Pages

Jangan Hubungi Aku Lagi Sayang

Jujur hari ini Ben merasa sedih. Ben bingung harus berbuat apa malam ini. Jam sudah menunjukkan pukul 22.48 waktu Perancis. Semua sudah terlelap tidur dalam dinginnya udara malam. Ben masih terbangun dan tersandar. Ditemani oleh alunan murattal dari laptop Ben mencoba menghabiskan malam sembari menuliskan apa yang Ben rasakan hari ini. Sesuatu yang membuat Ben sedih dan terharu.

Maaf bagi yang tidak suka dengan cerita tentang wanita. Kali ini penulis akan bercerita tentang sahabat dekat Ben. Ben tidak mengenal istilah pacar bagi teman wanita yang sangat akrab ini. Ben mengenalnya di bangku kuliah. Tak seperti kebanyakan temannya dia menggunakan penutup kepala, nampak cantik. Mereka memiliki janji yang sama, penikahan agung.

Hari ini Ben mengirimkan sebuah pesan singkat kepada sang gadis. Kalian tau apa yang Ben sampaikan di pesan singkat tersebut? Ben hanya meminta kepada sang gadis untuk mengurangi frekwensinya menelpon Ben. Ya sang gadis selalu menelpon Ben, hampir setiap hari. Sejujurnya Ben senang jika dia menghubungi Ben.

Ben menggunakan nada khusus untuk sang gadis. Ketika bunyi ‘spesial’ itu berdering dari telpon genggam Ben selalu bersemangat. Mendengar suaranya adalah anugerah tersendiri yang tidak bisa dirasakan orang lain. Ben sungguh mencintai dia, apa adanya.

Hati nurani Ben tak bisa berbohong. Batin Ben terasa sesak rasanya setiap sang gadis menelpon. Bukan karena tak suka, tetapi karena merasa tidak enak. “Demi Allah aku benar-benar mencintainya” ujar Ben.

Ben merasa tidak enak hati jika sang gadis harus menghubungi Ben setiap hari. Ingin rasanya Ben menangis malam ini. Bercerita kepada malam betapa Ben ingin memilikinya.

Sang gadis sesungguhnya juga sangat mencintai Ben. Sudah begitu banyak dia berkorban untuk Ben. Hal itu lah yang membuat Ben ingin menangis. Pengorbanan sang gadis untuk cinta teramat besar, tak sebanding dengan pengorbanan Ben. Sang gadis takut kehilangan Ben. Dia menjadikan momen terakhir ini sebagai momen komunikasi intensif sebelum Ben benar-benar hilang sama sekali, ditelan kegelapan hutan salju Siberia.

Lalu Ben mengirimkan sebuah pesan pendek “Duhai adinda kiranya janganlah adinda menganggap kita akan kehilangan kontak. Adinda selalu ada di dalam hati kakanda. Kakanda khawatir jika adinda mengkondisikan kita akan kehilangan kontak justru akan menambah kesedihan kita berdua. Hari pemberangkatan pasukan masih satu bulan lagi.”

Dan kalian tahu apa reaksi sang gadis ketika Ben mengirimkan pesan pendek? Ben hanya memintanya untuk mengurangi saja, bukan memutus sama sekali. Rupanya dia menjadi sedih. Entah apakah permintaan Ben salah? Ben bingung. Sampai-sampai dia berkata telah menghapus nomor ponsel Ben dari ponselnya. Menurutnya itu akan lebih baik dan ia tidak akan menghubungi Ben lagi.

Hancur hati Ben, sedih sekali mengetahuinya. Ben bertanya kepada sang gadis apakah harus setiap hari menghubungi Ben. Sang gadis berujar belakangan ini sang gadis menjadi lebih intens menghubungi Ben lantaran menganggap momen dua bulan ini adalah moment terakhir. Ya Ben akan dikirimkan menuju medan perang di Siberia sana. Menghadapi pasukan tentara beruang merah.

Ben pun menyampaikan perasaannya kepada sang gadis. Dahulu mereka tetap bisa intens berkomunikasi tanpa harus saling bertelpon setiap hari. Ben ingin seperti dulu. Kalian tau semakin intens komunikasi antara kalian dengan sang belahan jiwa, akan semakin besar pula kerinduan. Ben tidak kuat menahan rindu yang setiap hari menggelayut di hatinya.

Dalam hening sang gadis mengirimkan sebuah pesan pendek “Kamu tau kenapa aku selalu menghubungi kamu?”. Ben kebingungan untuk menjawabnya. Dalam keadaan bingung Ben kembali menerima sebuah pesan singkat yang isinya cukup membuat Ben menangis. “Aku selalu teringat kamu. Aku selalu memikirkan kamu setiap hari. Makanya aku menelpon kamu untuk mengurangi kerinduan ini”.

Mata Ben berkaca-kaca. Mata yang awalnya menatap layar tajam mendadak nampak sendu. Butiran air mata mulai terbentuk di sudut mata. Getaran itu terasa sampai ke hati, getaran maha halus.

Tak sadar air mata Ben menetes. Membasahi matanya birunya yang indah. Rasanya ia menyesal mengirimkan pesan singkat kepada sang gadis.

“Ah bodohnya aku” geram Ben dalam hati. Tak sepantasnya diri ini meminta sang gadis mengurangi intensitasnya. Ben sadar semakin membatasi komunikasi sama saja menyiksa batin. Perasaan Ben benar-benar kacau, bingung, dan kalut. Ben hanya bisa berdoa semoga semuanya baik-baik saja.

Ponsel Ben berdering, pesan singkat dari sang gadis. “Aku hanya perempuan biasa. Aku butuh tempat bersandar, itu saja...”. Tubuh besar Ben terasa oleng. Kepala Ben terasa pusing dan dada Ben menjadi sesak membaca pesan singkat terakhir dari sang gadis.

“Dhuarr..!!” telepon genggam di tangan Ben meledak. Rupanya tentara musuh berhasil menyisipkan detonator dan bahan peledak di dalamnya. Tubuh Ben bersimbah darah jatuh ke lantai. Dalam sakaratul mautnya masih sempat Ben menyebut nama Allah dan Rasulnya. Ben ikhlas mati dalam tenang. Biarlah sang gadis tak perlu mengatahui kabar Ben sesungguhnya. Damai.

Jakarta 11/04/12
Fatahillah, 23.46 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo ungkapkan pendapat kamu...