Oleh wongbanyumas
Agustus selau diwarnai dengan udara yang dingin di purwokerto. Dingin seolah menjadi pertanda akan datangnya mahasiswa baru di kampus kami, kampus unsoed (universitas jenderal soedirman). Berbeda dengan Jakarta yang melalui musim dingin dengan curah hujan yang tinggi. Di kota ini musim dingin tidak dibarengi dengan hujan. Mungkin jika difikir-fikir wilayah purwokerto yang terletak di kaki gunung slamet ini mempunyai tiga musim yakni musim panas, musim dingin, dan musim hujan. Agustus merupakan momen kedatangan penerus kami di kampus ini. Ribuan jiwa datang dari berbagai daerah yang didominasi penduduk jawa barat.
Suasana hiruk-pikuk penerimaan mahasiswa baru selalu mengingatkan pada sebuah kenangan ketika aku pertama kali menginjakkan kaki di kota ini. Asing dan tidak familiar menjadi ungkapan pertama yang keluar dalam benakku. Ketika aku memutuskan untuk kuliah di kota ini aku sadar bahwa aku tidak mengenal seorangpun di kota ini. Akupun tidak mengetahui seluk-beluk kota ini dan hanya mengetahui namanya dari orang tua ku. Hanya bermodalkan keberanian aku memutuskan untuk pergi ke purwokerto. Kutinggalkan kota Jakarta yang penuh kebisingan dan aktivas warganya menuju kesunyian kota mendoan. Aku pergi bersama seorang kawan, Mahmud namanya. Masa-masa itu sudah berlalu tiga tahun. Namun bayangan awal ketika aku menginjakkan kaki di unsoed benar-benar membuatku terkesan.
Tak hanya para calon mahasiswa yang terlihat sibuk. Para orang tua pun ikut hadir dan memberikan warna tersendiri. Mereka menemani para buah hatinya untuk melakukan registrasi. Kegembiraan terpancar dari wajah polos mereka yang baru saja lulus dari bangku SMA. Terpancar rona kebanggan akan sebuah predikat yang nantinya akan mereka sandang, mahasiswa. Predikat agung yang tidak dapat dinikmati oleh seluruh warga Negara. Sematan yang masih sangat eksklusif di negeri ini. Predikat yang hanya dapat dinikmati oleh mereka yang berduit. Ada pula sosok yang termenung bingung sambil menatap sekeliling. Mencari sosok yang dikenal. Hari itu benar-benar penuh dengan manusia yang berjejal di tempat registrasi yang kami namai pacuan kuda. Kami menyebutnya demikian karena bentuknya mirip dengan istal di arena pacuan kuda.
Pemuda yang penuh harapan menyemut di tengah antrian panjang manusia dengan map dan berkas di tangan. Sebagai bukti bahwa mereka telah lolos ujian dan berhak menikmati bangku kuliah. Selamat datang pemuda sudirman. Selamat datang intelektual muda harapan bangsa. Luar biasa bagi kami karena kalian telah mampu menembus seleksi di universitas ini. Kemampuan yang dibutuhkan tak hanya cukup kemampuan intelektual, tetapi juga dibutuhkan sokongan financial yang kuat. Harapan kami bagi kalian yang baru datang dapat memberikan solusi dan terobosan baru bagi bangsa. Menjiwai semangat panglima besar soedirman yang agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...