Pages

Contoh Deskripsi Diri Tenaga Kesejahteraan Sosial Pendamping PKH Untuk Ujian Sertifikasi

Apakah kalian bingung mau buat deskripsi diri? Ya saya juga awalnya bingung. Tapi tenang saya akan share DD saya yang berhasil lulus sertifikasi ukom.


DESKRIPSI DIRI TKS PENDAMPING SOSIAL PKH

 

 

PETUNJUK UMUM

·         Deskripsi diri dibuat berdasarkan tugas sebagai pendamping sosial PKH terkait dengan penanganan kasus/masalah

·         Kasus/permasalahann yang disajikan merupakan kasus/permasalahan nyata dan bukan hasil rekaan.

·         Jelaskan 2 Kasus/permasalahan yang berbeda (masing masing disajikan pada bagian A dan B).

·         Kasus yang diangkat harus terkait dengan upaya anda melakukan perubahan perilaku KPM atau pihak yang terkait dengan aktifitas pendampingan anda kearah keberfungsian sosial

·         Deskripsi dibuat dengan jelas sesuai dengan perintah pada setiap bagian.

 

A.        Deskripsi kasus 1

1.       Uraikan kasus/permasalahan yang anda tangani sesuai dengan tugas dan fungsi sebagai Pendamping PKH.  Gambaran kasus/permasalahan yang dijelaskan sekurang kurangnya 150 kata dengan memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:

a.       Apa masalahnya

b.       Kapan dan dimana masalah itu terjadi

c.        Siapa pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan

d.       Mengapa masalah itu terjadi

Penanganan kasus/permasalahan  yang saya hadapi sebagai Tenaga Kesejahteraan Sosial pendamping PKH adalah kasus anak dengan disabilitas. Permasalahan ini terjadi pada tahun 2019 di Desa S, Kecamatan P, Kabupaten Cirebon.

Adapun klien  yang saya tangani adalah anak dengan disabilitas dan ibunya. Anak tersebut berinisial DA dan ibunya berinisial L. DA saat itu berusia tiga tahun dan ibunya L berusia tiga puluh delapan tahun. Ibu L seorang janda beranak dua. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Ibu L bekerja sebagai buruh batik. Setiap hari ia menggambar pola batik dengan malam dan canting. Dalam sehari Ibu L paling banyak dapat mengumpulkan uang sebanyak tiga puluh ribu rupiah.

Permasalahan yang dialami oleh Ananda DA bermula saat berumur tiga tahun. DA mengalami disabilitas. Sejak lahir ananda DA mengalami disabilitas namun baru diketahui setelah berumur lebih dari dua tahun. Hal ini bermula ketika kunjungan ke rumah oleh bidan desa ke rumah Ibu L. Awalnya DA hanya diduga mengalami keterlambatan bicara (speech delay). Bidan desa langsung merujuk agar DA dapat melakukan pemeriksaan di dokter spesialis di RS Mitra Plumbon. Dokter menyatakan DA menderita cerebral palsy.

Setelah anaknya didiagnosis mengalami disabilitas fisik yaitu cerebral palsy. Ibu L seperti merasa tidak menerima kenyataan. Ia merasa anaknya baik dan sehat seperti anak lain. Tentu saja hal tersebut menjadi perhatian khusus petugas kesehatan di desa. Ibu L menjadi minder dan tidak mau bergaul dengan tetangganya. Bahkan Ibu L tidak menghadiri pertemuan P2K2 bulanan selama dua bulan.

Latar belakang masalah ini terjadi karena orangtua DA kurang memiliki pemahaman tentang disabilitas. Ibu L juga tidak mendatangi Posyandu setelah anaknya berumur satu tahun. Kemudian disabilitas yang dialami oleh anada DA tergolong sangat jarang terjadi. Sejak lahir DA tidak menunjukkan gejala disabilitas. Hanya saja ketika memasuki usia satu tahun DA seperti mengalami gagal tumbuh kembang di mana kemampuan motoriknya tidak berkembang sama sekali. Tidak seperti pada umumnya DA juga belum berbicara.

Dalam penanganan permasalahan klien ini pihak yang terkait dengan masalah ini antara lain saya sebagai pendamping PKH, Ibu R (ketua kelompok PKH), Bidan S (bidan desa), Ibu K (kader posyandu dan anggota puskesos desa), Bapak AD (kepala desa), dan Puskesmas Pangkalan.


2.       Berdasarkan kasus tersebut, uraikan langkah langkah penanganannya. Masing masing aspek sekurang kurangnya 100 kata.

 a.       Pendekatan awal yang dilakukan

Pendekatan awal yang saya lakukan adalah dengan :

 1.       Membangun komunikasi

Komunikasi adalah kunci sukses untuk menemukan dan menyelesaikan permasalahan. Saya menemui Ibu L dan menjalin komunikasi intensif guna menemukan permasalahan dan apa yang Ibu L rasakan. Dari situ saya menemukan fakta bahwa Ibu L tidak siap secara mental menghadapi sikap yang mungkin akan timbul dari lingkungannya. Ibu L juga mengalami kesulitan karena DA tidak mempunyai biaya untuk menjalani terapi celebral palsy.

Ketua kelompok PKH berperan dalam menyampaikan informasi yang kadang disembunyikan ketika dilakukan interview informal tehadap Ibu L. Ibu R adalah tetangga dekat dan masih memiliki hubungan kerabat jauh dengan Ibu L. Sehingga informasi yang disampaikan dapat membantu saya.

Selain itu pula saya menghubungi bidan desa untuk menentukan langkah spesifik guna membantu agar ananda DA dapat diberikan kemudahan mengakses fasilitas kesehatan. Nantinya setelah memperoleh alur yang jelas secara formal saya  menemui kepala Puskesmas dan kepala desa untuk mencari solusi.

2.       Membangun kepercayaan

Ada aspek emosional yang menonjol seperti rasa malu, takut, atau bahkan marah yang dialami Ibu L. Anak yang disayangi ternyata mengalami CELEBRAL PALSY dan Ibu L tidak mengetahuinya sejak awal. Saya berusaha untuk memperoleh kepercayaan dari Ibu L agar dapat mengikuti tahapan penyelesaian masalah ini bersama. Setelah komunikasi terjalin dengan beberapa pihak saya juga mengikuti pertemuan yang diadakan bidan desa seperti kelas ibu hamil ataupun kelas laktasi di balai desa. Dengan begitu rasa saling percaya akan terbangun antara TKS dengan desa dan tenaga kesehatan di desa.

 

b.       Mengidentifikasi masalah dan potensi/sumber yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah

 1)       Identifikasi masalah:

Saya mengidentifikasi permasalahan yang dialami klien yaitu :

1.       Ibu L merasa bersalah karena sejak awal merasa gagal melakukan deteksi dini terhadap disabilitas yang diderita DA;

2.       Ibu L merasa malu terhadap lingkungan sekitarnya yang mengetahui bahwa DA adalah anak dengan CELEBRAL PALSY;

3.       Ibu L mengalami kesulitan finansial karena Ibu L adalah janda dan hanya buruh batik serabutan. Sedangkan DA membutuhkan terapi rutin.

2)       Potensi/sumber yang dapat dimanfaatkan:

Potensi/sumber yang yang dapat dimanfaatkan dari diri klien yaitu klien adalah pribadi yang kuat dan tegar. Ibu L membutuhkan banyak dukungan moril agar kuat dan menerima kenyataan. Ibu L juga bisa menerapkan pengetahuan dalam mengurus anak dengan disabilitas.

Potensi/sumber dari keluarga klien yaitu adanya dukungan moral kepada Ibu L. Tidak jarang keluarga Ibu L juga membantu secara finansial.

Potensi/sumber dari masyarakat yaitu keadaan masyarakat yang masih sangat guyub sehingga jika ada anggota masyarakat yang kesulitan maka yang lain akan ikut urun bantuan. Pihak perangkat desa terutama kepala desa juga sangat responsive apabila ada masalah. Kepala desa tidak segan untuk turun langsung membantu masyarakat.

Selain itu ada pula program yang dapat dijadikan pemecahan masalah yaitu kegiatan pendafataran masyarakat desa untuk memperoleh JKN PBI secara gratis yang dialksanakan oleh Desa Sarabau yang anggarannya bersumber dari APBD.

 

c.        Rencana pemecahan masalah

Rencana pemecahan masalah yang saya buat adalah

1.       Melakukan pemahaman tentang disabilitas serta hak-haknya kepada anggota kelompok penerima PKH melalui kegiatan FDS.

Dilaksanakan dalam jangka waktu dua pertemuan sejak bulan April – Mei 2019 yang setiap pertemuannya berlangsung selama 120 menit. KPM diwajibkan untuk menyebarluaskan kepada masyarakat tentang hak-hak disabilitas.

2.       Menanamkan nilai dan pemahaman yang perlu dimiliki oleh keluarga yang di dalamnya terdapat anggota keluarga dengan disabilitas

Dilaksanakan secara non formal di rumah Ibu L dengan melibatkan tenaga kesehatan dari Puskesmas ataupun oleh bidan desa. Supaya Ibu L dan keluarga tidak kebingungan dalam merawat DA. Sebab penyandang disabilitas juga mempunyai hak untuk diurus oleh keluarga serta memperoleh kasih sayang. Kegiatan dilakukan selama bulan April 2019.

3.       Melakukan advokasi kepada pihak desa agar Ibu L dan ananda DA dapat mengikuti program JKN PBI yang dibiayai APBD

Dilaksanakan di bulan April 2019 dengan melengkapi berkas yang diperlukan serta surat keterangan dari dinas sosial.

Hasil yang diharapkan dari pemecahan masalah tersebut adalah :

1.       Masyarakat khususnya anggota kelompok PKH menjadi paham tentang disabilitas dan hak-haknya. Sehingga masyarakat bisa menghargai penyandang disabilitas dan tidak memperlakukan disabilitas secara diskriminatif;

2.       Ibu L menjadi paham tentang nilai yang perlu dimiliki oleh orangtua yang memiliki anak dnegan disabilitas; dan

3.       DA dapat menjalani terapi rutin tanpa perlu khawatir dengan biaya karena tercover oleh JKN PBI.

 

d.       Melaksanakan pemecahan masalah

Pelaksanaan pemecahan masalah yang dilakukan adalah:

 1.       Melaksanakan kegiatan P2K2 dengan modul Kesejahtaan Sosial Disabilitas dan Lansia.

Kegiatan dilaksanakan berupa penyampaian materi sesuai modul dengan menyajikan flipchart, langkah kerja, dan juga penayangan audio visual kepada KPM. Kegiatan dilakukan selama dua kali pertemuan selama bulan April-Mei 2019. Melalui kegiatan ini masyarakat diberi pengetahuan tentang apa itu disibilitas, jenis disabilitas, hak disabilitas, dll. Dengan begitu masyarakat akan semakin cerdas dan tidak melakukan tindakan diskriminatif terhadap DA dan ibunya. Bahwa anak dengan disabilitas adalah manusia biasa yang memerlukan kasih sayang dan dukungan lingkungan.

2.    Memberikan pemahaman, motivasi, dan nilai kepada Ibu L tentang disabilitas dan bagaimana merawat keluarga dengan disabilitas. Ibu L memperoleh pengetahuan dan praktek pengasuhan serta mengurus anak dengan disibilitas yang disampaikan oleh bidan desa. Sebagai orang tua Ibu L harus selalu menyayangi anaknya. Bahwa disabilitas yang disandang anaknya bukanlah beban melainkan anugerah tuhan yang harus selalu disyukuri.

 3.     Membantu pengurusan JKN PBI ananda DA ke pihak desa dan BPJS. Melibatkan Ibu R dan Ibu K selaku puskesos desa. Ibu L mempunyai kartu JKN PBI sedangkan DA tidak. Dikarenakan Ibu L tidak paham bahwa anak yang baru lahir yang orangtuanya menerima JKN PBI juga harus didaftarkan. Walaupun semua syarat sudah terpenuhi namun ternyata DA tidak otomatis memperoleh JKN PBI dari BPJS. Hal ini dikarenakan saat didaftarkan usia DA sudah lebih dari satu tahun. Oleh karena itu saya mengambil inisiatif agar mendaftarkan ke program JKN PBI di desa. Usulan ini disambut positif oleh Pak AD. Pak AD memerintahkan agar ananda DA masuk ke dalam daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial saat verifikasi di akhir tahun 2019. Atas persetujuan Ibu L akhirnya ananda DA didaftarkan di BPJS sebagai peserta mandiri kelas tiga. Hal ini dilakukan agar ananda DA dapat menjalani terapi tanpa perlu memikirkan biaya yang mahal.

 

e.        Mengevaluasi hasil yang dicapai dan yang belum dicapai

Setelah melaksanakan kegiatan, hasil yang dicapai adalah:

1.       Anggota kelompok KPM PKH lebih memahami tentang penyandang disabilitas. KPM diajak menggunakan empati terhadap penyandang disabilitas. Sehingga perlakuan terhadap disabilitas bisa sama dengan orang lainnya. KPM juga menjadi lebih terbuka tentang perbedaan. Bahwa kecacatan yang dimiliki seseorang bukanlah sebuah aib atau sesuatu yang harus dihindari. Apa yang tuhan berikan adalah anugerah yang harus selalu disyukuri. KPM lebih menghargai dan mau membantu apabila ada penyandang disabilitas yang mengalami kesulitan dan butuh bantuan.

2.       Ibu L kini lebih percaya diri dan berfikir positif. Apapun yang terjadi masyarakat akan siap membantu Ibu L. Anak yang tuhan titipkan harus dijaga sebaik mungkin. Kasih sayang dan cinta tetap tercurah kepada DA. Ibu L tak lagi cemas anaknya mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari masyarakat.

Setelah melaksanakan kegiatan, hasil yang belum tercapai adalah :

       Ananda DA belum dapat memperoleh haknya sebagai warga pra sejahtera. Hak DA untuk memperoleh JKN PBI masih tertunda dan harus mengikuti proses yang ada. Namun hal tersebut masih disyukuri karena masih ada jalur BPJS mandiri agar ananda DA bisa menjalani terapi setiap bulannya.

 

f.        Terminasi atau pengakhiran penanganan masalah

Setelah serangkaian kegiatan penanganan masalah yang diawali dengan pendekatan masalah sampai dengan tahap evaluasi. Saya menilai bahwa penanganan terhadap Ibu L sudah cukup dilakukan. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan signifikan. Yang tadinya KPM tidak mengerti tentang disabilitas. Sekarang KPM menjadi paham dan lebih peduli. Sikap diskriminatif dan perundungan adalah hal yang tidak perlu. KPM dan masyarakat pada umumnya sadar sebagai sebuah komunitas harus saling bantu.

Ibu L juga mengalami perubahan sikap yang tadinya merasa bersalah, sedih, kecewa, dan marah. Kini Ibu L dapat menerima dengan lapang dada bahwa ananda DA adalah anugerah tuhan yang harus dia jaga sebaik mungkin. Ibu L juga semakin paham tentang mengurus anak dengan celebral palsy. Salah satunya adalah dengan mendampingi ananda DA untuk menjalani terapi. Terapi tersebut bertujuan mengurangi dampak buruk disabilitas yang dialami oleh ananda DA.

Adapun Ibu L tak perlu khawatir karena anada DA sementara sudah tercover oleh BPJS untuk menjalani terapi. Perihal JKN PBI para pihak sudah mengusahakan sebaik mungkin. Tinggal bagaimana keputusan pemerintah dalam mengakseptasi pengajuan JKNI PBI milik ananda DA.

Untuk itu saya memastikan kepada Ibu L bahwa pelayanan saya dirasa cukup dan dilakukan pengakhiran pelayanan kepada Ibu L dan ananda DA. Ibu L merasa terbantu oleh semua pihak dan merasa senang bahwa dirinya memperoleh perhatian dari semua orang yang peduli kepada anaknya.

 

 

3.       Berdasarkan penanganan kasus tersebut, jelaskan masing-masing aspek dibawah ini sekurang-kurangnya 100 kata.

 a.       Pengetahuan/konsep yang digunakan (sekurang kurangnya 3 pengetahuan/ konsep yang relevan).

Manusia diciptakan oleh tuhan berbeda-beda. Namun semuanya sama sebagai makhluk tuhan. Ada yang lahir secara normal dan ada pula dengan disabilitas yang menurut undang-undang diartikan sebagai:

Setiap orang yang mengalami keterbatasan  fisik,  intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak (UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas)

Penyandang disabilitas memang nampak berbeda dengan namun tetap sebagai pribadi manusia yang harus diperlakukan sama dan non diskriminatif. Indonesia telah meratifikasi Deklarasi Umum Hak Asasi yang di dalamnya juga terdapat perlindungan terhadap hak dasar manusia. Juga telah meratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on The Rights of Persons with Disabilities) pada tahun 2011. Disabilitas mempunyai hak untuk hidup, bekerja, bersekolah, beribadah, bebas dari cercaan, mendapat perlindungan, mendapat bantuan hukum, hidup sehat dan berolahraga, bebas dari kekerasan serta eksploitasi, tidak dikucilkan, dan diperlakukan sama dengan orang lain.

Disabilitas dikategorikan menjadi empat macam yakni yang meliputi :

1.       Disabilitas fisik

Tuna daksa, amputee, paraplegi, lumpuh akibat stroke, celebral palsy, dll.

2.       Disabilitas intelektual

Down Syndrome, microchephali, macrocephali, schapochepali, stunting, dll

3.       Disabilitas mental

Skizoprenia, demensia, bipolar, retardasi mental, dll

4.       Disabilitas sensorik

Tuna netra, tuna rungu, dan tuna wicara.

Disabilitas yang dialami seseorang dapat dikategorikan menjadi tiga yakni disabilitas ringan, berat, dan sedang. Penyandang disabilitas berat (PDB) adalah mereka yang kedisabiltasnya tidak dapat dilakukan rehabilitasi, tidak bisa melakukan aktitasnya tanpa dibantu oleh orang lain, dan tidak mampu menghidupi dirinya sendiri. Seorang PDB bisa memiliki lebih dari satu disabilitas yang biasa disebut disabilitas ganda.

Celebral palsy  atau lumpuh otak adalah penyakit yang menyebabkan gangguan pada gerakan dan kordinasi tubuh. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan perkembangan otak. Biasanya terjadi saat anak masih berada di dalam kandungan.  Gangguan perkembangan otak pada penderita celebral palsy juga bisa terjadi saat proses kelahiran atau dua tahun pertama setelah kelahiran.

Gejala yang dialami oleh bayi yang terkena celebral palsy antara lain :

1.       Cenderung menggunakan satu sisi tubuh saja;

2.       Kemampuan motoric yang terlambat;

3.       Kesulitan melakukan gerakan yang tepat;

4.       Berjalan tidak normal;

5.       Kekakuan otot;

6.       Lunglai dan lemah;

7.       Tremor;

8.       Menggeliat tak terkontrol;

9.       Kurang respon terhadap nyeri;

10.    Masih mengompol walau sudah besar;

11.    Gangguan bicara;

12.    Gangguan pendengaran;

13.    Kejang;

14.    Kesulitan mengontrol saliva.

Sikap keluarga yang memiliki anggota keluarga PDB semestinya tetap memperhatikan seluruh aspek hak dan kebutuhannya. Apa yang diperlukan dan wajib dimiliki oleh keluarga dengan PDB?

1.       Pengetahuan

Keluarga yang didalamnya terdapat PDB wajib memiliki pengetahuan tentang disabilitas, cara merawatnya, akses pelayanan dan bantuan bagi PDB.

2.       Keterampilan

Merawat PDB membutuhkan kemampuan khusus. Merawat PDB sejak mulai mandi, makan, tidur, dan bahkan buang hajat harus dilakukan dengan benar. Selain ketrampilan melayani keluarga juga harus bisa memotivasi dan menghibur PDB.

3.       Sikap dan nilai

Tumbuhkan sikap peduli, empati, tanggung jawab, serta keikhlasan dalam mendukung dan melayani PDB dalam keluarga.

Menurut teori ekologi lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan individu. Ananda DA membutuhkan dukungan masyarakat dan lingkungan di sekitarnya untuk tumbuh dan berkembang. Terutama dukungan mikrosistem yang paling dekat dengan anak yakni orangtua, teman, dan lingkungan tetangga. Keluarga sebagai mikrosistem harus dapat menjalankan fungsi sosial sebagaimana mestinya.

 

b.       Teknik teknik yang digunakan dalam penanganan kasus 1

Teknik yang saya gunakan dalam penanganan kasus 1 adalah :

1.       Komunikasi antarpribadi

Tehnik komunikasi antarpribadi sangat penting. Hal ini dilakukan terhadap klien yakni Ibu L secara tatap muka langsung. Melalui teknik ini saya memperoleh banyak sekali informasi. Selain itu komunikasi antarpribadi bertujuan untuk mengubah persepsi, sikap, dan pendapat klien tentang cerebral palsy yang diderita anaknya. Selama melakukan proses komunikasi diantara saya dan klien juga melibatkan keterbukaan. Klien berusaha jujur dalam menyampaikan informasi kepada saya agar masalahnya dapat terselesaikan.

Tujuan komunikasi yang dilakukan adalah menumbuhkan motivasi, dukungan, sikap positif dalam diri klien. Saya berusaha mendengar secara aktif. Artinya saya memberi tanggapan dari apa yang disampaikan oleh klien. Selain itu juga melakukan encouraging dengan memberikan semangat serta dorongan kepada klien.

 2.       Brainstorming

Upaya ini dilakukan ketika menghadapi kelompok KPM. Dilakukan terhadap kelompok KPM yang merupakan kelompoknya Ibu L. Kegiatan P2K2 diselingi dengan upaya brainstorming. Saya selaku pendamping menghimpun ide dan pendapat dari setiap anggota kelompok. Anggota kelompok dipersilahkan untuk menyampaikan pendapatnya secara bebas.

Proses panjang menemukan solusi diawali dengan mengajukan pertanyaan, mengumpulkan jawaban, dan evaluasi. Diawali dengan bertanya “Apakah yang dimaksud dengan penyandang disabilitas?” kepada kelompok KPM.  Setiap orang mempunya jawaban sendiri yang unik. Yang pada akhirnya menyepakati bahwa masyarakat harus menghormati hak disabilitas dan tidak boleh memperlakukan secara diskriminatif.

 

c.        Nilai nilai/ kode etik yang diterapkan dalam penanganan kasus 1

Saya menggunakan nilai/kode etik Prinsip Individualisasi. Dalam hal ini nilai/kode etik yang saya terapkan dengan berupaya menerima klien dengan segala ciri khas dan keunikannya. Ibu L adalah individu yang unik dan kuat. Beliau mampu menanggung sendirian dua orang anaknya. Ibu L adalah orang yang sangat pendiam dan sulit memulai obrolan.

Saya menggunakan nilai/kode etik Prinsip Komunikasi. Dalam hal ini nilai/kode etik yang saya terapkan dengan melakukan  interaksi secara verbal melalui kata-kata. Proses komunikasi berlangsung dua arah dan melibatkan empati. Komunikasi yang terjalin untuk mewujudkan persamaan persepsi antara klien dengan saya sebagai TKS secara professional.

Saya menggunakan nilai/kode etik Prinsip Keterlibatan Emosional yang Dikendalikan. Dalam hal ini nilai/kode etik yang saya terapkan dengan menjaga batasan dengan klien. Ketika Ibu L menceritakan masalahnya tentu saja akan melibatkan emosi dan empati. Namun secara professional saya harus mampu membatasi dan tidak terlibat secara emosional. Keterlibatan secara mosional akan mempengaruhi penilaian kita terhadap kasus yang dihadapi klien.

Saya menggunakan nilai/kode etik Prinsip Ekspresi Perasaan. Dalam hal ini nilai/kode etik yang saya terapkan dengan membiarkan klien meluapkan perasaannya. Membiarkan emosi terluapkan akan memudahkan timbul rasa percaya klien terhadap saya. Saya pun tidak menghakimi atau menilai luapan kesedihan yang dikeluarkan oleh klien.

 

 

PERNYATAAN PENYUSUN

Saya yang membuat deskripsi diri ini menyatakan bahwa semua yang saya diskripsikan adalah benar aktivitas saya dan saya sanggup menerima sanksi apapun apabila pernyataan ini dikemudian hari terbukti tidak benar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo ungkapkan pendapat kamu...