Pages

Ibu Bermata Satu

Aku adalah seorang anak yang lahir dari sebuah keluarga miskin di pinggiran kota. Ayah ku telah lama pergi mengahadap Illahi. Tinggal lah aku sendiri ditemani ibuku. Ibu ku yang renta lagi kurus, bola matanya memancarkan sinar tajam dan teduh. Namun entah mengapa aku begitu membencinya.

Ibuku memang cacat. Akibat kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya dua puluh tahun yang lalu.

"Ibuku hanya punya satu mata. Aku benci dia!!" .... Dia begitu memalukan. Dia memasak untuk murid dan guru untuk menopang keluarga. Pada suatu hari saat di sekolah dasar, ibuku datang untuk menyapaku.

Aku sangat malu. Malu mempunyai ibu yang hanya mempunyai mata satu. Bagaimana dia bisa melakukan ini padaku?

Aku mengacuhkannya, membuang muka dan berlari keluar. Berharap tak menemuinya hari itu di sekolah.

Keesokan harinya di sekolah salah seorang teman saya berkata, "Eeee, ibumu hanya punya satu mata!". Apa salahku? mengapa aku memiliki ibu yang hanya mempunyai mata satu.

Aku ingin mengubur diriku sendiri. Aku juga ingin ibuku menghilang. Aku ingin pergi jauh dari ibuku, entah ke mana.

Suatu saat entah tuhan mungkin telah menuliskan garis takdir. Jadi aku dihadapkan pada hari itu dan berkata pada ibuku, "Jika Anda hanya ingin aku menjadi bahan tertawaan, kenapa kau tidak mati saja Bu..."

Ibuku tidak menjawab ...

Ia tercekat dan kedua bola matanya berkaca-kaca. Air mata pun meleleh lembut di kedua pipinya yang keriput. Tetapi aku tetap tidak peduli dan aku tetap membencinya dalam hatiku.

Aku bahkan tidak berhenti untuk berpikir sejenak tentang apa yang aku katakan, karena aku penuh dengan kemarahan. Aku tidak menyadari perasaan-perasaannya. Aku ingin keluar dari rumah itu, dan tidak berhubungan lagi dengannya.

Jadi aku tekun belajar, mendapat kesempatan untuk pergi ke Singapura untuk belajar. Akhirnya aku pun berhasil menamatkan studi dan mendapat pekerjaan yang layak di negeri orang.

Kemudian, aku menikah. Aku membeli rumah sendiri. Aku mempunyai anak. Aku senang dengan hidupku saat ini, anak-anak dan kenyamanan. Aku berfikir bahwa aku lah orang yang paling beruntung. Hartaku melimpah, istriku cantik, dan anak ku cerdas dan lucu.

Kemudian suatu hari, ibu datang mengunjungi ku. Dia tidak melihat ku beberapa tahun dan ia bahkan tidak bertemu cucu-cucunya. Mungkin ia sudah tak mampu menahan gejolak rindu terhadap diriku, anaknya. Anak yang lahir dari rahimnya.

Ketika dia berdiri di depan pintu, anak-anak ku tertawa padanya. Mentertawakan sesosok perempuan tua peyot dan bermata satu. Mata satunya membuat anak-anak ku tertawa dan mengejeknya. Melihatnya datang aku kembali dihantui perasaan malu pada anak dan istriku dan aku berteriak padanya karena datang tanpa diundang.

Aku berteriak padanya, "Beraninya kau datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku! PERGI DARI SINI! SEKARANG!". Aku sungguh benar-benar kalap dan tidak mampu menahan emosiku. Entah setan apa yang merasuki jasadku waktu itu.

Dan ibuku dengan tenang menjawab, "Oh, aku sangat menyesal. Aku mungkin salah alamat" dan ia menghilang dari pandangan. Menghilang diantara sejuknya embun musim semi yang hangat. Kakinya yang gontai dimakan usia melangkah sambil terseret-seret. Entah apa yang ada dalam pikiran ibuku, aku tak mau peduli.

Suatu hari, sepucuk surat undangan reuni sekolah datang ke rumah saya di Singapura. Jadi aku berbohong pada istriku bahwa aku akan melakukan perjalanan bisnis. Sekolah ku dekat dengan tempat tinggal ibuku.

Setelah reuni, aku pergi ke gubuk tua tempat ibuku tinggal mengisi masa tuanya. Aku merasakan sesuatu yang berbeda ketika aku menginjakkan kaki di depan halaman rumah yang dipenuhi gaun berguguran. Ada sejumput kerinduan kala itu.

Pintu dari kayu bengkirai yang mulai dimakan rayap-rayap rakus menghadang. Ku ketuk dan kuucapkan salam "Ibu..Ibu..Ibu.. apakah ibu ada di rumah?". Sepi senyap tak ada balasan dari dalam.

Mendengar aku mengetuk pintu tetangga sebelah rumahku segera menghampiriku. Tetangga ku mengatakan bahwa dia sudah meninggal. Perempuan renta itu mati akibat sakitnya yang menahun, aku tidak pertah tahu itu.

Aku tidak menitikkan setetespun air mata. Mungkin hati ku sudah mati atau mungkin aku memang teramat menyesali perbuatan ku."Ibuku yang bermata satu telah mati" gumamku dalam hati.

Sebelum kematian menjemput, ibu menulis pesan pada secarik kertas. Surat itu dititipkan kepada tetanggaku di kala nafas ibu ku menjelang habis. Mereka menyerahkan sepucuk surat untukku.

Ku buka lembaran surat itu. Dan aku masih belum mengetahui apa isi yang tertulis dalam surat itu. Kubaca perlahan :

"Anakku tersayang, aku memikirkanmu setiap waktu. Aku menyesal, bahwa Aku datang ke Singapura dan menakuti anak-anakmu. Aku begitu senang ketika mendengar engkau datang pada acara reuni. Tapi aku bahkan tidak dapat keluar dari tempat tidur untuk melihatmu. Aku menyesal bahwa aku membuatmu malu saat kau tumbuh dewasa.

Ingatkah, ketika kamu mengalami kecelakaan saat masih sangat kecil dan kehilangan matamu? Sebagai seorang ibu, aku tidak tahan melihat engkau akan tumbuh dengan satu mata. Jadi aku memberikanmu milikku.

Aku sangat bangga anakku dapat melihat seluruh dunia untukku, di tempatku, dengan mata itu. Dengan cinta saya kepadamu, Ibu tidak pernah marah atas apa pun yang kamu lakukan. Beberapa kali kamu marah padaku. Aku berpikir, 'itu karena dia mencintaiaku. " Aku rindu saat-saat kau masih kecil, berada di sekitar ibu. Aku sangat merindukanmu. Aku mencintaimu. Kamu adalah dunia bagi ku nak."

Terasa kakiku lumpuh tak mampu bergerak. Persendian lututku seakan mau lari dari tempatnya. "ya Allah betapa sombongnya aku". Kini hanya penyesalan. Penyesalan dari seorang anak durhaka. "Ibu, maafkan aku. Aku mencintai mu Ibu"

Semoga jadi bahan renungan. T.T

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo ungkapkan pendapat kamu...