Pages

Beternak Tikus Putih

Oleh wongbanyumas

Tikus putih termasuk dalam keluarga rodentia sehingga masih termasuk kerabat dengan hamster, gerbil, tupai, dan mahluk pengerat lainnya. Tikus putih yang kita bicarakan kali ini adalah tikus mencit mus musculus. Bagi para pecinta reptil seperti ular atau pun biawak tikus putih adalah makanan yang populer. Tikus sangat digemari lantaran kandungan gizi yang dimiliki lebih banyak dari pakan lain seperti katak atau burung emprit. Tikus putih (mencit) sangat mudah dikembang biakkan.

Untuk memulai melakukan breeding mencit yang paling penting adalah menyiapkan indukan. Indukan memegang peranan penting dalam proses breeding. Indukan yang baik dan sehat akan menghasilkan banyak anakan. Tak hanya menyiapkan indukan kita juga harus menyiapkan fasilitas breeding serta pakan.

Untuk memulai breeding kita memilih calon indukan yang telah matang kelamin. Induk yang siap kawin adalah yang berumur lebih dari dua bulan. Untuk membedakan jantan dan betina bagi para pemula sangat sulit. Sebenarnya caranya sangat mudah untuk membedakan jenis kelamin tikus putih. Coba pegang buntut hingga tubuh tikus menggantung dan lihat bagian anus. Untuk tikus jantan akan terlihat buah zakar yang cukup besar sedangkan pada tikus betina tidak ada.

Setelah mendapat sepasang induk langkah selanjutnya adalah dengan mencampurkannya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal kita dapat menggunakan rasioa satu ekor pejantan dengan tiga ekor betina. Biarkan mereka ‘bermain’ bersama sesuai instingnya dan ga perlu diajarin lho... :p

Wadah yang dapat kita gunakan bermacam-macam mulai dari aquarium sampai bak fiber. Wadah tersebut terserah anda dan sesuaikan dengan kantong anda. Ketika melakukan pencampuran induk stimulasikan dengan taoge. Taoge terkenal sebagai obat mujarab untuk memperbanyak anak tikus. Indukan yang diberi paka taoge biasanya lebih tokcer dan anaknya sangat banyak.

Coba sesekali anda cermati para indukan betina. Masa kehamilan tikus putih adalah dua pekan. Setelah satu pekan lebih akan terlihat perut tikus membesar dan tampak jendolan. Kalau kita angkat ekornya maka akan terlihat seperti buah pear yang ranum. Segera kita pisahkan dari tikus yang lain. Tempatkan di tempat yang tenang agar sang ibu tidak mengalami stress. Berikan pakan dan minum yang cukup agar gizi sang induk tetap oke. Sebab pasca melahirkan sang induk harus menyusui selama dua pekan lebih.

Setelah beberapa hari dipisah sang induk biasanya segera melahirkan anaknya. Anak tikus (cindil) yang berwarna merah sangat kecil seukuran seruas jari saja. Induk betina yang telah dipisah soliter akan menjaga dan mengawasi anaknya. Jangan sampai indukan ini stress atau kekurangan makan/minum karena mereka bisa memakan anaknya sendiri. Pada saat awal kelahiran jangan kaget jika anda menemukan anak tikus yang dimakan. Tak perlu khawatir karena yang dimakan itu adalah anakan yang cacat.

Berikan pakan yang berkualitas mulai dari campuran biji-bijan dan voer (pur) ayam. Air minum pun jangan sampai telat agar sang ibu tidak kehabisan cairan tubuh ketika menyusui. Selama satu pekan pertama cindil masih sangat merah. Pekan kedua bulu mulai tumbuh dengan cepat. Memasuki pekan ketiga bulu telah tumbuh dengan sempurna dan tikus muda mulai berjalan-jalan walaupun matanya masih tertutup. Pekan ketiga mata mulai terbuka dan anakan sudah dapat makan sendiri. Selanjutnya angkat indukan anda. Dalam dua bulan anak tikus tadi akan besar dan siap dikawinkan kembali. Selamat mencoba...

Diculik Facebook

Oleh Wongbanyumas

Semua user internet pasti mempunyai akun pada jejaring sosial, baik facebook maupun twitter. Bak jamur di musim hujan pertumbuhan akun jejaring sosial dan micro blogging itu tumbuh sangat pesat. Banyak orang yang memanfaatkan situs jejaring ini. Paling hot adalah facebook yang merupakan hasil karya Mark Zukerberg. Pengguna facebook sampai dengan saat ini telah menembus angka lima juta user. Hal yang sangat besar bagi sebuah situs jejaring sosial.

Facebook menjadi yang populer saat ini. Tak pelak mulai artis hingga anak SD pun mempunyai akun facebook. Tak jarang para user facebook tersandera oleh akunnya. Ketika mereka membuka mata hal yang dilakukan adalah cek status atau melihat pemberitahuan. Begitu pun kesehariannya dihabiskan bersama layar handphone atau layar monitor.

Beberapa kali publik digegerkan oleh peristiwa penculikan. Penculikan tersebut lebih tepat disebut dengan dibawa lari atau kabur. Biasanya korbannya adalah mereka para gadis usia belia dan masih menempuh pendidikan di sekolah. Korban tertipu oleh teman yang mereka kenal di facebook. Teman ini begitu spesial dan istimewa. Mungin belum pernah ada sosoknya di dunia maya. Ya inilah dunia maya yang menawarkan banyak hal yang maya.

Semua terlihat indah dan menarik di dunia maya. Cukup dengan mengedit profil dan mengganti foto profil maka akan terbentuklah sosok baru yang belum dikenal sebelumnya. Sialnya banyak gadis belia yang tertipu oleh topeng maya ini. Tak jarang mereka dijanjikan oleh teman baru mereka dengan berbagai hadiah. Tak jarang teman spesial itu mengajak pergi sang gadis pujaannya.

Tipuan dunia memang halus dan sulit untuk diduga. Kadang belum tentu sosok profil yang menjadi teman dalam dunia maya kita kenal dengan baik. Maka berhati-hatilah dalam berfacebook ria bagi anda. Dunai maya hanya sebagai tempat bermain.

Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy

Suatu petang, di Tahun 1525. Penjara tempat tahanan orang-orang di situ terasa hening mencengkam. Jeneral Adolf Roberto, pemimpin penjara yang terkenal bengis, tengah memeriksa setiap kamar tahanan.


Setiap banduan penjara membongkokkan badannya rendah-rendah ketika 'algojo penjara' itu melintasi di hadapan mereka. Kerana kalau tidak, sepatu 'boot keras' milik tuan Roberto yang fanatik Kristian itu akan mendarat di wajah mereka. Roberto marah besar ketika dari sebuah kamar tahanan terdengar seseoran mengumandangkan suara-suara yang amat ia benci. "Hai...hentikan suara jelekmu! Hentikan...!" Teriak Roberto sekeras-kerasnya sambil membelalakkan mata. Namun apa yang terjadi? Laki-laki di kamar tahanan tadi tetap saja bersenandung dengan khusyu'nya. Roberto bertambah berang. Algojo penjara itu menghampiri kamar tahanan yang luasnya tak lebih sekadar cukup untuk satu orang.


Dengan marah ia menyemburkan ludahnya ke wajah tua sang tahanan yang keriput hanya tinggal tulang. Tak puas sampai di situ, ia lalu menyucuh wajah dan seluruh badan orang tua renta itu dengan rokoknya yang menyala. Sungguh ajaib... Tak terdengar secuil pun keluh kesakitan. Bibir yang pucat kering milik sang tahanan amat galak untuk meneriakkan kata Rabbi, wa ana 'abduka... Tahanan lain yang menyaksikan kebiadaban itu serentak bertakbir sambil berkata, "Bersabarlah wahai ustaz...InsyaALlah tempatmu di Syurga."


Melihat kegigihan orang tua yang dipanggil ustaz oleh sesama tahanan, 'algojo penjara' itu bertambah memuncak marahnya. Ia memerintahkan pegawai penjara untuk membuka sel, dan ditariknya tubuh orang tua itu keras-kerasnya sehingga terjerembab di lantai.


"Hai orang tua busuk! Bukankah engkau tahu, aku tidak suka bahasa hinamu itu?! Aku tidak suka apa-apa yang berhubung dengan agamamu! Ketahuilah orang tua dungu, bumi Sepanyol ini kini telah berada dalam kekuasaan bapa kami, Tuhan Jesus. Anda telah membuat aku benci dan geram dengan 'suara-suara' yang seharusnya tidak didengari lagi di sini. Sebagai balasannya engkau akan kubunuh. Kecuali, kalau engkau mahu minta maaf dan masuk agama kami."


Mendengar "khutbah" itu orang tua itu mendongakkan kepala, menatap Roberto dengan tatapan yang tajam dan dingin. Ia lalu berucap, "Sungguh...aku sangat merindukan kematian, agar aku segera dapat menjumpai kekasihku yang amat kucintai, ALlah. Bila kini aku berada di puncak kebahagiaan karena akan segera menemuiNya, patutkah aku berlutut kepadamu, hai manusia busuk? Jika aku turuti kemahuanmu, tentu aku termasuk manusia yang amat bodoh."


Sejurus sahaja kata-kata itu terhenti, sepatu lars Roberto sudah mendarat di wajahnya. Laki-laki itu terhuyung. Kemudian jatuh terkapar di lantai penjara dengan wajah berlumuran darah. Ketika itulah dari saku baju penjaranya yang telah lusuh, meluncur sebuah 'buku kecil'. Adolf Roberto berusaha memungutnya. Namun tangan sang Ustaz telah terlebih dahulu mengambil dan menggenggamnya erat-erat. "Berikan buku itu, hai laki-laki dungu!" bentak Roberto.

"Haram bagi tanganmu yang kafir dan berlumuran dosa untuk menyentuh barang suci ini!"ucap sang ustaz dengan tatapan menghina pada Roberto. Tak ada jalan lain, akhirnya Roberto mengambil jalan paksa untuk mendapatkan buku itu. Sepatu lars seberat dua kilogram itu ia gunakan untuk menginjak jari-jari tangan sang ustaz yang telah lemah.


Suara gemeretak tulang yang patah terdengar menggetarkan hati. Namun tidak demikian bagi Roberto. Laki-laki bengis itu malah merasa bangga mendengar gemeretak tulang yang terputus. Bahkan 'algojo penjara' itu merasa lebih puas lagi ketika melihat tetesan darah mengalir dari jari-jari musuhnya yang telah hancur.


Setelah tangan tua itu tak berdaya, Roberto memungut buku kecil yang membuatnya baran. Perlahan Roberto membuka sampul buku yang telah lusuh. Mendadak algojo itu termenung. "Ah...seperti aku pernah mengenal buku ini. Tetapi bila? Ya, aku pernah mengenal buku ini."


Suara hati Roberto bertanya-tanya. Perlahan Roberto membuka lembaran pertama itu. Pemuda berumur tiga puluh tahun itu bertambah terkejut tatkala melihat tulisan-tulisan "aneh" dalam buku itu. Rasanya ia pernah mengenal tulisan seperti itu dahulu. Namun, sekarang tak pernah dilihatnya di bumi Sepanyol.


Akhirnya Roberto duduk di samping sang ustaz yang sedang melepaskan nafas-nafas terakhirnya. Wajah bengis sang algojo kini diliputi tanda tanya yang dalam. Mata Roberto rapat terpejam. Ia berusaha keras mengingat peristiwa yang dialaminya sewaktu masih kanak-kanak.


Perlahan, sketsa masa lalu itu tergambar kembali dalam ingatan Roberto. Pemuda itu teringat ketika suatu petang di masa kanak-kanaknya terjadi kekecohan besar di negeri tempat kelahirannya ini. Petang itu ia melihat peristiwa yang mengerikan di lapangan Inkuisisi (lapangan tempat pembantaian kaum muslimin di Andalusia). Di tempat itu tengah berlangsung pesta darah dan nyawa. Beribu-ribu jiwa tak berdosa gugur di bumi Andalusia.


Di hujung kiri lapangan, beberapa puluh wanita berhijab (jilbab) digantung pada tiang-tiang besi yang terpancang tinggi. Tubuh mereka bergelantungan tertiup angin petang yang kencang, membuat pakaian muslimah yang dikenakan berkibar-kibar di udara. Sementara, di tengah lapangan ratusan pemuda Islam dibakar hidup-hidup pada tiang-tiang salib, hanya karena tidak mahu memasuki agama yang dibawa oleh para rahib.


Seorang kanak- kanak laki-laki comel dan tampan, berumur sekitar tujuh tahun, malam itu masih berdiri tegak di lapangan Inkuisisi yang telah senyap. Korban-korban kebiadaban itu telah syahid semua. Kanak kanak comel itu melimpahkan airmatanya menatap sang ibu yang terkulai lemah di tiang gantungan. Perlahan-lahan kanak - kanak itu mendekati tubuh sang ummi yang tak sudah bernyawa, sambil menggayuti abinya. Sang anak itu berkata dengan suara parau, "Ummi, ummi, mari kita pulang. Hari telah malam. Bukankah ummi telah berjanji malam ini akan mengajariku lagi tentang alif, ba, ta, tsa....? Ummi, cepat pulang ke rumah ummi..."


Budak kecil itu akhirnya menangis keras, ketika sang ummi tak jua menjawab ucapannya. Ia semakin bingung dan takut, tak tahu apa yang harus dibuat . Untuk pulang ke rumah pun ia tak tahu arah. Akhirnya budak itu berteriak memanggil bapaknya, "Abi...Abi...Abi..." Namun ia segera terhenti berteriak memanggil sang bapa ketika teringat petang kelmarin bapanya diseret dari rumah oleh beberapa orang berseragam.


"Hai...siapa kamu?!" jerit segerombolan orang yang tiba-tiba mendekati budak tersebut. "Saya Ahmad Izzah, sedang menunggu Ummi..." jawabnya memohon belas kasih. "Hah...siapa namamu budak, cuba ulangi!" bentak salah seorang dari mereka. "Saya Ahmad Izzah..." dia kembali menjawab dengan agak kasar. Tiba-tiba "Plak! sebuah tamparan mendarat di pipi si kecil. "Hai budak...! Wajahmu cantik tapi namamu hodoh. Aku benci namamu. Sekarang kutukar namamu dengan nama yang lebih baik. Namamu sekarang 'Adolf Roberto'...Awas! Jangan kau sebut lagi namamu yang buruk itu. Kalau kau sebut lagi nama lamamu itu, nanti akan kubunuh!" ancam laki-laki itu."


Budak itu mengigil ketakutan, sembari tetap menitiskan air mata. Dia hanya menurut ketika gerombolan itu membawanya keluar lapangan Inkuisisi. Akhirnya budak tampan itu hidup bersama mereka.


Roberto sedar dari renungannya yang panjang. Pemuda itu melompat ke arah sang tahanan. Secepat kilat dirobeknya baju penjara yang melekat pada tubuh sang ustaz. Ia mencari-cari sesuatu di pusat laki-laki itu. Ketika ia menemukan sebuah 'tanda hitam' ia berteriak histeria, "Abi...Abi...Abi..." Ia pun menangis keras, tak ubahnya seperti Ahmad Izzah dulu. Fikirannya terus bergelut dengan masa lalunya. Ia masih ingat betul, bahwa buku kecil yang ada di dalam genggamannya adalah Kitab Suci milik bapanya, yang dulu sering dibawa dan dibaca ayahnya ketika hendak menidurkannya. Ia jua ingat betul ayahnya mempunyai 'tanda hitam' pada bahagian pusat.


Pemuda bengis itu terus meraung dan memeluk erat tubuh tua nan lemah. Tampak sekali ada penyesalan yang amat dalam atas tingkah-lakunya selama ini. Lidahnya yang sudah berpuluh-puluh tahun lupa akan Islam, saat itu dengan spontan menyebut, "Abi... aku masih ingat alif, ba, ta, tha..." Hanya sebatas kata itu yang masih terakam dalam benaknya.

Sang ustaz segera membuka mata ketika merasakan ada tetesan hangat yang membasahi wajahnya. Dengan tatapan samar dia masih dapat melihat seseorang yang tadi menyeksanya habis-habisan kini sedang memeluknya. "Tunjuki aku pada jalan yang telah engkau tempuhi Abi, tunjukkan aku pada jalan itu..." Terdengar suara Roberto meminta belas.


Sang ustaz tengah mengatur nafas untuk berkata-kata, lalu memejamkan matanya. Air matanya pun turut berlinang. Betapa tidak, jika setelah puluhan tahun, ternyata ia masih sempat berjumpa dengan buah hatinya, di tempat ini. Sungguh tak masuk akal. Ini semata-mata bukti kebesaran Allah.


Sang Abi dengan susah payah masih boleh berucap. "Anakku, pergilah engkau ke Mesir. Di sana banyak saudaramu. Katakan saja bahwa engkau kenal dengan Syaikh Abdullah Fattah Ismail Al-Andalusy. Belajarlah engkau di negeri itu," Setelah selesai berpesan sang ustaz menghembuskan nafas terakhir dengan berbekal kalimah indah "Asyahadu anla IllaahailALlah, wa asyahadu anna Muhammad Rasullullah...'. Beliau pergi dengan menemui Rabbnya dengan tersenyum, setelah sekian lama berjuang dibumi yang fana ini.


Kini Ahmah Izzah telah menjadi seorang alim di Mesir. Seluruh hidupnya dibaktikan untuk agamanya, 'Islam, sebagai ganti kekafiran yang di masa muda sempat disandangnya. Banyak pemuda Islam dari berbagai penjuru berguru dengannya..."


Al-Ustadz Ahmad Izzah Al-Andalusy.

Benarlah firman Allah...

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama ALlah, tetaplah atas fitrah ALlah yang telah menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah ALlah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS>30:30)


Syeikh Al-Islam Turki yang terakhir iaitu As-Syeikh Mustafa Al Basri telah menegaskan dalam bukunya ...

Sekularisma yang memisahkan ajaran agama dengan kehidupan dunia merupakan
jalan paling mudah untuk menjadi murtad.

Dari : Al-Manahil

Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...