Oleh Wongbanyumas
Bangsa Indonesia siap tidak siap
telah menyongsong era perdagangan bebas. Salah satu bentuk kerjasama perjanjian
bebas yang dilakukan indonesia adalah bersama ASEAN. Ya kita telah sepakat
menjadi sebuah entitas bersama regional ASEAN dengan ditandatanganinya
kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean. MEA adalah sebuah konsekwensi logis
adanya proses globalisasi.
Globalisasi bukanlah kata yang
asing bagi kita saat ini. Menurut Martin Albrown Globalisasi menyangkut seluruh
proses dimana penduduk dunia terhubung ke dalam komunitas dunia tunggal,
komunitas global. Manusia di Indonesia dapat terhubung dengan manusia lain di
malaysia, amerika, inggris, dan negara lain tanpa ada batas jarak seperti
dahulu. Globalisasi juga didukung oleh semakin majunya teknologi
telekomunikasi.
Globalisasi mendatangkan manfaat
positif seperti semakin terbukanya akses informasi dari berbagai belahan dunia.
Selain itu juga memudahkan komunikasi manusia. Selain dampak positif rupanya
globalisasi juga membawa akibat buruk.
Akibat buruk Globalisasi meliputi
- Informasi yang tak terkendali;
- Timbulnya sikap yang kebarat-baratan;
- Munculnya sikap individualisme;
- Berkurang sikap solidaritas, gotong royong, kepedulian dan kesetiakawanan; dan
- Budaya bangsa akan terkikis.
Tentunya kita tidak menginginkan
efek buruk globalisasi menerpa kita dan bangsa kita tercinta Indonesia. Bangsa
kita akan kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang berakhlak, bermoral, dan
bermartabat di pergaulan internasional.
Lalu bagaimanakah kita membendung
atau setidaknya meminimalisir efek buruk globalisasi? Negara kita mempunyai
warisan kekayaan budaya yang sangat banyak dan beragam. Indonesia yang terdiri
dari beragam suku dan budaya pasti memiliki spirit kebaikan dalam budayanya. Lihat bagaimana orang yang masih
memegang adat istiadat di kampung. Mereka bukan ingin ketinggalan jaman tetapi
justru mereka ingin selamat dari terpaan globalisasi dengan memegang teguh
nilai-nilai baik dalam budayanya.
Budaya dalam masyarakat adalah
nilai yang diwariskan secara turun temurun. Budaya yang ada saat ini adalah
hasil pemikiran positif orang terdahulu sebelum kita. Budaya memiliki nilai
luhur yang terwujud dalam aturan, laku, dan perbuatan. Eksistensi budaya dan
keragaman nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
merupakan sarana dalam membangun karakter warga negara. Namun sudahkah nilai
budaya kita membangun karakter bangsa kita? Sudahkah nilai-nilai positif dalam
masyarakat kita praktek kan dalam kehidupan sehari-hari?
Kita mengenal adanya kearifan
lokal atau local genius/local wisdom. Kearifan lokal adalah segala sesuatu yang
baik yang ada dan hidup di dalam pergaulan masyarakat lokal. Kearifan lokal
tidak hanya dalam tataran ide tetapi juga muncul dalam nilai, norma, keyakinan,
adat, dan kepercayaan masyarakat.
Akibat buruk globalisasi yang
paling dirasakan adalah masuknya budaya asing yang kebablasan. Budaya asing
tidak sepenuhnya salah dan kita tidak bisa bersikap menolak semua budaya asing
yang baru atau xenophobia. Sebagai bangsa kita memiliki filter yakni
nilai-nilai yang hidup di dalam kearifan lokal. Setiap kebudayaan yang ada di
indonesia pasti mempunyai mekanisme internal untuk meredam pengaruh budaya
asing yang kebablasan.
Kita dapat melihat makin maraknya
sex bebas, penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja, sikap individualisme,
dan lain sebagainya. Ini semua adalah pertanda bahwa bangsa ini telah kalah! Ya
kalah terhadap gempuran globalisasi. Bukankah bangsa Indonesia dikenal sebagai
bangsa yang ramah? Dan sekarang kemana keramahan itu? Kita dapat menyaksikan
betapa buas dan beringasnya anak bangsa ini. Bangsa kita terkenal suka membantu
dan bergotong royong bukan? Lalu apakah sekarang budaya gotong royong masih
ada? Ya masih ada namum perlahan terkikis oleh sikap individualistis
masyarakat. Ini artinya kita telah takluk terhadap budaya asing dan kehilangan
jati diri kita sebagai bangsa.
Haryati Soebadio mengatakan bahwa
kearifan lokal sebagai cultural identity,
identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu
menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Dari
penjelasan beliau mestinya dapat menjadikan sebuat bahan renungan bagi kita
semua. Mau dikemanakan arah bangsa ini? Apakah akan hanyut dalam gempuran
globalisasi atau bangsa kita akan bertahan dan mampu beradaptasi dengan serbuan
kebudayaan asing yang masuk melalui globalisasi.
Bagaimana kita mengetahui
kearifan lokal terbaik untuk menangkal akibat buruk globalisasi? Kita dapat
merujuk dasar negara kita Pancasila. Pancasila merupakan landasan filosofis (filosofical grundslaag) negara kita.
Perumusan pancasila berasal dari nilai-nilai luhur kearifan lokal di indonesia.
Sikap berketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan, dan musyawarah yang
ditampilkan bangsa ini melalui pancasila.
Lalu bagaimana kita dapat
menemukan kearifan lokal dalam kehidupan kita? Jawabannya adalah dengan melihat
nilai norma yang berlaku serta kebiasaan baik yang dilakukan orang disekitar
kita. Terkadang kita terlalu abstrak untuk mencari solusi yang ternyata jutru
ada di depan mata kita. Norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku harus
ditegakkan untuk menjaga bangsa kita dari kehancuran.
Sudah
waktunya kita kuatkan kembali karakter bangsa kita melalui pelaksanaan nilai
kearifan lokal. Kearifan lokal jangan hanya dijadikan slogan saja. Tetapi harus
bisa dijiwai dan dimaknai dalam setiap perbuatan kita. Bangsa yang tangguh
adalah bangsa yang mampu bertahan di era global. Kearifan lokal dapat menjadi
obat penawar rusaknya moral sebagian anak bangsa.
ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜ðŸ˜
BalasHapus