Oleh wongbanyumas
Perkembangan zaman semakin pesat dan semakin maju. Semua aktivitas dan kegiatan manusia juga turut berderap cepat seiring perkembangan zaman. Masyarakat yang pada awalnya merupakan sebuah komunitas kecil pada akhirnya di era modern ini membentuk sebuah entitas yang besar dan kompleks. Suatu masyarakat yang kompleks dan heterogen di dalamnya terdapat begitu banyak permasalahan. Masalah yang timbul salah satunya adalah pengelolaan sampah yang buruk. Selama ini penanganan sampah baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota terkesan setengah hati.
Kebijakan pemerintah mengenai sampah dinilai kurang memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan (sustainable). Pengelolaan sampah di berbagai daerah di Indonesia hanya mengacu pada paradigma pengelolaan yang instan dengan pendekatan akhir (end of-pipe). Pengelolaan sampah hanya dilakukan hanya dilakukan dengan pembuangan ke tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa melalui proses reduce, reuse, dan recycle (3R). Sampah yang ada dan berasal dari masyakat tidak pernah diproses dan dilakukan kegiatan pemanfaatan secara ekonomis terhadap sampah yang muncul. Akibatnya dapat kita saksikan bahwa sampah yang menggunung pada akhirnya tidak dapat ditangani.
Ketika tumpukan sampah sudah sangat banyak dan tidak dapat tertangani maka langkah yang sering diambil oleh sebagian besar daerah di Indonesia adalah dengan memindahkan TPA ke tempat lain. Sepintas hal ini terlihat mudah dan sepele bagi sebagian orang. Namun sesungguhnya tumpukan sampah yang muncul tersebut pada akhirnya berpotensi untuk menimbulkan penyakit.
Masyarakat yang semakin berkembang pesat juga menghasilkan banyak sampah. Terutama daerah perkotaan yang menjadi penghasil sampah terbesar. Berdasarkan data-data BPS tahun 2000, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 %, yang dibakar sebesar 37,6 % , yang dibuang ke sungai 4,9 % dan tidak tertangani sebesar 53,3 %.1 Semakin bertambahnya penduduk dan perumahan membuat produksi sampah dan limbah semakin membengkak.
Pertambahan penduduk dan arus perpindahan masyrakat dari desa ke kota yang sangat pesat menyebabkan timbunan sampah di TPA semakin tinggi. Purwokerto sebagai salah satu kota yang memiliki potensi pengembangan ekonomi cukup tinggi ternyata menarik banyak warga dari desa. Terlebih Purwokerto memiliki sebuah uiversitas negeri yakni Universitas Jenderal Soedirman. Tentunya hal tersebut menjadi magnet yang sangat kuat. Sehingga arus perpindahan penduduk menuju kota Purwokerto tidak dapat dielakkan lagi.,
Berdasarkan pengamatan penulis banyak berdiri komplek pemukiman baru. Pembangunan perumahan tersebut tentu saja mengandung konsekuensi bahwa jumlah penduduk semakin bertambah. Dari banyaknya jumlah penduduk berbanding lurus dengan banyaknya sampah yang dihasilkan. Tingkat kemakmuran dan peningkatan taraf ekonomi merubah pola hidup masyarakat menjadi konsumtif, sehingga jumlah sampah yang dihasilkan semakin membengkak. Dampak yang timbul adalah jangka waktu penampungan di tempat pembuangan akhir berkurang, serta sulitnya mendapatkan lahan tempat pembuangan akhir yang baru. TPA yang diproyeksikan dapat beropersi selama 25 tahun menurut standard SNI ternyata hanya mampu beroperasi kurang dari itu. Hal ini semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah baru.
Ketika berbicara mengenai pengelolaan sampah seringkali terjadi tumpang tindih. Pengelolaan sampah seringkali menjadi wewenang banyak dinas di daerah. Dinas kebersihan, dinas tata kota, dinas lingkungan kadang mengelola sampah secara bersamaan. Hal ini menimbulkan kekacauan dalam koordinasi dengan pejabat terkait. Pembiayaan kegiatan pengelolaan sampah berupa penarikan retribusi kadang juga tidak jelas. Hal ini juga terkait dengan kewenangan dinas terkait yang tumpang tindih.
Pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang) atau jasa. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja sebagai upaya pemenuhan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat dan atau Satuan Kerja/Pegawai pada Satuan Kerja lainnya sebagai penerima pelayanan maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
c. sampah spesifik
Sedangkan menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, jenis sampah meliputi sampah organik dan non organik. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Setelah era reformasi berlalu sistem pemerintahan daerah di Indonesia menganut asas desentralisasi. Daerah memiliki wewenang secara otonom untuk mengatur dan mengurus daerah. Namun wewenang yang dimiliki daerah tidak boleh melampaui wewenang pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah pusat meliputi:
1.politik luar negeri;
2.pertahanan;
3.keamanan;
4.yustisi;
5.moneter dan fiskal nasional; dan
6.agama.
Di luar enam urusan pemerintahan tersebut daerah berhak untuk melakukan pengelolaan secara mandiri. Daerah dapat melakukan regulasi dan menjalankan wewenang selain enam poin wewenang pemerintah pusat.
Indonesia merupakan penganut konsep negara kesejahteraan yang memiliki ciri utama yaitu adanya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya. Hal itu menimbulkan konsekuensi bahwa negara harus ambil bagian dalam setiap aspek kehidupan agar tercipta kesejahteraan bagi warga negaranya. Tidak terkecuali dalam hal penglolaan sampah. Pasal 28 f UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan.
Dalam pasal 5 Undang-Undang No 18 Tahun 2008 pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Tugas sebagaimana pasal 5 tersebut terdiri atas :
> menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;
> melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;
> memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;
> melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
> mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
> memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
> melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah :
1. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
2. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
3. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
4. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
5. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
6. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.
Tempat pembuangan akhir sampah yang selanjutnya disebut TPA adalah lokasi beserta prasarana fisiknya yang telah ditetapkan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pengolahan dan pembuangan akhir sampah. Metode penanganan sampah menurut Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
• Untuk kota sedang dan kota kecil TPA harus menggunakan metode Controlled Landfill (PP No. 16 Tahun 2005)
• Untuk kota metro dan kota besar TPA harus menggunakan metode Sanitary Landfill (PP No. 16 Tahun 2005)
Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah.
Secara umum, daerah perkotaan atau perdesaan yang mendapatkan pelayanan persampahan yang baik akan dapat ditunjukkan memiliki kondisi sebagai berikut :
a. Seluruh masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan memiliki akses untuk penanganan sampah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran, maupun tempat-tempat umum lainnya
b. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah yang dihasilkan dapat ditangani secara benar.
c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat sampah yang berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diarhea, thypus, disentri, dan lain-lain; serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara, air, atau tanah.
d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan sehingga memperoleh manfaat bagai kesejahteraannya.
Pada dasarnya pelayanan sampah merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh Negara. Kebutuhan pelayanan sampah sudah menjadi kebutuhan primer khususnya bagi warga perkotaan. Menurut catatan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, setiap orang di Jakarta menghasilkan sampah rata-rata 2,9 liter per hari. Dengan penduduk sekitar 12 juta jiwa, termasuk para komuter, tiap hari mereka menimbun 26.945 meter kubik atau sekitar 6.000 tong sampah. Sehingga pelayanan sampah yang baik sudah menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah kota Purwokerto. Menilik dari berbagai kasus pengelolaan sampah seperti kasus TPA bojong dan TPA leuwi gajah hendaknya pemerintah memiliki strategi dan kebijakan persampahan yang komperhensif dan tepat sasaran.
Perkembangan zaman semakin pesat dan semakin maju. Semua aktivitas dan kegiatan manusia juga turut berderap cepat seiring perkembangan zaman. Masyarakat yang pada awalnya merupakan sebuah komunitas kecil pada akhirnya di era modern ini membentuk sebuah entitas yang besar dan kompleks. Suatu masyarakat yang kompleks dan heterogen di dalamnya terdapat begitu banyak permasalahan. Masalah yang timbul salah satunya adalah pengelolaan sampah yang buruk. Selama ini penanganan sampah baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota terkesan setengah hati.
Kebijakan pemerintah mengenai sampah dinilai kurang memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan yang berkesinambungan (sustainable). Pengelolaan sampah di berbagai daerah di Indonesia hanya mengacu pada paradigma pengelolaan yang instan dengan pendekatan akhir (end of-pipe). Pengelolaan sampah hanya dilakukan hanya dilakukan dengan pembuangan ke tempat pembuangan akhir (TPA) tanpa melalui proses reduce, reuse, dan recycle (3R). Sampah yang ada dan berasal dari masyakat tidak pernah diproses dan dilakukan kegiatan pemanfaatan secara ekonomis terhadap sampah yang muncul. Akibatnya dapat kita saksikan bahwa sampah yang menggunung pada akhirnya tidak dapat ditangani.
Ketika tumpukan sampah sudah sangat banyak dan tidak dapat tertangani maka langkah yang sering diambil oleh sebagian besar daerah di Indonesia adalah dengan memindahkan TPA ke tempat lain. Sepintas hal ini terlihat mudah dan sepele bagi sebagian orang. Namun sesungguhnya tumpukan sampah yang muncul tersebut pada akhirnya berpotensi untuk menimbulkan penyakit.
Masyarakat yang semakin berkembang pesat juga menghasilkan banyak sampah. Terutama daerah perkotaan yang menjadi penghasil sampah terbesar. Berdasarkan data-data BPS tahun 2000, dari 384 kota yang menimbulkan sampah sebesar 80.235,87 ton setiap hari, penanganan sampah yang diangkut ke dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) adalah sebesar 4,2 %, yang dibakar sebesar 37,6 % , yang dibuang ke sungai 4,9 % dan tidak tertangani sebesar 53,3 %.1 Semakin bertambahnya penduduk dan perumahan membuat produksi sampah dan limbah semakin membengkak.
Pertambahan penduduk dan arus perpindahan masyrakat dari desa ke kota yang sangat pesat menyebabkan timbunan sampah di TPA semakin tinggi. Purwokerto sebagai salah satu kota yang memiliki potensi pengembangan ekonomi cukup tinggi ternyata menarik banyak warga dari desa. Terlebih Purwokerto memiliki sebuah uiversitas negeri yakni Universitas Jenderal Soedirman. Tentunya hal tersebut menjadi magnet yang sangat kuat. Sehingga arus perpindahan penduduk menuju kota Purwokerto tidak dapat dielakkan lagi.,
Berdasarkan pengamatan penulis banyak berdiri komplek pemukiman baru. Pembangunan perumahan tersebut tentu saja mengandung konsekuensi bahwa jumlah penduduk semakin bertambah. Dari banyaknya jumlah penduduk berbanding lurus dengan banyaknya sampah yang dihasilkan. Tingkat kemakmuran dan peningkatan taraf ekonomi merubah pola hidup masyarakat menjadi konsumtif, sehingga jumlah sampah yang dihasilkan semakin membengkak. Dampak yang timbul adalah jangka waktu penampungan di tempat pembuangan akhir berkurang, serta sulitnya mendapatkan lahan tempat pembuangan akhir yang baru. TPA yang diproyeksikan dapat beropersi selama 25 tahun menurut standard SNI ternyata hanya mampu beroperasi kurang dari itu. Hal ini semakin sulit karena adanya keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah baru.
Ketika berbicara mengenai pengelolaan sampah seringkali terjadi tumpang tindih. Pengelolaan sampah seringkali menjadi wewenang banyak dinas di daerah. Dinas kebersihan, dinas tata kota, dinas lingkungan kadang mengelola sampah secara bersamaan. Hal ini menimbulkan kekacauan dalam koordinasi dengan pejabat terkait. Pembiayaan kegiatan pengelolaan sampah berupa penarikan retribusi kadang juga tidak jelas. Hal ini juga terkait dengan kewenangan dinas terkait yang tumpang tindih.
Pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang) atau jasa. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja sebagai upaya pemenuhan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat dan atau Satuan Kerja/Pegawai pada Satuan Kerja lainnya sebagai penerima pelayanan maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Sampah yang dikelola berdasarkan Undang-Undang ini terdiri atas:
a. sampah rumah tangga;
b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
c. sampah spesifik
Sedangkan menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, jenis sampah meliputi sampah organik dan non organik. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Setelah era reformasi berlalu sistem pemerintahan daerah di Indonesia menganut asas desentralisasi. Daerah memiliki wewenang secara otonom untuk mengatur dan mengurus daerah. Namun wewenang yang dimiliki daerah tidak boleh melampaui wewenang pemerintah pusat. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah pusat meliputi:
1.politik luar negeri;
2.pertahanan;
3.keamanan;
4.yustisi;
5.moneter dan fiskal nasional; dan
6.agama.
Di luar enam urusan pemerintahan tersebut daerah berhak untuk melakukan pengelolaan secara mandiri. Daerah dapat melakukan regulasi dan menjalankan wewenang selain enam poin wewenang pemerintah pusat.
Indonesia merupakan penganut konsep negara kesejahteraan yang memiliki ciri utama yaitu adanya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya. Hal itu menimbulkan konsekuensi bahwa negara harus ambil bagian dalam setiap aspek kehidupan agar tercipta kesejahteraan bagi warga negaranya. Tidak terkecuali dalam hal penglolaan sampah. Pasal 28 f UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan.
Dalam pasal 5 Undang-Undang No 18 Tahun 2008 pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Tugas sebagaimana pasal 5 tersebut terdiri atas :
> menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;
> melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;
> memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;
> melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
> mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
> memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
> melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Pemerintahan kabupaten/kota mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah :
1. menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
2. menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
3. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
4. menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
5. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
6. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.
Tempat pembuangan akhir sampah yang selanjutnya disebut TPA adalah lokasi beserta prasarana fisiknya yang telah ditetapkan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pengolahan dan pembuangan akhir sampah. Metode penanganan sampah menurut Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah adalah sebagai berikut:
• Untuk kota sedang dan kota kecil TPA harus menggunakan metode Controlled Landfill (PP No. 16 Tahun 2005)
• Untuk kota metro dan kota besar TPA harus menggunakan metode Sanitary Landfill (PP No. 16 Tahun 2005)
Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah.
Secara umum, daerah perkotaan atau perdesaan yang mendapatkan pelayanan persampahan yang baik akan dapat ditunjukkan memiliki kondisi sebagai berikut :
a. Seluruh masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan memiliki akses untuk penanganan sampah yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari, baik di lingkungan perumahan, perdagangan, perkantoran, maupun tempat-tempat umum lainnya
b. Masyarakat memiliki lingkungan permukiman yang bersih karena sampah yang dihasilkan dapat ditangani secara benar.
c. Masyarakat mampu memelihara kesehatannya karena tidak terdapat sampah yang berpotensi menjadi bahan penularan penyakit seperti diarhea, thypus, disentri, dan lain-lain; serta gangguan lingkungan baik berupa pencemaran udara, air, atau tanah.
d. Masyarakat dan dunia usaha/swasta memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan persampahan sehingga memperoleh manfaat bagai kesejahteraannya.
Pada dasarnya pelayanan sampah merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh Negara. Kebutuhan pelayanan sampah sudah menjadi kebutuhan primer khususnya bagi warga perkotaan. Menurut catatan Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, setiap orang di Jakarta menghasilkan sampah rata-rata 2,9 liter per hari. Dengan penduduk sekitar 12 juta jiwa, termasuk para komuter, tiap hari mereka menimbun 26.945 meter kubik atau sekitar 6.000 tong sampah. Sehingga pelayanan sampah yang baik sudah menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah kota Purwokerto. Menilik dari berbagai kasus pengelolaan sampah seperti kasus TPA bojong dan TPA leuwi gajah hendaknya pemerintah memiliki strategi dan kebijakan persampahan yang komperhensif dan tepat sasaran.