Matahari mulai
muncul dari balik rimbun dedaunan sawit. Sinar lembutnya menembus kabut tipis
yang turun menyelimuti gelap malam. Jam di blackberry
sudah menunjukkan jam setengah lima pagi. Waktunya bergegas untuk mandi dan
bersiap menuju sekolah. Dengan langkah gontai aku berjalan menuju bagian
belakang rumah. Menuju kamar mandi yang hampir hancur akibat lapuk tergerus
air.
Ini adalah awal
pagi yang sangat dingin. Seperti biasanya tempat ini menyediakan sensasi mandi
air dingin setiap pagi. Ketika siang suasana di tempat ini cukup panas. Bahkan
mengalahkan sengatan terik matahari di jakarta. Panas di siang hari rupanya tidak
berlaku ketika malam. Suasana berbalik seratus delapan puluh derajat menjadi
sangat dingin.
Moynod 1 Estate, itu adalah nama tempat aku
bermukim menjadi guru. Estate ini termasuk
dalam tiga estate yang terdapat di
IOI Group Ladang Sabah. Dua estate
lainnya adalah Moynod 2 estate dan
Luang Manis (Central) Estate. Kantor
utama terdapat di Luang Manis Estate yang merupakan estate terbesar diantara
ketiga estate.
Oh ya hampir
lupa, perkernalkan namaku Yasir. Aku adalah seorang lulusan fakultas hukum di
salah satu universitas di pulau jawa. Aku merasa sangat beruntung sekali bisa
terpilih menjadi pendidik di Negeri Sabah. Dahulu aku pernah mempunyai
cita-cita menjadi seorang guru, seperti Ibuku. Aku tidak hidup sendiri di sini.
Aku ditemani partner hidup dan partner mengajar. Adhi Pertama namanya, seorang
oseanograf handal. Beliau lulusan salah satu perguruan tinggi terbaik di negeri
ini. Kami ditempatkan di sekolah Humana, tepatnya Humana House No.71 Moynod
Estate-Ladang Sabah, Sandakan.
Di Humana House
71, mayoritas anak-anak yang bersekolah berasal dari Moynod 2 estate dan Moynod 1 estate, sisanya adalah anak-anak yang berasal dari estate Berkat
Setia, KTS, dan Kenso Estate, yang
mana merupakan Ladang Perseorangan di luar IOI Group. Estate tersebut telah membuat kesepakatan dengan Ladang Sabah
sehingga anak-anak mereka dapat bersekolah di Humana House 71.
Dulu aku menganggap
TKI yang bekerja di sini berasal dari suku Jawa. Rupanya anggapan ini salah
sama sekali. Ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di Sabah yang aku temui
adalah orang Bugis. Anak-anak yang bersekolah di tempat kami sembilan puluh
persen adalah anak Bugis. Sisanya orang Timor atau orang tempatan.
Hal yang paling ‘spesial’
dari anak-anak TKI ini adalah attitude
dan sikap mereka. Mereka anak yang tidak mendapat kasih sayang secara penuh. Boleh
dibilang tingkat kenakalan anak di sini luar biasa. Begitu pula dengan
pendidikan soal moral dari orang tua. Orang tua murid lebih banyak yang sibuk
dan asyik bekerja. Mereka membebankan kami para guru untuk memberikan
pendidikan moral dan akhlak kepada anak didik.
***Sarana***
Keseharianku biasa
dihabiskan menghadapi anak-anak pra sekolah. Ada satu hal unik yang hanya bisa
ditemui di sekolah kami. Di sekolah humana lain untuk anak-anak kecil ada kelas
kindergarten one dan kindergarten two. Namun di sekolah kami
ada kelas tambahan yakni new learner
yang dihuni oleh anak-anak yang baru saja mengenal sekolah. Ini jadi tantangan
terbesar saya karena kelas ini diiisi oleh anak yang belum pandai sama sekali.
Seringnya mereka maenangis di kelas.
Bangunan tempat
saya mengajar nampak seperti bekas rumah manajer. Bisa dilihat dari bentuk
bangunannya yang ‘berbeda’ dengan yang lainnya. Aku sangat menikmati
aktivitasku mengajar anak-anak TKI di sini. Hari ini aku mengajar sendirian di
kelas. Partner saya hari ini sedang mengantarkan paspor untuk memperpanjang
permitt tinggal di Sabah.
Aku mengajar
pelajaran PSV (pendidikan seni dan visual) hari ini. “anak-anak ayo buka bukunya. Hari ini kita akan menggambar rama-rama”
pintaku kepada anak-anak. Mereka nampak semangat sekali membuka buku mereka. “ini Pak Guru bagikan pinsil warna kalian untuk
menggambar ya” ujarku. Mereka antusias sekali dengan pelajaran menggambar.
Aku pun lantas membagikan kotak pinsil warna dengan merk Stabilo yang diberikan
oleh pihak manajer sebagai salah satu sarana belajar anak-anak.
Kalau boleh
cerita tentang sarana dan prasarana belajar sebenarnya lebih dari cukup. Setidaknya
setiap awal tahun anak-anak mendapatkan secara percuma tas, sekotak pinsil
tulis, sekotak pinsil warna, penggaris, dan penghapus. Perusahaan mendukung
sepenuhnya pendidikan di Moynod 1 estate
walaupun belum maksimal seperti pembangunan gedung sekolah yang baru yang
mungkin belum terwujud akibat dana yang
harus digunakan tidaklah sedikit.
Perusahaan juga
selalu menyediakan transportasi dari Moynod 2 ke Moynod 1 setiap harinya.
Terpisah dari Bus Sekolah kerajaan yang memang disediakan estate, murid-murid disediakan alat transportasi sendiri seperti
lori, pick-up atau double cap yang mengantar mereka tiga kali sehari. Lampu
sudah diperbaiki, begitu juga dengan penambahan bangku dan meja.
***Orang
Tua***
Seorang pencuri
pasti tidak ingin anaknya menjadi pencuri. Begitu pula soal pendidikan, tidak
ada satupun orang tua yang ingin anaknya menjadi bodoh. Sebagian orang tua di
sini masih beranggapan bahwa pendidikan itu kurang penting. Sesungguhnya kalau
kita fikir kembali pendidikan itu dapat mengubah nasib seseorang. Pendidikan
dapat merubah pola pikir dan pola kelakuan seorang manusia.
“assalamualaikum cekgu”
terdengar suara seorang bapak dari balik pintu. Aku pun menyambutnya “waalaikumsalam, ada apa pak”. “anu bah cekgu betulkah kita suruh anak ku
lari di padang?” tanya sang bapak. “iya
pak saya memang menghukum anak bapak dengan mengelilingi lapangan badminton”
aku memberi penjelasan. “anak bapak
selalu membuat gaduh kelas dan malas kasih siap kerja rumah” penjelasanku
lebih lanjut.
Rupanya sang
bapak mendapat laporan dari anak yang lain kalau anaknya dihukum oleh gurunya
di sekolah. Sang bapak mencoba melakukan klarifikasi kepada saya. Rupanya sang
bapak tak mengetahui sebab anaknya dihukum. Setelah mendengar penjelasan saya
sang bapak bisa memahami. “memanglah
cekgu nakal betul itu anak ku” celoteh sang bapak. “iya pak jadi di sini saya tidak akan hukum anak kalau anak itu tidak
membuat masalah” aku memberi
penjelasan.
Sang Bapak malah
berujar “pukul saja cikgu kalau anak saya
nakal”. Banyak orang tua yang mempersilahkan kami untuk memukul anak.
Mereka merasakan mengurus anak mereka sendiri pun berat sehingga mengizinkan
kami melakukan hukuman fisik. Namun kami sebagai guru tidak serta merta memukul
anak didik kami. Toh kena pukulpun tidak sampai menyakiti si anak, hanya
sekedar memberikan penegasan kalau ada hal yang harus dilakukan atau ditaati
siswa.
Terkadang sanksi
fisik diperlukan karena kebanyakan anak didik kami sangat sulit mendengarkan apa
yang orang sampaikan. Aku tidak munafik dan tidak menutupi fakta bahwa aku
pernah memberikan hukuman seperti lari mengelilingi sekolah, push up, atau pun
jewer telinga. Anak ladang bukanlah anak perkotaan yang bisa mendengar perintah
dengan baik. Mereka perlukan sebuah pendekatan lebih. Satu hal yang saya alami
adalah apabila si anak pernah kena hukuman dia akan tidak mengulanginya lagi di
lain waktu.
Sejauh ini orang tua
sangat mendukung apa yang kami lakukan di sekolah. Kebutuhan belajar anak
mereka juga disupport seperti buku, alat tulis, dan biaya pendidikan. Pelajar
di sekolah kami dibebankan membayar iuran sekolah sebesar dua ringgit per
bulan. Tentunya ini tidak menjadi beban bagi orang tua. Setiap program yang
kami rencanakan juga berhasil berkat dukungan orang tua. Hanya saja support
yang kami rasakan kurang adalah tentang pengawasan terhadap anak-anak. Banyak
orang tua yang merasa tidak peduli untuk mengawasi hasil belajar anak-anaknya.
Mereka melepaskan sepenuhnya tanggung jawab mendidik anak kepada kami para
guru.
***Masyarakat***
Sore ini aku
hendak berjalan menuju kedai (warung) yang menjual perlengkapan dan kebutuhan
sehari-hari. Sekotak telur dan beberapa bungkus mie instant hendak ku beli.
Jarak rumah dan kedai agak jauh. Aku harus berjalan kaki satu kilometer menuju
kedai. “singgah cikgu” seorang ibu
menyapa ku. Ajakan untuk singgah selalu dilontarkan oleh masyarakat yang kami
lalui. Mereka sangat menghargai kami para guru di sini. Setidaknya mereka tidak
merasakan gangguan atas kehadiran kami.
Di Ladang Sabah
tempat kami tinggal terdapat sebuah kilang. LSPOM (Ladang Sabah Palm Oil Mill)
nama kilang besar ini. Banyak pekerja yang menginginkan bekerja di kilang. Perkerja
kilang adalah pekerjaan prestisius di sini. Soal ukuran gaji memang pekerja
kilang mendapatkan bayaran lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja di
blok kebun. Selain itu fasilitas perumahannya juga dinilai lebih layak.
Perumahan
masyarakat di sini menjadi dua. Kami guru di sini mendapatkan tempat tinggal di
perumahan staff (kerani-mandor). Jiran tetangga kami adalah pekerja kilang
dengan posisi jabatan yang cukup tinggi. Mereka rata-rata merupakan keturunan
bugis atau orang bugis aseli yang telah mendapatkan Identity Card (biasa disingkat IC) dari kerajaan Malaysia. Pemegang IC dapat menyekolahkan anaknya di
sekolah kerajaan yang kalau di Indonesia disebut sebagai sekolah negeri.
Masayarakat pada
umumnya mendukung sekali kehadiran kami di sini untuk mengajar. Apresiasi
masyarakat bisa dilihat dari cara memperlakukan kami para guru. Kami selalu
mendapat perlakuan hormat dan simpatik dari masyarakat di Moynod Estate ini.
Tak jarang kami mendapatkan undangan menghadiri kegiatan masyarakat atau
resepsi, baik pernikahan ataupun perayaan hari jadi.
***Peran
kemasyarakatan***
Manusia adalah
mahluk sosial. Manusi memerlukan manusia lain dalam kehidupannya. Saling
berinteraksi dan komunikasi menjadi kebutuhan dasar manusia. Begitu pula dengan
aku dan rekan kerjaku. Kami membutuhkan interaksi dengan masyarakat. Kami
berusaha menjalin hubungan dan komunikasi yang erat dengan warga. Mengapa
demikian? Karena kesuksesan kerja kami di sini sangat membutuhkan support dari
masyarakat pada umumnya dan orang tua murid khususnya.
“esok cikgu jadi imam boleh kah?” pinta seorang pakcik ketika aku
sedang beristirahat sembari menikmati minuman dingin. “boleh lah pakcik” aku menyanggupi tawarannya.
Aku selalu
diminta oleh masyarakat untuk menjadi imam atau khatib ketika pelaksanaan
ibadah. Buatku ini adalah sebuah cara mendekatkan diri dengan warga. Tentunya mereka
akan sangat menerima kehadiran kami ketika kami turut membaur bersama warga. Sejauh
ini aku sudah sangat sering mengimami salat jum’at berjamaah. Tidak hanya itu
saya pun sudah merasakan perayaan iedul fitri dan iedul adha di ladang. Kalau
yang lain memilih untuk bepergian ke bandar atau ada yang memilih merayakan
hari raya di Kampung halaman. Tidak dengan ku yang lebih memilih melewati hari
raya bersama masyarakat di sini. Rasanya seperti rumah sendiri.
***Peran
konsul dan kompani***
“siang pak apa kabar?” aku membuka
obrolan dengan Pak Hendro selaku pelaksanan pensosbud di Konsulat RI Tawau. Aku
bertanya perihal dokumen kami tingal di Sabah. Sudah dua kali kami harus
melakukan pembaharuan visa kami di Sabah. Sejauh ini pelayanan konsul melalui
Pak Hendro kami nilai baik.
Kabar itu
datang. Pak Hendro harus berpindah tugas dan digantikan pejabat lain yakni Ibu
Dian. Aku tidak mengenal dekat Ibu Dian. Aku merasakan ada perbedaan pelayanan
dan bantuan dari konsul setelah pergantian petugas ini. Di saat Pak Hendro
menjabat Pensosbud terasa sekali bantuan dari beliau. Sekarang? Ah aku tak mau
banyak berkomentar.
Kebutuhan kami
terhadap konsulat adalah bagaimana kami memperoleh dukungan dalam hal
pengurusan ijin tinggal kami di Sabah. Pengurusan visa adalah hal sangat
krusial bagi kami. Kami menginginkan multi
entry (ME) kami keluar tepat waktu sehingga kami tidak harus bertapok
(sembunyi) karena tidak memegang paspor. Aku mulai bertugas sejak juli 2013 dan
artinya per Agustus ini aku sudah dua kali memperpanjang ME kami.
Pengalaman pertama
perpanjangan ME kami baru selesai setelah lewat sebulan. Dan kami harus
menggunakan special pass. Kali terulang kembali seperti tahun lalu. Sampai
dengan aku menulis tulisan ini perpanjangan ME kami belum juga selesai. Padahal
kami telah mengurusnya melalui koordinator kami yakni Pak Galih Satria. Kami
mengurus perpanjangan ME ini sejak tiga bulan sebelum ME kami habis. Artinya
kami sudah mulai mengurus sejak Mei.
Sebetulnya aku
tidak menuntut banyak soal ijin tinggal kami di negeri orang ini. Ku pikir
tentunya Konsulat mempunyai power of
dimpolacy. Sebab sejauh ini pengurusan ME tahun ini mengalami keterlambatan
karena alasan yang tidak jelas.
Moynod Estate 1 dipimpin
oleh seorang manajer estate yang
biasa dipanggil Tuan Karim. Awal tahun ini tuan dimutasi ke tempat lain.
Sementara estate kami mengalami
kekosongan manajerial. Kekosongan ini diisi oleh seorang Mister dari Moynod 2 Estate yakni Tuan Wisnu. Apabila aku mempunya
urusan yang terkait sekolah aku selalu menghubungi Tuan Thomas Soo selaku
manajer utama di Moynod.
Beberapa kali kami
sempat mengirimkan surat meminta estate
memperbaiki sekolah kami. Sekolah kami mulai teruk (jelek/rusak). Sekolah belum
juga diperbaiki lantaran belum ada alokasi dana untuk sekolah. Renovasi sekolah
mendadak dilakukan pada awal tahun ini karena kebetulan Moynod mendapatkan
lawatan dari pelawat Kemendiknas pada desember 2012 lalu. Kami memang tidak
bisa berharap banyak untuk perbaikan fasilitas sekolah.
Setidaknya aku
harus bersyukur bahwa pihak estate
menyediakan bas sekolah kerajaan yang sebetulnya dikhususkan mengangkut pelajar
sekolah kerajaan. Anak murid kami setiap hari yang berada di Moynod 2
bersekolah dengan diantar jemput oleh bas sekolah kerajaan.
***Tempat
tinggal***
Rumah yang aku
tiduri ini berumur empat belas tahun sudah. Terbuat dari kayu sepenuhnya. Hanya
bagian tandas (kamar mandi) yang terbuat dari semen. dindingnya yang terbuat
dari kayu sudah mulai menua dan terkelupas. Tiang bangunan panggung ini masih
gagah menopang rumah tempat kami beraktifitas. Walaupun disekitar kami sudah
banyak berdiri rumah batu (beton) kami sangat bersyukur masih bisa tinggal di
rumah yang menurutku layak ini.
Ada keuntungan yang kami
peroleh ketika kami tinggal di perumahan staf. Perumahan staf menawarkan
fasilitas air dan listrik nonstop. Tentu saja listrik yang hidup selama dua
puluh empat jam membantu produktifitas kami sebagai guru. Di beberapa ladang
banyak guru yang tinggal di perumahan pekerja. Konskwensinya adalah aliaran listrik
yang terbatas. Listrik mulai menyala jam empat petang kemudian mati pada jam
sebelas malam. Listrik akan menyala kembali jam empat subuh dan akan dimatikan
jam enam pagi. Listrik di perumahan pekerja tidak menyala fulltime lantaran
untuk mencegah pekerja membolos.
Aku selalu
menikmati suasana rumahku yang sunyi dan tenang. Buatku suasana rumah yang
tenang sangat menyenangkan untuk bekerja. Tidak ada banyak gangguan dari
anak-anak. Jarak rumahku dnegan tetangga pun terbentang beberapa meter sehingga
aktifitas jiran tidak mengganggu ketenangan kami.
***Program
unggulan***
Mereka adalah
anak Indonesia, mereka sebagian lahir di Indonesia, mereka berorangtuakan orang
Indonesia. Anak muridku didominasi oleh anak Bugis, sisanya orang Bima dan
Orang Timor. Apa hal yang menjadi tujuan utamaku di sini? Aku ingin membantu
para TKI di sini melalui pendidikan. Dengan pendidikan mereka akan menjadi sumberdaya
manusia yang handal. Tidak melulu soal berapa banyak ilmu yang mereka punya.
Aku melihat pentingnya sebuah proses pendidikan adalah membentuk manusia
terstruktur. Mereka yang pandai memiliki skema berfikir runut dan tertata
rapih. Tentunya kemampuan ini tidak dimiliki oleh anak-anak yang menghabiskan
waktu bermain sepanjang hari. Kemampuan berfikir logis nan sistematis akan
membantu setiap jenis pekerjaan. Mereka akan mampu melakukan troubleshooting
sendiri.
Salah satu misi
yang menurutku urgent adalah
menyelenggarakan ujian paket A atau ujian setara UAS SD. Saya memiliki beberapa
anak murid di primary dan mereka
lahir di Sabah serta dibesarkan di Sabah. Mereka memiliki kewarnegaraan
Indonesia yang dikuatkan dengan paspor yang mereka miliki. Menjadi kewajiban
para guru memberikan kesempatan kepada anak didik kami untuk berkembang. Salah
satunya adalah dengan memberikan bantuan pelaksanaan ujian paket A.
Alhamdulillah
tahun ini kami melaksanakan ujian paket A dengan banyak keterbatasan.
Setidaknya aku patut bersyukur masih ada tiga orang anak yang ikut paket A.
Kebanyakan anak usia sekolah SMP memilih untuk bekerja, entah menjadi pemungut
biji atau perkerjaan lainnya di ladang maupun kilang. Sebenarnya aku sedih
mengetahui fakta bahwa anak-anak sesungguhnya ingin sekolah. Namun ada tuntutan
meringankan beban orang tua mereka. Kebanyakan TKI di sini punya anak banyak.
Mereka memikirkan adik-adiknya sehingga memilih bekerja dari pada melanjutkan
sekolah.
Namun upaya yang
aku lakuka tidak lantas berhenti sampai di sini. Targetku di tahun depan aku
sudah membuka sebuiah TKB (Tempat Kegiatan Belajar) yang merupakan sebuah SMPT.
Ladang ini harus punya sekolah Indonesia. Berdasarkan data pengamatan yang aku
lakukan dan survei secara random kebanyakan anak di sini berusia sekolah dasar.
Ketika metreka besar seusia sekolah SMP atau SMA mereka akan kembali ke
kampungnya. Pilihan sekolah selain di kampung adalah dengan bersekolah di
Sebatik.
***Rekomendasi***
Sejak awal
membaca leaflet mengenai program ini saya sangat sadar. Ini merupakan sebuah
misi penting. Bukan soal mengajar atau mendirikan sekolah tetapi juga
memberikan pelayanan maksimal kepada warga negara yang berada di luar negeri. Selama
ini para TKI dianggap sebagai warga negara kelas dua karena kerap mendapat
pelayanan tidak maksimal. Untuk itulah kehadiran kami di Sabah ini hendaknya
menjadi ajang pelayanan terbaik. Berbuat sesuatu untuk masa depan anak-anak
lebih cerah. Utamanya adalah kontinuitas program ini ke depan.
Ada beberapa
rekomendasi yang dapat kami sampaikan kepada Pemerintah RI dalam hal ini
melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan :
- Melakukan perpanjangan kontrak kepada semua pendidik di Sabah. Hal ini berdasarkan pengamatan kami yang melihat jangka waktu selama dua tahun kemudian digantikan guru baru itu tidak maksimal. Banyak program guru sebelumnya yang tidak selesai dan belum sempat ditransformasikan kepada guru baru;
- Mengumpulkan tulisan pengalaman mengajar dari para gur di Sabah. Ini akan menjadi motivasi tersendiri bagi siapa saja yang concern terhadap dunia pendidikan. Saya berharap bisa membuat sebuah buku yang dapat diedarluaskan. Menjadi pembuktian bahwa pemerintah juga peduli terhadap pendidikan anak TKI di Malaysia;
- Sokongan terhadap upaya pendirian TKB maupun CLC oleh para guru. TKB yang menjadi cikal bakal CLC harus bisa dirangsang untuk tumbuh secara sporadis dan simultan. Selama ini guru yang bertugas di Humana enggan membuka CLC lantaran harus mendua dalam bekerja. Yang saya yakini para guru sangat semangat untuk membuka sekolah baru.
Kiranya untaian
pengalaman mengajar saya bersama rekan saya bisa menjadi sedikit gambaran. Kami
pun berharap rekomendasi kami dapat direalisasikan. Mimpi kami para guru Sabah
adalah untuk melihat anak-anak dapat mencapai sukses.