Oleh Wongbanyumas
Sebagaimana putusan peradilan pada umumnya putusan peradilan konstitusi di MK juga mempunyai akibat hukum. Untuk putusan pengujian undang-undang bentuk putusannya adalah declarator constitutief. Artinya putusan MK dapat menciptakan suatu keadaan hukum baru atau meniadakan suatu kedaan hukum. Posisi yang demikian menempatkan MK sebagai negative legislator. Putusan MK mempunyai tiga kekuatan yakni kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial.
1. Kekuatan Mengikat
Sebuah putusan pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Para pihak yang telah menyerahkan perkaranya pada pengadilan berarti menyerahkan dan mempercayakan sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk diperiksa atau diadili. Konsekuensi yang timbul adalah pihak-pihak yang bersangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan hakim. Putusan yang telah dijatuhkan itu haruslah dihormati oleh kedua belah pihak. Salah satu pihak tidak boleh bertindak bertentangan dengan putusan.
MK mendapatkan dukungan publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya terutama memutus pengjian undang-undang. Meskipun demikian tak jarang MK mengeluarkan putusan yang dianggap aneh dan revolusioner dalam dunia peradilan. Ada yang mendukung dan sepakat dengan putusan MK. Adapula yang menentang putusan MK dengan dalih tidak mempunyai kekuatan hukum. Beberapa kalangan mempertanyakan mengenai kekuatan hukum yang dimiliki oleh subuah putusan MK.
Sebagai sebuah lembaga peradilan khusus yang dibentuk melalui konstitusi MK juga mempunyai karakter khusus. Kekhususan tersebut juga terletak pada putusan MK yang bersifat final dan mengikat. MK berwenang mengadili perkara konstitusi dalam tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Sifat putusan yang bersifat final tersebut berarti putusan MK mau tidak mau harus dilaksanakan. Tidak diperkenankan adanya upaya hukum lanjutan atas putusan MK. Yang demikian dikarenakan MK adalah pengadilan terakhir bagi masyarakat untuk mengadukan hak konstitusionalnya.
Sifat final tersebut berarti bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam persidangan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat mengikat putusan MK berbeda dengan putusan peradilan pada umumnya. Jika di peradilan umum putusan hanya mengikat bagi para pihak berperkara (interpartes) maka putusan MK juga mengikat bagi semua orang dan badan hukum yang ada di Indonesia. Sehingga putusan MK dikatakan sebagai negative legislator yang bersifat erga omnes. Mengenai kekuatan mengikat putusan MK kita dapat menengok kembali pada Pasal 10 UU MK bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta putusannya bersifat final.
Kekuatan hukum yang mengikat memiliki arti positif maupun negatif. Sebuah putusan bersifat mengikat dalam arti positif yakni bahwa apa yang telah diputuskan hakim harus dianggap benar dan tidak dimungkinkan pembuktian lawan. Mengikat dalam arti negatif, artinya bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang pernah diputus sebelumnya antara pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama.
2.Kekuatan Pembuktian
Dalam proses pengadilan akan membutuhkan alat bukti sebagai sarana penemuan fakta dan kebenaran. Sebuah putusan pengadilan, khususnya putusan MK memiliki kekuatan pembuktian. Dalam Pasal 60 UU MK menyatakan setiap muatan ayat, pasal dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan untuk diuji kembali. Dengan demikian putusan MK tersebut merupakan sebagai lat bukti yang dapat digunakan bahwa telah diperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Kekuatan hukum pasti yang terdapat dalam putusan MK ada dua sisi yakni positif dan negatif. Sisi positif adalah bahwa apa yang diputus oleh hakim dianggap telah benar sehingga tidak diperlukan pembuktian. Sedangkan sifat negatifnya adalah hakim tidak diperbolehkan memutus perkara yang pernah diajukan sebelumnya. Putusan pengadilan yang isinya menghukum dan telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, dapat digunakan sebagai bukti dalam perkara mengenai peristiwa yang telah terjadi.
3.Kekuatan Eksekutorial
Putusan MK dimaksudkan sebagai perbuatan hukum pejabat negara untuk mengakhiri sengketa yang akan menidakan atau menciptakan hukum. Sehingga diharapkan putusan MK tak hanya untaian kata yang tertulis di atas kertas. Kekuatan eksekutorial putusan MK adalah ketika putusan itu diumumkan.
MK adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan konstitusi. Konstitusi sebagai dasar dan pedoman paraktik ketatanegaraan harus ditaati sebagai dasar hukum bernegara. Kewenangan MK untuk menguji apakah suatu undang-undang telah memenuhi syarat konstitusional diadakan melalui konstitusi. Sehingga MK dalam setiap putusannya mengandung nilai hukum yang mesti ditaati dan langsung dapat dieksekusi.
Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap putusan MK yang membatalkan dalam pengujian undang-undang ditempatkan pada berita negara.
Sebagaimana putusan peradilan pada umumnya putusan peradilan konstitusi di MK juga mempunyai akibat hukum. Untuk putusan pengujian undang-undang bentuk putusannya adalah declarator constitutief. Artinya putusan MK dapat menciptakan suatu keadaan hukum baru atau meniadakan suatu kedaan hukum. Posisi yang demikian menempatkan MK sebagai negative legislator. Putusan MK mempunyai tiga kekuatan yakni kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian, dan kekuatan eksekutorial.
1. Kekuatan Mengikat
Sebuah putusan pengadilan bertujuan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Para pihak yang telah menyerahkan perkaranya pada pengadilan berarti menyerahkan dan mempercayakan sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk diperiksa atau diadili. Konsekuensi yang timbul adalah pihak-pihak yang bersangkutan akan tunduk dan patuh pada putusan hakim. Putusan yang telah dijatuhkan itu haruslah dihormati oleh kedua belah pihak. Salah satu pihak tidak boleh bertindak bertentangan dengan putusan.
MK mendapatkan dukungan publik dalam menjalankan tugas dan kewenangannya terutama memutus pengjian undang-undang. Meskipun demikian tak jarang MK mengeluarkan putusan yang dianggap aneh dan revolusioner dalam dunia peradilan. Ada yang mendukung dan sepakat dengan putusan MK. Adapula yang menentang putusan MK dengan dalih tidak mempunyai kekuatan hukum. Beberapa kalangan mempertanyakan mengenai kekuatan hukum yang dimiliki oleh subuah putusan MK.
Sebagai sebuah lembaga peradilan khusus yang dibentuk melalui konstitusi MK juga mempunyai karakter khusus. Kekhususan tersebut juga terletak pada putusan MK yang bersifat final dan mengikat. MK berwenang mengadili perkara konstitusi dalam tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Sifat putusan yang bersifat final tersebut berarti putusan MK mau tidak mau harus dilaksanakan. Tidak diperkenankan adanya upaya hukum lanjutan atas putusan MK. Yang demikian dikarenakan MK adalah pengadilan terakhir bagi masyarakat untuk mengadukan hak konstitusionalnya.
Sifat final tersebut berarti bahwa putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam persidangan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat mengikat putusan MK berbeda dengan putusan peradilan pada umumnya. Jika di peradilan umum putusan hanya mengikat bagi para pihak berperkara (interpartes) maka putusan MK juga mengikat bagi semua orang dan badan hukum yang ada di Indonesia. Sehingga putusan MK dikatakan sebagai negative legislator yang bersifat erga omnes. Mengenai kekuatan mengikat putusan MK kita dapat menengok kembali pada Pasal 10 UU MK bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta putusannya bersifat final.
Kekuatan hukum yang mengikat memiliki arti positif maupun negatif. Sebuah putusan bersifat mengikat dalam arti positif yakni bahwa apa yang telah diputuskan hakim harus dianggap benar dan tidak dimungkinkan pembuktian lawan. Mengikat dalam arti negatif, artinya bahwa hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang pernah diputus sebelumnya antara pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama.
2.Kekuatan Pembuktian
Dalam proses pengadilan akan membutuhkan alat bukti sebagai sarana penemuan fakta dan kebenaran. Sebuah putusan pengadilan, khususnya putusan MK memiliki kekuatan pembuktian. Dalam Pasal 60 UU MK menyatakan setiap muatan ayat, pasal dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan untuk diuji kembali. Dengan demikian putusan MK tersebut merupakan sebagai lat bukti yang dapat digunakan bahwa telah diperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Kekuatan hukum pasti yang terdapat dalam putusan MK ada dua sisi yakni positif dan negatif. Sisi positif adalah bahwa apa yang diputus oleh hakim dianggap telah benar sehingga tidak diperlukan pembuktian. Sedangkan sifat negatifnya adalah hakim tidak diperbolehkan memutus perkara yang pernah diajukan sebelumnya. Putusan pengadilan yang isinya menghukum dan telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti, dapat digunakan sebagai bukti dalam perkara mengenai peristiwa yang telah terjadi.
3.Kekuatan Eksekutorial
Putusan MK dimaksudkan sebagai perbuatan hukum pejabat negara untuk mengakhiri sengketa yang akan menidakan atau menciptakan hukum. Sehingga diharapkan putusan MK tak hanya untaian kata yang tertulis di atas kertas. Kekuatan eksekutorial putusan MK adalah ketika putusan itu diumumkan.
MK adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan konstitusi. Konstitusi sebagai dasar dan pedoman paraktik ketatanegaraan harus ditaati sebagai dasar hukum bernegara. Kewenangan MK untuk menguji apakah suatu undang-undang telah memenuhi syarat konstitusional diadakan melalui konstitusi. Sehingga MK dalam setiap putusannya mengandung nilai hukum yang mesti ditaati dan langsung dapat dieksekusi.
Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap putusan MK yang membatalkan dalam pengujian undang-undang ditempatkan pada berita negara.
apa akibat hukum putusan MK yang majelisnya tidak lenkap? makasih,
BalasHapusmaksud tidak lengkapnya seperti apa ya?
Hapus