Oleh Wongbanyumas
Seperti biasanya hari ini- jum’at, adalah hari spesial bagi ummat islam khususnya kaum adam. Pada hari ini kami selalu melakuan ritual suci berjamaah. Setiap hari ini kami melakukan pertemuan akbar sesama ummat islam. Kebanyakan orang menyebutnya sholat jum’at. Buat ku ini adalah sebuah ritual sakral dan media silaturahim.
Oke lah terlepas dari itu sholat jum’at juga punya makna khusus. Ummmat islam sering disibukkan dengan pekerjaannya, kantornya, usahanya, anaknya, istrinya, dll. Kesemua itu sangat ampuh untuk melalaikan manusia untuk memikirnya saudaranya sendiri. Saudara tak melulu hanya berdasarkan ikatan kekeluargaan atau ikatan darah. Dalam agama ini saudara didefinisikan adalah setiap manusia yang menyembah tuhan yang sama dan mengakui nabi yang sama, Allah swt dan Muhammad Rasulullah.
Apa makna khusus jum’atan? Sebagian kita mungkin hanya menganggapnya sebagai ritual rutin (yang mungkin membosankan). Sebagian lagi mungkin ada yang menjadikannya momen mencari penghasilan dengan berdagang di halaman masjid. Adakah yang pernah terlintas bahwa ibadah spesial ini merupakan sebuah rapat akbar? Ya rapat akbar. Mungkin kalian tidak menyadari bahwa ibadah ini merupakan sebuah rapat akbar rutin bagi kita, kaum muslimin.
Setiap hari ini kita dikumpulkan di sebuah tempat agung bernama masjid. Kita duduk bertelekan di atas permadani atau tikar lusuh bersama. Lantunan dzikir pembuka ibadah dan nyenyanyian al-qur’an meluncur dari bibir mereka yg lebih awal hadir di sana. Kemudian dilanjutkan dengan orasi ilahiah sang khatib sebanyak dua kali yang dipisahkan oleh duduk dan diamnya sang orator.
Tugas seorang orator ilahiah ini bukan sekadar bercuap ria. Dia bertugas memimpin dan mengarahkan para peserta rapat akbar ini. Ibarat sebuah kelompok orkestra sang khatib adalah kondaktur yang memainkan tongkatnya. Dia yang mengarahkan para pemain musik agar harmoninya sesuai partitur utama.
Jadi teringat dengan sebuah kovensi besar parta politik. Di sana hadir berbagai macam dan rupa manusia. Ada yang tampan nan rupawan ada pula yang rupanya menyeramkan tak beraturan, ada yang tinggi dan ada pula yang belum tinggi, ada yang kaya dan ada pula si miskin jelata. Berdirilah dia atas podium tertinggi di depan mereka seorang yang dianggap suci. Orang suci itu hanya memberikan wejangan, nasehat, dan membakar semangat para peserta. Di mata ku ritual jum’at nampaklah seperti itu. Sang khatib hanya memberikan nasihat, wejangan, dan membakar semangat agar sesiapa yang hadir tetap istiqamah.
Setelah orasi ilahiah dilajutkan dengan prosesi puncak, shalat. Inilah di mana kebingunganku muncul. Tapi tidak semua shalat jum’at aku merasakannya. Akau hanya merasakan ini di masjid yang memiliki karpet dengan corak sajadah. Aku kurang menyukainya! Karpet dan sajadah itu jusru menimbulkan ketidak khusyuan dan perpecahan. Kenapa aku bilang demikian? Coba saja kalian cermati pola di karpet tersebut yang nampak seperti sajadah tunggal. Para jamaah malah fokus untuk sholat satu persatu sesuai pola sajadah tersebut.
Padahal sesungguhnya kalau kita teliti dan cermati ada begitu banyak spasi antara orang dan orang lain dalam satu shaf. Sedangkan ketika shalat hendak dimulai imam pasti mengigatkan untuk merapatkan shaf dan barisan. Imam pun mengingatkan bahwa rapat dan lurusnya shaf adalah syarat sahnya shalat. Nah lho? Lalu shalat jemaah kita selama ini bagaimana? Silahkan anda jawab sendiri yah. Hee....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...