Pages

Kewajiban Syariat yang Tereduksi

Oleh Wongbanyumas

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (Al-Baqarah: 208)

Tulisan ini diawali dengan sebuah ayat yang memerintahkah orang beriman untuk berislam secara kaffah atau menyeluruh. Mengamati kondisi kekinian di tengah masyarakat indonesia yang plural dan heterogen. Akan ditemui sebuah paradoks kebimbangan ummat islam Indonesia dalam mengamalkan ayat ini. Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat islam terbesar dalam suatu negara (nation, state) bukan di Arab Saudi, melainkan Indonesia. Dari dua ratus lima puluh juta jiwa lebih dari delapan puluh persennya adalah beragama Islam.

Lalu ketika islam menjadi agama mayoritas apakah islam juga menjadi tuan rumah di negerinya sendiri? Berdaulat untuk mengatur negara berdasarkan jalan yang telah ditetapkan dan dituntun melalui kitab suci dan hadits para ulama. Apakah ummat islam sudah menjadikan syari’ah islam sebagai way of life dan sumber hukum?

Kata syari’ah sendiri berasal dari bahasa arab syir’ah yang artinya sumber mata air. Sedangkan secara istilah syari’ah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min dayaajiirizh zhalaami ilan nuril bi idznihi wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.” Artinya, hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.

Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari’at Islam (asy-syari’atul islaamiyatu),berarti Syari’at Islam adalah hukum-hukum peraturan-peraturan yang diturunkan Allah swt. untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad saw. baik berupa Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan. Secara singkat syari’at islam berarti aturan dan ajaran agama islam.

Bagi seorang muslim menjalankan syari’at agamanya adalah wajib dan tidak ada tawar menawar sama sekali. Sebagai ayat di atas memerintahkan seorang muslim untuk total dalam berislam. Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas sebagai berikut :
“Allah swt telah memerintahkan hamba-hambaNya yang mukmin dan mempercayai RasulNya agar mengadopsi system keyakinan Islam (‘aqidah) dan syari’at Islam, mengerjakan seluruh perintahNya dan meninggalkan seluruh laranganNya selagi mereka mampu.”

Pendapat Imam Thabariy senada dengan tafsir, beliau menyatakan :
"Ayat di atas merupakan perintah kepada orang-orang beriman untuk menolak selain hukum Islam; perintah untuk menjalankan syari’at Islam secara menyeluruh; dan larangan mengingkari satupun hukum yang merupakan bagian dari hukum Islam.”

Belakangan ini kita disuguhkan dengan adegan densus 88 yang melakukan beberapa penangkapan. Bahkan densus tak segan-segan melakukan eksekusi langsung di tempat kejadian terhadap mereka yang masih “dicurigai” sebagai teroris. Perlu kita menggaris bawahi “dicurigai” karena mereka yang jadi korban densus belum terbukti sama sekali melakukan tindakan teror. Polisi hanya berdalih ini dan itu untuk menutupi kebodohan tindakan mereka sendiri. Ternyata sampai dengan saat ini pun semua tuduhan yang dialamatkan tak pernah terbukti sedangkan nyawa mereka telah melayang.

Usut punya usut mereka yang dicurigai sebagai teroris dikarenakan aktivitas dan kesibukan mereka berdakwah. Para korban densus menyerukan agar manusia kembali kepada aturan Allah dan menegakkan syari’at Allah. Perjuangan mereka dilatarbelakangi keikhlasan dan kepedulian terhadap nasib bangsa yang makin lama tak kunjung membaik.

Perjuangan menegakkan dienul islam kini secara halus mendapat tentangan dari pemerintah yang berkuasa saat ini. Islam dianggap sebagai sebuah ancaman lantaran islam sama sekali tidak memberikan ruang toleransi untuk melakukan kejahatan. Islam melarang korupsi, islam menindak tegas para pencuri, islam mewajibkan pemimpin untuk mensejahterakan rakyatnya, islam memerintahkan agar para pelaku yang mengakibatkan negeri hancur harus dihukum berat bahkan sampai dibunuh.

Jika syariat diberlakukan maka tak kan ada lagi klab malam dengan wanita moleknya. Begitu pun dengan bisnis minuman keras yang tak lagi bisa menjual botol-botol berisi alkohol. Para pegiat judi pun akan kehabisana akal untuk menarik para penjudi ke meja hiburan. Bisnis dan transaksi lendir prostitusi juga akan berhenti ketika negeri ini patuh pada syari’at Allah. Oleh karena itu mereka yang menggantungkan hidup dari bisnis-bisnis terlarang tersebut khawatir. Terutama polisi dan politisi yang selama ini menjadi tameng terdepan agar bisnis haram tersebut tetap berdiri.

Secara perlahan para penguasa industri haram menjalin relasi dengan pemerintah dan raksasa media. Mereka mempunyai agenda agar ummat islam alergi terhadap agamanya. Isu terorisme yang menjadi trend di abad 21 dihembuskan terhadap organisasi yang concern terhadap penegakan syari’at islam. Mereka ditunjuk sebagai dalang berbagai aksis teror yang sampai sekarang tidak pernah terbukti bahwa organisasi tersebut terlibat. Siapa saja yang tertangkap karena dituduh teroris selalu dikaitkan dengan jamaah Y ataupun jamaah Z. Bahkan para asatidz yang hanif dan istiqomah memperjuangkan syari’at juga menjadi korban skenario media.

Salah satu raksasa media negeri ini pun tak pernah lelah mewartkana kabar terdepan seputar terorisme. Berbagai liputan langsung dilakukan ketika terjadi penggerebekan di berbagai tempat. Padahal kita tahu sebenarnya media tidak mempunyai akses yang teramat dekat dengan tempat kejadian. Hal ini tidaka akan terjadi apabila tidak ada selingkuh antara penguasa media dengan pengusaha.

Tak jarang raksasa media mendatangkan “ahli mendadak” untuk menomentari sebuah peristiwa dan kejadian. Padahal para ahli mendadak itu sebelumnya sama sekali tidak pernah dikenal oleh publik sebagai pakar. Mereka muncul seolah sebagai seorang yang sudah kemlotok mengenai persoalan teror dan terorisme. Tak pernah sekalipun dihadirkan pihak lain sebagai penyeimbang media. Padahal dalam etika jurnalitik seorang jurnalis harus menyampaikan berita berdasarkan fakta yang bersifat cover both side.

Perlahan pemikiran masyarakat mulai tercuci dan terpengaruh. Namun tak sedikit pula yang menyadari bahwa berita-berita itu hanya seongok sampah media. Banyak yang akhirnya beranggapan bahwa menjadi manusia dengan gaya hidup modern ala barat lebih baik dari pada menjalani hidup secara syar’i. Wanita yang (maaf) telanjang lebih diterima oleh publik dari pada wanita yang menganakan jilbab lebarnya. Pria dengan anting dan tato lebih disukai dari pada mereka yang berjanggut dan berpeci.

Islam memang selalu menjadi komoditas empuk bagi para politisi. Setiap menjelang pemilihan umum ummat islam selalu didekati dan diberi iming-iming. Namun apabila telah terpilih ummat islamlah yang pertama kali dipentung.

Proses reduksi terhadap syari’at sudah menunjukkan hasil. Terlebih kepada mereka yang tak pernah mengenyam pendidikan islam secara intensif. Pendidikan islam yang diterima hanyalah melalui bangku sekolah yang tak seberapa. Bahkan saya sempat bertanya kepada seorang kawan mengenai syari’at islam. Tanpa babibu teman saya langsung berseloroh lantang “saya tidak setuju syari’at islam”. Cukup geli mendengar statemen tersebut. Uniknya saya menanyakan itu ketika berada di sebuah musholla dan kami baru saja menunaikan sholat. Lalu saya bertanya kembali “tahukah kamu bahwa sholat, puasa, dan zakat adalah bagian dari syari’at islam??”. Dia pun tercekat dan wajahnya memerah karena malu.

Dari peristiwa tersebut saya sedikit berkesimpulan bahwa kurangnya pemahaman berislam juga menjadi salh satu faktor mudahnya masyarakat ditipu oleh media. Masyarakat lebih percaya kepada televisi dari pada percaya kepada seorang ustadz. Masyarakat yang awam pun menjadi alergi ketika disebut syari’at islam.

Kalau di Amerika dan sebagian besar negara Eropa terjadi ketakutan terhadap agama islam amat saya maklumi lantaran sebagian besar penduduknya adalah bukan muslim. Namun jika ketakutan terhadap islam (islamophobia) dikalangan penduduk negeri yang mendapat predikat negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia maka akan menjadi hal yang sanget. Ironi yang terjadi saat ini memang sudah terlaksana secara baik beradasarkan grand design musuh ummat islam.

Menyikapi fenomena ini kita tidak boleh diam dan berpangku tangan. Ada beberapa point yang mesti dilakukan oleh ummat islam. Pertama, lakukan penguatan terhadap pemahaman agama islam melalui jalan dakwah. Kedua, ummat islam membutuhkan media tandingan guna mengcounter serangan media yang sudah terkooptasi kepentingan yahudi. Ketiga, ummat islam semestinya lebih mendekatkan diri kepada Allah, sebab sekeras apapun manusia berusaha semua hasilnya ada di genggaman Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo ungkapkan pendapat kamu...