Oleh
wongbanyumas
Indonesia yang
merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan.
Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara yang
kompleks dan plural. Berbagai masysrakat ada di sini. Namun Indonesia dikenal
sebagai negara yang memegang teguh adat ketimuran yang terkenal sopan dan sifat
kekeluargaan yang tinggi. Namun dengan bergulirnya zaman dan peradaban,
kehidupan masysrakat kini semakin kompleks dan rumit.
Dalam sebuah
perkawinan masyrakat kita sejak dahulu mengenal adanya pencampuran harta
perkawinan. Para mempelai tidak pernah meributkan mengenai harta masing-masing
pihak. Asas saling percaya dan memahami pasangan menjadi landasan dalam
penyatuan harta perkawinan. Perlahan budaya asing yang dikenal bersifat
individualistis da materialistis masuk ke Indonesia melalui para penjajah.
Setelah berabad-abad pola hidup mereka menurun pada generasi bangsa Indonesia.
Diperparah
dengan adanya globalisasi yang mementingkan semangat individualistis dan
serakah mualai tertanam dalam watak dan jiwa bangsa. Kini banyak pasangan muda
yang sering menyatakan dirinya sebagai orang modern, membuat surat perjanjian
kawin. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan nilai yang ada dalam masysrakat
timur. Banyak pasangan yang kini melakukan perjanjian kawin. Dengan berbagai
alasan mereka membuat perjanjian kawin kepada masing-masing pasangannya.
Motivasi
perkawinan
Seorang manusia
pasti memiliki keinginan untuk melangsungkan pernikahan dengan pasangan yang
diinginkannya. Perkawinan merupakan sebuah institusi yang sakral dan mulia.
Perkawinan harus dilandaskan pada rasa saling mengasihi antara kedua mempelai.
Dalam Undang-undang perkawinan dinyatakan bahwa :
Perkawinan ialah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Melihat definisi
perkawinan yang disebutkan dalam undang-undang di atas, kita dapat melihat
bahwa dalam suatu perkawinan haruslah dilandasi dengan rasa cinta dan kasih
sayang terhadap pasangan kita. Kita harus bisa memposisikan diri di tempat yang
yepat. Sebagai suami berarti kita sebagai pelindung keluarga dan kepala rumah
tangga. Seorang istri haruslah menjadi ibu yang baik dan pasangan yang mampu
memahami suaminya.
Orang yang ingin
melakukan perkawinan mempunyai motivasi tersendiri. Mereka melakukan perkawinan
atas dasar pertimbangan yang matang. Ada beberapa motivasi dalam perkawinan
yaitu:
1.
Genetis
Melakukan perkawinan yang bertujuan
untuk melahirkan generasi penerus. Hal ini dilakukan agar keturunan kita
meneruskan kehidupan di dunia dan melanjutkan keluarga. Kita menginginkan
lahirnya seorang anak dalam perkawinan.
2.
Biologis
Secara biologis memang manusi
memiliki hasrat untuk melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. Melalui
perkawinan manusia dapat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya karena
sudah terikat baik menurut agama ataupun menurut aturan hukum.
3.
Sosiologis
Terkadang ada orang yang menginginkan
adanya perubahan (mobilitas) sosial. Melalui perkawinan status seseorang dalam
masyarakat dapat terangkat dan diakui oleh masysrakat sekitar. Orang yang telah
menikah biasanya lebih dipandang dan dihormati oleh masyarakat.
4.
Religius
Agama manapun pasti mengatur
penganutnya untuk melaksanakan perkawinan. Agama tidak hanya mengatur
peribadatan saja tetapi juga mengatur kehidupan manusia. Pernikahan
diperitahkan oleh agama, karena agama mengharamkan adanya perzinahan.
5.
Psikologis
Semakin bertambahnya umur seseorang
akan merubah pola pikir dan prilaku seseorang. Semakin dewasa seseorang ia akan
berfikir untuk menikah. Pernikahan dapat merubah seseorang menjadi lebih dewasa
dan matang.
6.
Ekonomi
Ekonomi seseorang juga merupakan
faktor bagi seseorang untuk melangsungkan perkawinan. Terkadang ada orang yang
menginginkan harta yang dimiliki oleh pasangannya juga mengharapkan warisan
dari mertua. Di desa seringkali pernikahan dilakukan untuk mengurangi beban
tanggungan keluarga.
7.
Politis
Unsur politis tidak dapat dilepaskan
dari pernikahan. Banyak pernikahan yang dilakukan untuk menyenangkan orang tua
saja tanpa didasari oleh rasa cinta. Seringkali kepentingan lain masuk dalam
perkawinan dan mempengaruhi motivasi seseorang untuk menikah.
Perjanjian kawin dalam undang-undang
Dalam kehidupan
sehari-hari ahir-ahir ini kita sering menyaksikan di layar kaca mengenai adanya
fenomena perjanjian kawin, yang sering terjadi pada para selebritis. Mereka
melakukan perkawinan dengan pasangan yang dicintainya. Namun sangat terasa
janggal apabila kita melakukan pernikahan namun kehidupan kita dibatasi dengan
adanya suatu perjanjian yang dinamakan sebagai perjanjian kawin. Perjanjian
kawin merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak (mempelai pria dan
wanita) sebelum atau pada saat dilangsungkannya pernikahan. Perjanjian ini
mengatur akibat akibat perkawinan terhadap harta dan kewajiban para pihak.
Dalam
Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan diatur tentang perjanjian
kawin pada Pasal 29.
1.
Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua
pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang
disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga
terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
2.
Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana
melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
3.
Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan
dilangsungkan.
4.
Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak
dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk
merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.
Perjanjian kawin
dilakukan seacara tertulis atas persetujuan kedua belah pihak. Hal ini
menimbulkan konsekuensi hukum yang berarti para pihak telah mengikatkan diri
pada perjanjian tersebut dan tidak boleh melanggar perjanjian tersebut
(1313BW). Para pihak harus menaaati perjanjian ini sebagaimana diatur dalam BW.
Sebagai sebuah perjanjian maka bila salah satu pihak melakukan pelanggaran
(inkar janji) dapat dilakukan gugatan baik gugatan cerai atau ganti rugi.
Perjanjian kawin
biasanya disusun sebelum dilangsungkannya perkawinan. Hal ini bertujuan
mengatur terlebih dahulu sebelum adanya pernikahan. Sehingga hak dan kewajiban
para pihak akan menjadi jelas. Pembuatan perjanjian sebelum ada perkawinan
adalah agar perjanjian tersebut berlaku efektif ketika perkawinan tersebut
dilangsungkan. Sebab ada kemungkinan jika perjanjian kawin dilaksanakan setelah
adanya perkawinan akan menjadi sebuah hal yang aneh. Karena masih saja memikirkan
harta sedangkan sudah saling terikat. Hal ini berarti ada indikasi untuk
melakukan perceraian atau memang sejak awal motivasi perkawinan tersebut adalah
motivasi ekonomi atau politis.
Perjanjian kawin
harus disahkan petugas pencatatan perkawinan. Sebenarnya diperbolehkan untuk
menyusun perjanjian secara pribadi atau hanya melibatkan pihak ketiga. Kemudian
surat perjanjian tersebut diserahkan pada pagawai pencatatan untuk dilakukan
pengesahan. Perjanjian kawin yang dilakukan seperti itu dikatakan sah namun
kekuatan hukumnya lemah. Oleh karena itu banyak pihak yang membuat perjanjian
ini dihadapan Notaris dengan menggunakan akta Notariat. Jika perjanjian
dilakukan dengan notaris maka kekuatan hukum perjanjian tersebut kuat dan tidak
diragukan.
Perjanjian kawin
tidak dapat dirubah secara sepihak melainkan harus ada kesepakatan kedua belah
pihak untuk merubahnya. Manusia kadang berubah pikiran sehingga undang-undang
perkawinan mengakomodir hal ini dalam ketentuan pasal 29 (4) undang-undang
perkawinan. Perubahan perjanjian juga tidak boleh melibatkan pihak ketiga dalam
perjanjian.
Lahirnya perjanjian kawin
Dalam sebuah
rumah tangga seringkali terjadi pertengkaran antara suami dengan istri. Bahkan
sering muncul ketidakcocokan dengan pasangannya. Hal seperti ini jika tidak
dapat diatasi biasanya berujung pada perceraian. Putusnya perkawinan akibat
perceraian menimbulkan akibat terhadap anak maupun harta perkawinan.
Harta bersama
yang lebih populer dengan harta gono-gini dalam perceraian merupakan masalah utama
munculnya perjanjian kawin. Sebab sejak awal tidak ada komitmen untuk
memelihara perkawinan tersebut agar tetap langgeng dan kekal. Selain itu
perjanjian kawin lahir ketiak tidak ada rasa percaya terhadap pasangan hidup
kita.
Walaupun
sebagian besar orang menganggap perjanjian kawin tidak sesuai dengan nilai
ketimuran. Namun perjanjian kawin juga memiliki manfaat. Apabila sebuah
perkawinan sejak awal ada indikasi salah satu calon mempelai memiliki motivasi
untuk mendapatkan harta pasangannya maka perjanjian kawin merupakan sarana
proteksi yang tepat. Dengan begitu harta tersebut akan aman dan tidak
merugikan. Sebab bila sejak awal orang itu mengincar harta pasangannya maka
besar kemungkinan ia akan membawa lari harta tersebut dan mengajukan cerai.
Perjanjian kawin
juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk meminimalkan perceraian. Bila sejak
awal diperjanjikan bila ada perceraian maka salah satu pihak dibebani dengan
kewajiban-kewajiban maka ia akan berpikir ulang untuk mengajukan cerai. Sebab
perceraian adalah hal yang tidak diinginkan dalam rumah tangga. Dengan adanya
perjanjian kawin dapat meminimalkan perceraian dalam rumah tangga. Orang yang
memang hanya mengincar harta akan berfikir panjang jika disodorkan perjanjian
kawin. Tentu ia akan menolak klausul tersebut karena tujuannya tidak akan
tercapai.
Isi perjanjian kawin
Perjanjian kawin
merupakan sarana untuk melakukan proteksi terhadap harta para mempelai. Melalui
perjanjian ini para pihak dapat menentukan harta bawaan masing-masing. Apakah
sejak awal ada pemisahan harta dalam perkawinan atau ada harta bersama namun
diatur cara pembagiannya bila terjadi perceraian. Harta bawaan dari
masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang
para pihak tidak menentukan lain.
Harta bersama
adalah harta yang diperoleh dalam perkawinan. Hal ini menimbulkan konflik
bilamana terjadi perceraian dan salah satu pihak menuntut pembagian harta.tidak
menjadi masalah bila para pihak dapat melakukan kompromi. Yang sering terjadi
dalam kehidupan adalah masing-masing bersikukuh untuk mengakui harta
pasangannya. Pada pasal 36 UU Perkawinan dinyatakan bahwa suami atau istri
masing-masing pihak dapat bertindak atas persetujuan bersama atas harta bersama
dala perkawinan. Suami dan isteri juga mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta bawaan.
Maka perjanjian
kawin dapat memuat pengaturan mengenai harta bersama maupun harta bawaan. Harta
bawaan dapat disatukan menjadi harta bersama. Harta bersama dalam perkawinan
dapat dipisahkan melalui perjanjian kawin. Sebab suami dan istri dibebaskan
untuk melakukan tindakan hukum.
Perjanjian kawin
yang dibuat tidak melulu hanya mengatur tentang harta dalam perkawinan saja
tetapi juga mengatur hak dan kewajiban para pihak. Merunut pada Pasal 34 UU
No.1 tahun 1974 yang berbunyi :
“(1).Suami
wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (2).Isteri wajib mengatur urusan
rumah-tangga sebaik-baiknya. (3).Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya
masing-masing dapat mengajukan gugutan kepada Pengadilan.”
Dapat dipahami
bahwa para pihak memiliki hak dan kewajiban masing-masing dalam perkawinan dan
dapat digugat bila melalaikan kewajibannya.
Melalui
perjanjian kawin dapat diatur beberapa hal yang contoh yang dianggap
substansial seperti :
1.
Pengaturan mengenai kewajiban suami dan istri dalam
perkawinan.
2.
Semisal suami wajib menafkahi keluarganya dan istri
wajib mengurus keluarganya. Suami dilarang untuk menelantarkan keluarga dengan
alasan apapun.
3.
Larangan penggunaan kekerasan dalam perkawinan.
4.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi isu yangg
cukup hangat saat ini. Suami terutama dilarang melakukan kekerasn terhadap anak
ataupun istri.
5.
Hak asuh anak bila terjadi perceraian. Anak sering
direbutkan oleh orang tuanya karena dalam pasal Pasal 41 (a) UU Perkawinan
“Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,
semata-mata berdasarkan kepentingan anak;”. Tidak diatur secara jelas menenai
hak asuh anak pasca perceraian. Melalui perjanjian kawin dapat ditentukan siapa
yang berhak atas pengasuhan anak tersebut.
Walaupun dalam
taklik talak telah diatur janji-janji kawin. Namun para pihak dapat
memperjanjikan dalam perjanjian kawin yang dicatatkan dalam akta notaris.
Karena memiliki kekuatan hukum.
Akibat perjanjian kawin
Menurut
undang-undang Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati,
setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain. Adanya
perjanjian kawin melahirkan akibat hukum karena perjanjian tersebut dikehendaki
oleh para pihak. Perjanjian kawin menimbulkan beberapa akibat.
Secara hukum
para pihak saling terkait dengan diadakannya perjanjian kawin dan masing-masing
harus melaksanakan kewajiban dan haknya. Para pihak juga harus siap dengan
konsekuensi hukum yang akan timbul bila melakukan pelanggaran terhadap
perjanjian kawin.
Secara moril dan
psikologis perjanjian kawin akan menimbulkan perasaan tidak percaya terhadap
pasangan hidupnya. Ia akan dibayangi perasaan takut kalau pasangannya melakukan
pelanggaran terhadap perjanjian. Kecemasan ini akan mengakibatkan
ketidakbahagiaan dalam menjalani rumah tangga.
Secara sosilogis
dan budaya perjanjian kawin menimbulkan adanya culture shock. Masyarakat timur
yang kekeluargaan tidak mengenal sifat individualistis dan materialistik tentu
menolak adanuya perjanjian kawin. Perjanjian kawin dianggap sebagai hal yang
tidak etis karena mementingkan harta saja. Walupun tidak selamanya perjanjian
kawin berorientasi pada harta dalam perkawinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...