Oleh wongbanyumas
Malam minggu seperti lazimnya saya mencari hiburan untuk membunuh sepi. Salah satu hiburan favorit saya di malam minggu adalah menonton film. Film memang sangat efektif untuk mengisi waktu malam minggu saya kali ini. Lebih baik menghabiskan waktu di kost daripada pergi ke luar atau ke tempat yang tidak jelas. Sambil berfikir film apa yang akan saya tonton saya memutuskan untuk menyambangi sebuah tempat penyewaan video di lingkungan kampus Unsoed. Sebenarnya saya punya beberapa kartu keanggotaan di beberapa tempat rentalan film.
Seperti biasa rak yang paling pertama saya kunjungi adalah film aksi. Film aksi menjadi favorit saya karena menawarkan adegan seru yang menantang. Sebenarnya film apapun tidak masalah. Hanya saya lebih prefer untuk menonton film aksi. Setelah melihat dan memandang ke beberapa cover album saya saya mencoba mengalihkan ke rak khusus film Indonesia. Kadang saya juga tertarik untuk melihat sampai sejauhmana sineas negeri kita punya karya.
Perlahan saya menyisir ke berbagai tampilan judul film. Sedikit mengerut kulit di dahi memandangi cover dan judul film yang tersaji. Sedikit bertanya dalam hati “emangnya ini rental nyewain film bokep (film porno) juga ya?”. Tapi setelah dilihat lebih dekat loh kok yang main bintang ‘terkenal’ macam DP dan JuPe. Menampilakn cover yang erotis disertai judul yang terlihat murahan. Ada satu judul yang bikin ngakak “Hantu Puncak Datang Bulan”. Sekilas terdengar menakutkan tetapi jika direnungkan mendalam mulailah saya tertawa terbahak-bahak. Pertanyaan bodoh saya adalah, Emangnya setan bisa datang bulan (menstruasi) kaya manusia juga ya?
Ternyata indonesia saat ini tengah digempur oleh film porno lokal dengan berlabel film nasional. Serbuan film tipe ini juga sangat membabi buta lantaran tiap bulan selalu ada release film terbaru dengan genre ini. Tentu saja banyaknya film genre esek esek yang beredar merupakan akibat permintaan masyarakat itu sendiri. Sebab ketersediaan barang sangat dipengaruhi permintaan pasar, gitulah kalo ingat teori ekonomi waktu SMA.
Film porno bagi sebagian orang sangat menarik dan menyenangkan. Bagi mereka yang menggemarinya rela berjam-jam di depan layar untuk menontonnya. Produk pornografi pada dasarnya tidak hanya berbentuk film, namun juga dapat berbentuk media cetak atau audio visual lainnya. Dalam catatan terakhir tahun ini indonesia menempati ranking ke 2 dalam hal konsumsi pornografi. Kondisi ini sesungguhnya sangat memeperihatinkan bagi saya pribadi.
Bahaya dari film esek esek ini adalah dapat mempengaruhi penontonnya. Ketika melihat banyaknya tontonan yang memperlihatkan adegan syahwat binatang tanpa ikatan orang akan menjadi berubah pandangan bahwa tindakan tersebut ‘biasa’ dan bagian dari gaya hidup modern. Terlebih bagi generasi muda atau anak-anak yang cenderung meniru apa yang dilihatnya. Banyak kasus perkosaan dan pelecehan seksual berawal dari tontonan atau bacaan porno. Bagi orang tua yang memiliki anak putri tentunya akan sangat meresahkan karena sewaktu-waktu anak mereka bisa saja menjadi korban.
Maka mungkin saya coba merenungkan kembali ternyata film indonesia kembali mengalami masa kemunduran ke era dua dekade silam. Pada zaman itu film indonesia dikuasai oleh film seks yang menonjolkan adegan (maaf) telanjang dan senggama secara vulgar. Tak ubahnya film porno yang hanya ‘menjual’ sang artis, bukan ceritanya yang menarik. Film bermutu seperti laskar pelangi mungkin akan tersaingi setelah beberapa tahun lagi. Hal ini tentunya menjadi keprihatinan tersendiri buat saya sebagai pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...