Pages

Aku Ingin Didengar

Oleh Wongbanyumas

Jum’at sore saya kedatangan dua orang teman. Mereka berdua bisa dibilang salah dua dari teman-teman terbaik yang saya punya. Teman pertama adalah calon pengacara besar (amin). Beliau sedang menempuh pendidikan profesi advokat di Universitas Indonesia (UI). Sedangkan teman saya yang lainnya adalah mahasiswa pascasarjana hukum kenegaraan di kampus yang sama, UI. Sore itu mereka hampir saja dihujani air dari langit. Untungnya mereka segera menemukan rumah mungil saya yang terletak di tengah belantara beton kota Jakarta.

Mereka masing-masing bercerita tentang kesibukan mereka setelah lulus dari kampus merah. Kami juga bertukar kabar tentang teman seperjuangan kami dulu di bangku kuliah. Suasananya begitu menyenangkan. Rasanya seperti kembali ke masa lalu, menimati obrolan bersama teman. Ya kadang suasana kota mendoan begitu menggoda saya untuk kembali ke sana. Dan salah satu teman saya berceloteh “wah ni anak ga mau dengerin apa omongan gw sir”. Keduanya pun terlibat dalam sebuah proses adu argumen.

Saling sikut, saling jotos, dan saling tangkis. Semuanya terjadi begitu cepat di ruang tamu saya yang sempit. Namun bukan kontak fisik melainkan saling sikut, jotos, dan tangkis pendapat. Satunya merasa tidak didengar sedang yang lainnya merasa tidak melulu harus mendengarkan yang lain. Saling menyalahkan dan bahkan buruknya mengungkit masa lalu. Saya tak habis fikir kok hal sepele pun diperdebatkan. Masih banyak hal lain yang bisa diperdebatkan selain misalnya perkara angkutan umum apa yang harus digunakan. Masya Allah.

Di tengah ‘ketegangan’ itu suasanya tetap terasa cair dan hangat. Kami terus melanjutkan obrolan sampai dekat waktu magrib. Waktu cepat berlalu sampai akhirnya kami harus berpisah.

Sejak awal kedatangan mereka ke rumah saya sudah memprediksi mereka akan asyik ribut sendiri. Apa yang saya tangkap dari rivalitas mereka sesungguhnya sangat sepele. Masing-masing pihak ingin didengarkan oleh pihak yang lain. Meski terlihat sepele ternyata yang namanya proses hearing itu sangat menakjubkan. Kita tidak pernah tahu apakah seseorang itu sedang punya masalah atau tidak. Setidaknya ketika kita mendengar apa yang dia ungkapkan dia merasa dihargai.

Banyak orang yang melatih kemampuan berbicaranya, namun tak banyak orang yang melatih dan meningkatkan kemampuan mendengarnya. Orang bijak bilang kemampuan menjadi pendengar yang baik adalah lebih baik dari pada kemampuan berbicara dengan baik. Dengan kita mendengarkan orang lain maka akan membuat kita mendapatkan kepercayaan dari mereka. Ketika kita mampu menjadi pedengar yang baik untuk seseorang maka dia akan menuruti apa yang kita katakan ketika dia meminta saran.

Marilah kita mulai mencoba untuk menjadi pendengar yang baik. Selalu menyimak dengan teliti apa yang orang lain ungkapkan kepada kita. Tidak menyela dan tidak pula memotong, namun biarkan dia tuntas bicara dan barulah kita memberikan pandangan. Mendengar itu indah, tidak semua manusia mau menjadi pendengar yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo ungkapkan pendapat kamu...