendekat. Akankah ibadah kita tahun ini hanya sia-sia? Wallahu a’lam bisshowab...