Pages

Demokrasi ondel-ondel di tengah Pemilihan umum 2009

Oleh wongbanyumas

Pemilu 2009 tinggal menghitung hari. Genderang perang telah ditabuh oleh partai politik peserta pemilu. Setiap partai menyiapkan berbagai cara dan stretegi untuk memenangkan pemilu tahun 2009 nanti. Mulai dari deklarasi secara terbuka sampai konvensi secara diam-diam. Hal uyang luar biasa pada pelaksanaan pemilu di Indonesia adalah banyaknya partai yang bertarung dalam kancah pemilu 2009. Padahal Indonesia menganut sistem presidensial, yang konsekuensinya adalah jumlah partai politik yang sedikit dan terbatas. Berbeda dengan sistem parlementer yang pelaksanaannya didukung oleh banyak partai. Namun sistem parlementer yang dilaksanakan di Negara mapan sekalipun tidak menganut sistem kepartaian sebanyak partai politik di Indonesia.

Sejak awal Indonesia adalah Negara yang senang dengan praktik ketatanegaraan setengah hati. Dikatakan sistem presidensial namun menganut sistem multi (extra) partai. Namun jika disebut parlementer ternyata parlemen tidak dapat memecat presiden. Sistem seperti ini merupakan faforit Indonesia. Begitupun ketika membicarakan sistem kamar dalam parlemenpun juga setengah hati. Membingungkan untuk mengatakan sistem bikameral atau trikameral. Namun itulah Indonesia yang lebih senang menggunakan istilah quasi.

Pemilu presiden dan legislatif akan dilaksanakan pada bulan april tahun depan. Mesin-mesin parpol mulai dipanaskan. Namun tidak hanya parpol saja yang mulai memanaskan mesinnya. Orang-orang yang ingin mengajukan diri sebagai presiden pun mulai menyeruak ke permukaan tanah. Bagaikan biji yang terendam air, para capres bermunculan dan merekah ke pentas politik nasional. Masing-masing mencoba untuk mengekspresikan diri dengan berbagai jalan dan cara. Langkah popular dan yang paling sering ditempuh adalah caper alias cari perhatian melalui media televisi. Televisi dinilai sebagai media propaganda dan kampanye yang paling efektif.

Setiap 10 rumah di Indonesia 7 rumah diantaranya mempunyai televisi. Bahkan dalam satu rumah sekalipun terkadang mempunyai lebih dari satu TV. Fenomena inilah yang berusaha ditangkap oleh para calon presiden. Dengan gelontoran dana milyaran rupiah setiap hari ditayangkan aksi para jagoan tersebut. Tak ayal kini TV menjadi rebutan bagi bakal calon presiden untuk memproklamirkan diri pada masyarakat. TV pun menangkap peluang bisnis ini sehingga berlomba-lomba memasang tarif. Seandainya anda dapat berfikir untuk menganalogikan perusahaan TV yang “menjual diri” dengan tarif selangit selama ada yang memanfaatkan jasa yang mereka tawarkan. Hal seperti itu tak ubahnya melacurkan diri.

Pemilu di negeri ini tak ubahnya panggung dagelan ludruk. Para aktor berlenggak-lenggok di tengah panggung dan mengundang gelak tawa para penontonnya. Saya sendiri lebih pas jika membandingkan dengan “nanggap” ondel-ondel. Bak ondel-ondel yang ternyata hanya kedok dan samaran belaka para artis bergoyang-goyang kesana-kemari menghibur penonton. Tak jarang ternyata reksi penonton berbeda-beda. Ada yang tertawa geli seperti senandung alm. Benyamin syueb. Ada pula yang takut bahkan menjerit ketakutan ketika melihat seringai ondel-ondel. Senyum simpul kadang menjadi ekspresi umum yang sering mengandung arti yang sulit ditafsirkan orang lain.

Layaknya ondel-ondel, semakin asik goyangannya maka respon penontonpun makin bertambah antusias. Para balon presiden demikian adanya. Semakin mereka mengekspos diri masyarakat semakin antusias dan merespon dengan berbagai ekspresi. Dunia politik tak ubahnya pertunjukan ondel-ondel di setu babakan. Lucu, lucu, lucu, dan lucu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo ungkapkan pendapat kamu...