Pages

Selamat Datang Salsabila Qudsiya Fatahillah

Ini adalah cerita pengalaman isteri saya melahirkan puteri kami.

Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi pengalaman saat melahirkan Salsa,anak pertama kami. Saya dan suami saya bekerja sebagai guru kontrak di Sabah Malaysia. Kami mengajar anak2 TKI yang orang tuanya bekerja sebagai buruh di ladang kelapa sawit. Anak indonesia di sini tidak diperbolehkan lagi untuk belajar di sekolah kerajaan malaysia (kalo di indonesia,sekolah negri). Tidak seperti dulu anak TKI masih boleh bersekolah di sekolah kerajaan. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah Indonesia mengirimkan ratusan guru dari indonesia.
24 januari 2015, sekitar jam lima pagi saya bangun dan merasakan ada air keluar dari jalan lahir. Saya kaget dan langsung tau bahwa itu adalah air ketuban. Ya Allah, usia kandungan saya baru 35 minggu 4 hari. Haruskah saya melahirkan sbelum waktunya? Saya pasrah. Jam 6.30 kami pergi ke rumah sakit dengan menggunakan mobil office/ladang sawit tempat kami mengajar. Alhamdulillah istri manager sawit di sini adalah partner suami saya mengajar di Humana. Humana School merupakan sekolah yang didirikan oleh NGO terdaftar di Malaysia.

Istri manager ini sangat care dengan kehamilan saya, maklum beberapa bulan sebelumnya dia mengalami keguguran. Janinnya meninggal di dalam di usia 6,5 bulan, dengan kejadian itu dia sangat perhatian dengan keluarga kecil kami dan sering menanyakan kondisi kehamilan saya pada suami saya.
Perjalanan ke Hospital memakan waktu kurang lebih satu setengah jam. Karena panik, kami baru tau bahwa buku kontrol saya tertinggal di rumah. Sesampainya di Hospital saya langsung masuk ruang pemeriksaan, sedangkan suami saya dan supir kembali ke rumah mengambil buku kontrol saya.

Saya sempat sedikit dimarahi oleh petugas di sana, tentang pentingnya buku itu dibawa setiap pergi ke klinik maupun rumah sakit, karena semua rekam medis kehamilan saya ada di buku itu. Ya Allah, rasanya kesal, dalam keadaan takut dan panik saya malah dimarahi oleh petugas itu. Akhirnya setelah dua jam suami saya datang membawa buku kontrol itu. Sebelumnya saya diperiksa oleh dokter laki laki, awalnya hanya USG saja, tetapi akhirnya jalan lahir saya dicek juga.

Ternyata mereka menyatakan bahwa saya harus dirujuk ke Hospital Duchess of Kent (HDOK) di bandar (bandar adalah kota besar Sandakan). Jarak dari Hospital Beluran ke Hospital Duchess of Kent-Sandakan sekitar 80km, ditempuh dengan dua jam perjalanan menggunakan ambulans. Semakin menjadi kepanikan kami. Sepanjang jalan saya berdoa untuk keselamatan anak kami, dan juga keselamatan saya. Sejujurnya saya tidak pernah menyangka air ketuban saya akan pecah lebih awal seperti ini. Saat ketuban pecah saya sama sekali tidak merasakan perut sakit karena kontraksi.

Jam sebelas kami sampai di HDOK Sandakan. Saya dibawa ke unit bersalin, tetapi karena kami bukan warga negara Malaysia, kami diminta memberikan deposit sebesar 1200 ringgit atau sekitar lima juta rupiah. Jika tidak membayar maka kami tidak akan memperoleh pertolongan atau pelayanan apapun. Suami saya langsung mengurusnya ke bagian administrasi. Saya diperiksa di ruang PAC. Tekanan darah saya diperiksa, dilakukan scan USG, dan jalan lahir saya diperiksa. Setelah itu detak jantung janin saya terus dipantau sampai kurang lebih dua jam sebelum akhirnya saya masuk Maternity Ward. Maternity Ward adalah ruangan tempat para ibu yang sudah bersalin dan yang menjelang bersalin.

Saya melihat di kanan-kiri saya banyak ibu. Ada ibu yang sudah memegang bayinya masing masing, ada pula ibu hamil tua yang sedang berjalan jalan kaki di sekitar ruang bersalin. Perasaan saya semakin tidak karuan. Saya berdzikir dan terus memohon kepada Allah agar menyelamatkan saya dan anak saya. Selama 24 jam saya hanya dipantau dipantau dan dipantau. Saya bolak-balik ke ruangan pemeriksaan untuk cek detak jantung janin, dan pemeriksaan-pemeriksaan lain yang saya pun sudah lupa saking banyaknya.

Akhirnya tibalah tanggal 25 januari 2015. Jam sembilan pagi saya dinyatakan sudah pembukaan dua. Awalnya hanya selaput ketuban bagian depan yang sudah pecah. Namun jam siang siang dokter memeriksa lagi dan menyebut sudah mencapai tahap 'epson' . Artinya semua selaput ketuban sudah pecah dan saya harus segera bersalin. Saat itu juga saya ingin menangis. Akhirnya yang saya takutkan terjadi juga. Saya harus melahirkan lebih awal, artinya tidak cukup bulan dan anak saya akan terlahir prematur. Ya Allah betapa takutnya saya waktu itu.

Perlu diketahui, kebijakan di rumah sakit ini hanya memperbolehkan keluarga maupun rekan untuk masuk dan membesuk hanya di jam besuk yaitu jam enam sampai jam tujuh pagi, dilanjut jam dua belas sampai jam dua siang, serta jam empat soremsampai jam tujuh malam. Di luar itu, kami para ibu harus berjuang sendiri melawan segala ketakutan kami di ruang yang penuh dengan suasana mencekam ini.
Dalam keadaan seperti ini di negeri orang, tidak ada satupun keluarga besar yang menemani. Ditambah suami pun hanya bisa datang saat jam besuk. Jam sebelas siang saya dibawa ke ruangan bersalin.

Jam dua belas saya menghubungi suami. Saya SMS kalau saya sudah masuk ruang bersalin. Jam dua belas saya selesai dipasang berbagai macam alat. Ada satu alat yang paling saya ingat yaitu alat pemantau detak jantung janin dan kontraksi. Sampai jam delapan malam, saya diinduksi namun bukaan saya tidak bertambah. Sampai jam delapan malam hanya sampai pembukaan empat. Setelah melewati delapan jam penuh rasa sakit, jam delapan malam dokter memutuskan untuk melakukan prosedur operasi caesar. Saya pun setuju dengan membubuhkan tanda tangan saya. Jam sembilan saya masuk ruang operasi. Pertama kali bagi saya melakukan operasi dan pertama kalinya saya masuk sebagai pasien di rumah sakit, rasanya campur aduk.

Saya masuk ruang operasi bedah. Suasananya begitu dingin dan begitu menusuk. Sedangkan saya hanya menggunakan selimut dan penutup kepala dari plastik. Kerudung saya pun dilepas, ya dilepas! Saat itu juga saya ingin marah tapi saya tidak berdaya. Saya merasa ditelanjangi di ruang operasi. Walaupun tidak semua dokternya laki-laki, tetap saja perasaan saya sedih tak karuan. Baru kali ini hampir telanjang bukan di depan suami sendiri. Tapi saya yakin Allah Maha Pengampun. karena ini kondisi darurat semoga dikategorikan udzur syar'i.

Akhirnya yang saya takutkan terjadi. Saya disuntik di bagian tulang belakang dan itu adalah rasa disuntik tersakit seumur hidup. Saya langsung lemas dan tidak merasakan apapun di area bawah dada sampai bawah perut. Saya paham inilah saatnya pembedahan dimulai. Kesadaran saya hilang untuk beberapa saat. Entah beberapa menit setelahnya sebentar saja saya melihat ada bayi di sebelah kanan saya sedang diperiksa oleh dokter. Saya tanya, 'dok,apa itu bayi saya?'. Sang dokter tertawa renyah sambil menjawab “iya,terus bayi siapa lagi?”. Hahaha rasanya itu pertanyaan terbodoh saya, karena memang saat itu di ruang operasi hanya ada satu pasien yaitu saya. Dalam hati terucap rasa syukur tak terhingga karena akhirnya puteri kami terlahir ke dunia.

Tidak lama setelah itu saya dibawa ke ruang di luar ruang operasi. Beberapa menit kemudian ada perawat yang mengambil saya untuk kembali ke ruang ibu bersalin. Saya dibawa dengan menggunakan kasur dorong dari gedung baru tempat bedah menuju gedung lama tempat ruang maternity.

Saya merasakan ketika selesai operasi biusnya belum spenuhnya hilang. Saya masih lemas selemas-lemasnya. Sedih tidak bisa langsung melihat bagaimana muka dan rupa bayi saya saat itu. Ya Allah, saat itu rasanya ingin menangis sejadi-jadinya. Namun apa daya badan pun belum bisa bergerak sepenuhnya. saya dibawa keruang bersalin dan diberi obat penahan rasa sakit. Keesokan paginya saya baru bangun dan tersadar saya tidak berada di samping bayi saya.

26 januari 2015, sehari setelah kelahiran anak saya, saya akhirnya menjenguknya di ruang NICU (Natal Intensive Care Unit) untuk menyusuinya. Ternyata air susu saya belum keluar. Ya Allah, sedih bercampur bingung harus berbuat apa.

Dokter bilang anak saya harus dapat perawatan di NICU dengan diagnosis 'presumed sepsis', karena dia lahir sebulan lebih awal dari perkiraan. Selain itu ditambah Ĺ‚agi ketuban saya pecah duluan. HPL 24 februari dan anak saya lahir 25 januari. Dokter ingin memastikan bayi saya tidak terkena jangkitan kuman karena ketuban saya yang pecah lebih awal. Saya tanya berapa lama untuk mendapat kepastian apakah anak kami terkena jangkitan kuman atau tidak. Dokter bilang waktunya lima hari. Selama lima hari itu Salsabila mendapatkan atibiotik setiap hari. Dua malam saya terpisah dengan bayi saya. Akhirnya pada malam ketiga setelah kelahiran Salsa, yaitu tepatya tanggal 27 januari malam saya mulai pindah bermalam ke NICU bersama bayi saya.

Lega rasanya bisa bersamanya. Walaupun air susu saya baru sangat sedikit keluar. Entah kenapa, mungkin karena saya stress. Bagaimana tidak stress, NICU adakah ruangan tempat bayi-bayi dengan bermacam kelainan di tubuhnya. Sepanjang malam dan sepanjang hari hanya ada tangisan bayi yang sangat menyayat hati. Luar biasanya bayi salsa seruangan dengan mereka. Saya lihat ada bayi yang dipasang tabung oksigen, ada yang diinfus, ada yang dipasang alat pemantau detak jantung. Ya Allah, tempat apa ini? seperti neraka. Rasanya saya ingin membawa Salsa keluar dari ruangan ini saat itu juga. Melihat pemandangan ibu-ibu tegar yang menemani bayi mereka dengan segala perawatanya.

Setiap jam sembilan pagi ada dokter spesialis anak yang berkeliling melihat kondisi setiap bayi di ruangan ini. Dokter spesialis itu ditemani oleh residen yang jumlahnya sekitar empat sampai enam orang. Mereka sibuk mencatat saat dokter memeriksa kondisi tiap bayi. Saya terus bertanya pada dokter Kwen, dokter keturunan China yang sangat ramah melayani semua pertanyaan saya tentang bayi Salsa. Setiap jam enam pagi berat badan bayi ditimbang. Hari ketiga semenjak Salsa lahir beratnya turun jadi 1.98Kg. Ya Allah, betapa sedihnya saya. Tapi setelah tanya perawat hal itu wajar terjadi pada bayi yang usianya dibawah 1 minggu. Ada sedikit kelegaan di hati saya.

Namun kelegaan itu tidak berlangsung lama. Hari keempat perawatan Salsa di NICU, Salsa dinyatakan kuning, terkena jaundice dengan angka yang sangat tinggi yaitu 344. Saat itu juga saya didatangi oleh dokter residen yang memberitahu saya angka itu. Sebelumnya kuning anak saya hanya 196. Saat itu juga perawat dengan sigap memasangkan fototerapi dua lapis pada anak saya karena kuningnya terlalu tinggi. Kalau bayi lain fototerapi hanya satu lapis yaitu lampu atas. Treatment bayi Salsa dua lapis lampu atas dan bawah. Bayangkan betapa sedihnya saya harus melihat anak sendiri disinari dengan keadaan telanjang. Bahkan popoknya tidak lagi menggunakan popok biasa karena dianggap terlalu tebal dan menghalangi sinar menyinari tubuh bayi Salsa. Popoknya kali ini menggunakan eyepad 2 buah dengan disambung plaster.

Jam 22.30 dokter kembali mengambil darah salsa. hasilnya kuningnya turun jadi 261. lalu jam 6 pagi esok harinya turun lagi jadi 201. Sudah lima hari terhitung dari hari kelahiran Salsa. Kami memutukan untuk pulang paksa karena kami yakin Salsa tidak terinfeksi kuman apapun karena dokter sudah memberitahu saya hasil uji kuman negatif, Dokter pun bilang Salsa boleh pulang jika berat badannya naik. Pagi hari jam 6 tanggal 30 Januari 2015 kami mengajukan pada dokter untuk pulang paksa. Dengan arogansi dokter residen menakuti kami dengan bahaya kuning pada bayi. Padahal saya sudah tau kuningnya saat ini tinggal 201. Lagi pula berat badannya pun naik dari 1.98 ke 1.99 kg. Jelas sekali dokter sebelumnya berkata bahwa kalau kuning dibawah 250 boleh pulang, apalagi berat badan Salsa naik dari hari seblumnya.

Akhirnya saya dan suami saya sepakat untuk keluar dari rumah sakit hari itu juga. Karena saya merasa sudah sangat tertekan sehingga ASI saya mampet. Saya pikir justru itu yang akan menghambat proses penyembuhan Salsa dari kuningnya. Akhirnya kami keluar dari hospital dan menginap semalam di hotel di bandar Sandakan. Luar biasa, saat tiba di hotel ASI saya mengucur deras. Ya Allah terimakasih untuk pertolonganMu. Akhirnya keesokan harinya kami pulang ke ladang. Saya yakin bilirubin Salsa bisa turun dengan ASI yang mengalir cukup deras saat ini. Tapi kami tetap kontrol ke klinik ibu dan anak di Klinik Beluran, untuk cek rutin kadar bilirubin Salsa. Ini jauh lebih baik dibandingkan harus terus menerus di HDOK Sandakan, di ruang NICU yang menyayat hati itu.

Insya Allah saat ini kadar bilirubin Salsa berangsur turun. Mohon doa dari semuanya supaya kadar bilirubin salsa bisa segera normal...
Aamiin Ya Robbal alamin..

Tulisan ini saya buat di tengah perjuangan saya memberikan ASI pada Salsa siang dan malam dengan jeda 2 sampai 3 jam untuk menurunkan kadar bilirubinnya. Semoga pengalaman kami ini bisa bermanfaat untuk yang membacanya dan juga memberikan hikmah tak terhingga dalam kehidupan keluarga kecil kami. Karena kami yakin ujian adalah tanda bahwa ALLAH SWT sayang pada hamba2Nya.


Sandakan, Sabah, Malaysia
Ahad, 8 Februari 2015
Empat belas hari setelah kelahiran SALSABILA QUDSIYA FATAHILLAH, malaikat kecil penerang jiwa kami :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo ungkapkan pendapat kamu...