oleh Wongbanyumas
Bagi bangsa yang baru merdeka dan menginjak usia belia akan menghadapi begitu banyak permasalahan dan konflik. Apalagi jika negara tersebut merupakan sebuah negara bangsa (nation state) yang terdiri dari berbagai wilayah yang terbentang dan dibatasi oleh luasnya samudera. Begitulah keadaan indonesia kita tercinta ini. Negara yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa ini ternyata masih menyimpan begitu banyak masalah yang sampai dengan saat ini belum dapat terselesaikan dengan baik. Konflik antar suku, kelompok, golongan, dan agama diberbagai daerah menghiasi surat kabar atau media lainnya. Mungkin kita juga dibuat jenuh dengan berita mengenai kemiskinan dan kelaparan yang malanda sebagian besar penduduk negara ini. Ternyata 40 persen penduduk indonesia berada di bawah angka kemiskinan .
Sungguh luar biasa petaka yang menimpa bangsa besar ini. Salah satu penyakit yang paling sulit diberantas adalah Korupsi. Seolah penyakit ini telah mendarah daging dan merasuk ke dalam setiap bentuk aktivitas manusia indonesia. Bertrilyun dana APBN mengalami kebocoran, yang jika dihitung mencapai 30 persen. Bahkan di tahun 2009 ini indeks korupsi indonesia mencapai angka 2,6 yang berarti Indonesia menjadi negara terkorup saat ini . Padahal korupsi mempunyai ekses negatif yang sangat panjang. Ekses tersebut tidak hanya dirasakan oleh kita tetapi keturunan kita juga akan mengalami kesengsaraan sebagaimana kita yang menanggung korupsi para pejabat di masa lalu. Dosa politik mereka telah ditimpakan kepada kita yang tidak tahu menahu.
Korupsi sendiri memiliki banyak definisi yang dikemukakan oleh para sarjana maupun berdasarkan undang-undang. Korupsi berasal dari kata corruptio yang artinya buruk, rusak, menyogok . Menurut Transparansi Internasional, “korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka”. Undang-undang No. 13 tahun 1999 jo Undang-undang No. tahun 2001 mengelompokkan korupsi menjadi bagian kecil yakni kategori merugikan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan, dan gratifikasi.
Mungkin berbagai macam metode dan teori telah dikemukakan untuk memberantas korupsi hingga ke liang lahat. Namun seolah teori tinggal teori, yang membusuk dan hilang ditelan bumi. Pemerintah pun telah membuat begitu banyak produk hukum untuk memberantas korupsi. Banyak ahli yang telah merumuskan bermacam kebijakan guna menghentikan penyakit ganas ini. Tapi apa daya ternyata segudang teori tersebut tidak didukung dengan adanya good will dari pemerintah. Itikad baik dan keseriusan tidak pernah ditunjukkan dalam rangka pemberantasan korupsi. Bahkan pemerintah yang berkuasa saat ini pun disinyalir pernah menerima uang panas bersama para calon presiden pada pemilu 2004 dari dinas kelautan dan perikanan (DKP) ketika dipimpin rohmin dahuri. Tapi masalah itu lenyap begitu saja tanpa ada penyelesaian hukum yang tuntas.
Korupsi memang selalu identik dengan kekuasaan dan jabatan publik. Sebagai mana Lord Acton menyatakan kekuasaan yang absolut pasti korup. Hal ini lumrah karena dengan kekuasaan yang dimilikinya, seseorang akan cenderung digunakan untuk kepentingan dirinya sendiri (abuse of power). Selain itu motif korupsi di indonesia dilatarbelakangi dengan ketamakan yang luar biasa (corruption by greed) dan bukan karena kebutuhan (by need). Watak inlander oportunis yang serakah telah menjadi mindset sebagian besar pejabat publik di negeri ini. Pertanyaan terbesar bagi kita semua adalah bagaimana cara memberantas korupsi?
Reformasi Birokrasi
Mungkin ide yang penulis tawarkan ini bukan ide yang baru dan memang ide ini merupakan sebuah sintesa pemikiran dari berbagai gagasan yang telah dikemukakan banyak ahli hukum. Ide dan tentang reformasi birokrasi di indonesia bukanlah hal yang baru lagi. Reformasi birokrasi harus segera dilaksanakan dan harus dijadikan sebagai agenda utama pemerintahan saat ini. Sebab masalah korupsi sudah memasuki fase gawat darurat atau dalam dunia medik sudah memasuki stadium akhir. Jika kita menilik ulang cerita mengenai birokrasi di negeri ini kita akan diingatkan dengan birokrasi yang amat korup. Contoh yang paling kongkret adalah pada saat kita akan melakukan pembuatan data kependudukan seperti KTP ataupun akta lahir. Kita akan dihadapkan dengan dengan berbagai bentuk penarikan-penarikan yang didalihkan sebagai pelicin (grease payment).
Birokrasi pada awalnya bertujuan baik karena bertujuan sebagai perpanjangan tangan pemerintah di daerah. Pemerintah sendiri dengan konsep sentralistik pada masa lalu tidak mampu menjangkau daerah secara langsung. Oleh karena itulah pada masa orde baru birokrasi mengalami perkembangan yang sangat pesat dan dibangun sedemikian rupa. Pada awalnya birokrasi merupakan sarana yang diciptakan oleh pemerintah pusat sebagi kepanjangan tangan di daerah guna melaksanakan fungsi dan kewajibannya. Namun mungkin karena terlalu lama berkuasa terjadi kooptasi terhadap birokrasi. Birokrasi dijadikan sebagai kendaraan guna melanggengkan kekuasaan pemerintah yang berkuasa pada saat itu.
Akibat yang muncul ketika birokrasi asik dijadikan kendaraan adalah tidak adanya peningkatan kualitas kerja. Kinerja birokrasi menjadi semaunya sendiri dan justru malah meminta dilayani. Tugas utama birokrasi adalah memberikan servis sebaik mungkin kepada masyarakat. Namun fakta yang kita temukan di lapangan adalah birokrasi justru meminta uang untuk melakukan kewajiban mereka. Alasan utama perlu adanya reformasi birokrasi karena birokrasi merupakan pihak yang manjalankan roda pemerintahan. Birokrasi disini meliputi eksekutif, dimana sebagai pihak yang menjalankan perintah hukum melalui undang-undang. Bagaimana mungkin akan mencapai pemerintahan yang bersih jika orang-orang yang menjalankannya ternyata terjangkiti virus korupsi.
Oleh karena itu reformasi birokrasi mutlak harus dilakukan oleh pemerintahan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih. Upaya reformasi dapat dilakukan dengan merombak ulang sistem ataupun dengan merombak SDM yang ada di dalamnya. Upaya perombakan sistem birokrasi dengan jalan memangkas alur birokrasi menjadi lebih singkat dan pendek. Pintu korupsi terbuka ketika birokrasi terlalu panjang dan harus melewati berbagai pintu. Pada akhirnya panjangnya birokrasi dimanfaatan sebagai celah untuk memperoleh uang. Perombakan menuju sistem satu atap (one stop service) sudah dicanangkan oleh pemerintah. Namun penulis menilai hal ini belum efektif lantaran masih ada banyak meja yang harus dilalui meskipun dalam satu atap. Semestinya yang dilakukan adalah dengan pelayanan satu meja. Dengan semakin singkatnya birokrasi akan meminimalisir timbulnya suap ataupun bentuk korupsi lainnya seperti gratifikasi.
Upaya pembersihan birokrasi juga dilakukan dengan melakukan penggantian SDM yang bercokol dalam birokrasi. Orang-orang yang ada di sana selama ini sudah terkontaminasi oleh virus ganas korupasi. Upaya pemberian pensiun dini dinilai menjadi jalan yang tepat. Di satu sisi pemerintah masih memberikan penghargaan terhadap birokrat yang diberhentikan dari jabatannya. Sehingga pemerintah tidak akan melukai perasaan masyrakat banyak. Perlu dilakukan penyegaran dengan melakukan penggantian (replacing) tenaga birokrasi. Penyaringan SDM yang mumpuni dan mempunyai integritas tinggi menjadi poin penting dalam rangka penggantian SDM.
Namun ada satu hal yang paling penting ketika kita berbicara mengenai pemberantasan korupsi. Konsistensi, ya konsistensi atau keistiqomahan pemerintah harus maksimal. Selama ini penulis menilai kurang ada kesungguhan dari pemerintah untuk melakukan pemberantasan korupsi. Adanya upaya tebang pilih dalam pemberantasan korupsi seolah menjadi hal yang lazim. Padahal hal tersebut sangat bertentangan dengan rasa keadilan kami sebagai masyarakat yang mendambakan perubahan. Kemudian begitu banyak perkara yang diputus bebas, lepas ataupun di SP3 kan oleh jaksa maupun oleh penyidik. Keprihatinan kita mengenai masalah korupsi harus didukung dengan sikap tegas dan konsistensi yang dilakukan pemerintah. Marilah kita bersama mengupayakan pemberantasan korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia menggejala di berbagai bidang dan institusi. Meskipun semangat pemberantasan korupsi amatlah tinggi namun kenyataan di kehidupan sekitar kita korupsi juga masih banyak ditemukan. Korupsi negeri ini sudah kronis dan masuk ke dalam jenis korupsi yang paling berbahya yakni state capture corruption atau hijacked corruption . Korupsi sulit diberantas karena kejahatan ini sudah memasuki ranah kejahatan kerah putih, kejahatan korporasi, serta kejahatan terorganisir.
Penegakan hukum yang setengah hati dinilai menjadi faktor utama dalam lemahnya pembabatan korupsi. Penegakan hukum merupakan upaya yang terdiri dari rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum yakni keadilan dan kebenaran .
Penegakan hukum merupakan upaya mewujudkan ide-ide abstrak sebagaimana yang dikatakan oleh radbruch. Dimana ide abstrak yang ada diwujudkan menjadi sebuah kenyataan. Untuk mewujudkan ide tersebut dibutuhkan seperangkat aparat yang terorganisir. Keadilan, kepastian, dan kemanfaatan adalah gambaran ideal yang abstrak mengenai hukum. Orang tidak akan tahu mengenai apa itu keadilan jika tidak dikonkretkan ke dalam sebuah tindakah penegakan hukum. Upaya penjatuhan sanksi merupakan upaya mengkonkretkan hukum yang abstrak.
Dunia hukum di Indonesia sedang carut marut dan terjadi keguncangan kosmik hukum. Baik masyarakat ataupun penegak hukum mengalami gejala patologis, mulai dari main hakim sendiri (eigenrichting), pengabaian hukum (diregardling the law), ketidakhormatan pada hukum (disrespecting the law) yang berujung pada ketidak percayaan terhadap hukum (distrusting the law). Upaya menyelesaikan kebuntuan dalam berhukum harus dilaksanakan segera. Cara sederhana yang konvensional harus ditinggalkan.
Suatu peristiwa yang tak terduga bisa saja muncul dalam kehidupan bernegara. Korupsi sebagai sebuah kejahatan dinilai sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Terhadap kejahatan yang luar biasa tersebut juga diperlukan upaya berhukum yang luar biasa (extra ordinary measures). Namun sampai dengan saat ini kita tidak bisa keluar dari keadaan biasa. Setidaknya Satjipto Rahardjo mengajukan alasan sebagai berikut:
1. Rasa aman yang ditimbulkan oleh kebiasaan yang telah ada
2. Melihat ketertiban dan ketidaktertiban sebagai hal yang bertolak belakang
Breaking the law
Chambliss dan Seidman menyatakan “pada masyarakat yag kompleks, sejak pembuatan hukumnya pengaruh dari struktur kekuasaan sudah mulai bekerja. Dalam pembuatan hukum yang diuntungkan adalah mereka yang lebih kaya dan mereka yang aktif dalam kegiatan-kegiatan politik”
Hukum selalu diidentikkan dengan undang-undang yang berarti kepastian hukum akan mengemuka. Kepastian hukum menjadi objek utama dalam perdebatan mengenai hukum dan bahkan mungkin dianggap sebagai hukum itu sendiri. Gustav Radbruch mengemukakan esensi hukum ada tiga hal yakni keadilan, kepastian, serta kemanfaatan. Kepastian hukum hampir pasti selalu bertabrakan dengan kemanfaatan dan keadilan hukum. Kita tidak dapat menyalahkan begitu saja pendidikan hukum kita yang banyak terpengarus cara berfikir positivistik ala civil law system. Satjipto Rahardjo menyebut kepastian hukum sebagai awal mula tragedi hukum modern..
Nonet dan Selznick membedakan tiga klasifikasi dasar dari hukum dalam masyarakat, yaitu:
1. hukum represif, hukum sebagai pelayan kekuasaan represif
2. hukum otonom, hukum sebagai institusi tersendiri yang mampu menjinakkan represi dan melindungi integritas dirinya
3. hukum responsif hukum sebagai fasilitator dari berbagai respon terhadap kebutuhan dan aspirasi sosial
Lembaga hukum yang responsif, dimana keterbukaan lembaga tersebut menunjukkan sesuatu kapasitas adaptasi yang bertanggungjawab, selektif, dan tidak serampangan . Keberhasilan atau tidaknya lembaga tersebut sangat tergantung pada hal-hal mendesak yang harus segera dipenuhi dan sumberdaya yang ada. Kadangkala seruan progresif hanya dinilai sebagai ancaman atau gangguan.
Hukum adalah sebuah tatanan (Hukum ada dalam sebuah tatanan yang paling tidak dapat dibagi kedalam tiga yaitu : tatanan transedental, tatanan sosial dan tatanan politik.) yang utuh (holistik) selalu bergerak, baik secara evolutif maupun revolusioner. Sifat pergerakan itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihilangkan atau ditiadakan, tetapi sebagai sesuatu yang eksis dan prinsipil.
Ketika praktek berhukum di negeri ini telah menemui kebuntuan akibat pranata hukum yang ada mengalami gangguan. Gangguan yang entah berasal dari dalam institusi maupun berasal dari luar lembaga tersebut. Dalam rangka pemberantasan korupsi negara kita telah memiliki sebuah lembaga yang khusus menangani masalah korupsi yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan sebuah lembaga responsif yang memiliki misi khusus untuk melakukan pencegahan serta pemberantasan korupsi.
Kewenangan khusus pun disematkan untuk lembaga ini. Dalam UU KPK diberikan kewenangan yang merupakan penyimpangan terhadap hukum acara pidana. KPK dapat melakukan pengambilalihan perkara yang ditangani oleh kepolisian dan kejaksaan. KPK pun dapat melakukan penyadapan terkait kasus korupsi. Kehadiran KPK dianggap sebagai sebuah langkah yang tepat dalam rangka pemberanasan korupsi. Sebab selama ini dua lembaga hukum, yakni polisi dan kejaksaan dinilai kurang efektif. Apalagi jika kita memperhatikan bahwa judicial corruption atau yang lebih populer dengan mafia peradilan sudah mengakibatkan kedua lembaga hukum tersebut limbung.
Mahfud MD menyatakan bila mana keadaan hukum sudah menuntut sebuah upaya luar biasa maka harus dilakukan. Pada dasarnya jika dalam keadaan normal maka penyelesaian kasus berjalan normal dan biasa. Tetapi yang sering terjadi ketika lalu lintas hukum tersumbat oleh berbagai kepentingan maka harus dilakukan upaya cesar. Upaya cesar merupakan upaya dilakukan untuk mencari jalan keluar diluar jalan yang umum dan biasa.
“dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” .
Kutipan ayat suci di atas menggambarkan bahwa prilaku koruptif dilarang oleh agama islam. Jelas dinyatakan dalam ayat tersebut mengenai judicial corruption dilandasi oleh sikap batin pembuat yang sadar akan perbuatannya. Sebagaimana pernyataan korupsi sebagai the roots of all evils, terhadap para koruptor harus dilakukan upaya yang keras dan tegas. Hukum tidak boleh pandang bulu karena korupsi merupakan pengkhianatan berat (ghulul) sehingga hukuman yang layak adalah potong tangan dan hukuman mati .
KPK merupakan sebuah lembaga ad hoc yang khusus menangani korupsi. Sebagai sebuah lembaga ad hoc kewenangan KPK akan berakhir bilamana tujuan utama pembentukan lembaga ini yakni pemberantasan korupsi, telah tercapai. Sebagai sebuah lembaga responsif tentunya ada begitu banyak perlawanan yang dilakukan oleh para koruptor. Mereka tidak akan tinggal diam melihat sepak terjang KPK yang mengejar para koruptor lubang terkecil. Berbagai upaya telah dilakukan sebagai bentuk pelemahan lembaga ini. Mulai dari pengkebirian denga melakukan uji materi UU KPK serta UU Tipikor, dan yang terbaru adalah kasus three musketeer (Antasari, Chandra, dan Bibit).
Deny Indrayana mengemukakan beberapa upaya dalam rangka pemberantasan korupsi. Pertama, presiden mendeklarasikan gerakan anti korupsi; kedua, presiden harus mengeluarkan perpu pemberantasan korupsi; ketiga, melakukan reformasi birokrasi dan peradilan; keempat, memadukan metoda quick wins and big fishes; kelima, perang melawan korupsi diarahkan pada Istana, Cendana, Tentara, dan pengusaha naga; keenam, melakukan pemberantasan di episentrum empat kekuasaan; ketujuh, pemberantasan di semua lini; kedelapan, membutuhkan strong leadership; kesembilan, zero tollerance to corruption .
Pemberantasan korupsi selama ini selalu terhadang dengan asas praduga tidak bersalah, asas legalitas dan berbagai alasan lainnya. Ketika kita membicarakan mengenai korupsi maka kita berhadapan dengan kejahatan maha dahsyat. Kejahatan yang merusak sendi-sendi kehidupan bernegara dan mencerabut akar kemapanan bangsa. Dalam masyarakat berkembang keinginan pemberantasan korupsi yang dilakukan secara holistik dan terus-menerus. Namun benturan terjadi ketika logika hukum bertemu dengan logika umum. Logika hukum menuntut suatu proses yang bertele-tele dan mendasari pada serangkaian proses hukum. Inilah titik singgung dimana rasa keadilan rakyat merasa tercederai oleh perilaku yudisial. Dengan adanya asas praduga tak bersalah para koruptor (anggodo) yang secara nyata dan jelas ada dalam sebuah rekaman ternyata masih bisa melambaikan tangan kepada khalayak pers seolah tanpa dosa.
Kini ketika KPK mulai digembosi harapan kita tertumpu pada kepala negara. Kepala negara diharapkan mampu memberikan semangat baru dalam pencegahan serta pemberantasan korupsi. Kita dapat mengambil contoh luar biasa pada Korea Selatan. Negeri ginseng ini pada awalnya dikenal sebagai negara korup. Namun berkat kerja keras Presiden Kim Dae-Jung dapat melepaskan Korsel dari belenggu korupsi. Tidak tanggung-tanggung Dae-Jung memenjarakan kedua anaknya, Kim Hong-Up dan Kim Hong-Gul. Sekiranyaa hal ini dapat ditiru bukan tidak ungkin negeri kita akan mengikuti jejak korea yang sampai dengan saat ini menjadi salah satu negara terbersih dan menjadi tujuan investasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...