Oleh wongbanyumas
Negara merupakan entitas tertinggi dalam kehidupan bernegara. Negara terbentuk akibat adanya kesepakatan antara warganegara untuk hidup berdampingan. Awalnya negara hanya meliputi sebuah kota kecil saja. Namun secara perlahan negara berkembang seiring pertumbuhan yang terjadi dalam masyarakatnya. Kebudayaan juga mulai terbentuk dari interaksi masyarakat dalam lingkup wilayah tersebut. Manusia yang pada awalnya memenuhi kebutuhan dengan berburu dan hidup berpindah-pindah tempat (nomaden), mulai menemukan pola hidup baru dengan bercocok tanam. Perdagangan ahirnya tercipta untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Konflik dalam masyarakat pun bermunculan kepermukaan pada awal pembentukan sebuah negara. Kemudian berdasarkan kesepakatan warga di pilihlah wakil yang dianggap kompeten untuk membimbing dan mengarahkan mereka dan memberikan rambu-rambu dalam kehidupan. Itulah pertama kali pemerintahan terbentu. Pada dasarnya pemerintah ada untuk melayani masyarakat dan memberikan keamanan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatannya. Bentuk pelayanan yang dilakukan oleh negara harus mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Hal itulah yang menjadi cita-cita utama pembentukan negara.
Untuk menjamin keamanan warganegaranya maka negara melalui perangkatnya dapat mengambil tindakan pengamanan baik secara preventif ataupun represif. Tindakan yang dilakukan oleh negara umtuk menjaga keamanan negara dilaksanakan oleh tentara dan polisi sebagai alat pemerintah. Tindakan preventif dapat dilakukan dengan melakukan patroli dan penjagaan keamanan. Tindakan preventif bertujuan untuk menghindari terjadinaya gangguan keamanan. Lain halnya dengan tindakan represif yang dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran dalam masyarakat. Tindakan represif selalu identik dengan kekerasan yang dilakukan oleh aparat.
Lihatlah tindakan represif aparat yang beringas bagaikan macan yang mengejar anak ayam ketika mengejar para demonstran di kampus universitas nasional (unas). Penulis agak geram ketika melihat berita yang melaporkan tindakan keji dalmas terhadap mahasiswa. Melihat konteks negara sebagai penjaga keamanan membuat penulis saya berfikir bahwa saat ini negara sudah tidak mampu menjalankan fungsinya. Haruskah indonesia bubar seperti yang ditulis dalam buku. Negara saat ini tidak pernah konsisten dalam menjalankan fungsinya.
Kita semua mengetahui peran sentral agama islam bagi negara Indonesia. Pada masa jaman kerajaan hanya islamlah yang mampu menyatukan nusantara, bukan oleh sumpah palapa yang memiliki semangat penjajahan dan imperialisme. Penyatuan oleh islam dilandaskan pada akidh ummat dan bukan melalui jalan kekerasan. Semasa perjuangan merebut kemerdekaan islam sebagai agama anti penjajahan kembali menyatukan rakyat indonesia yang seaqidah untuk melawan penjajah, bukan oleh sumpah pemuda yang kini mulai dilupakan oleh para pemuda. Sampai dengan saat ini peranan ummat islam bagi NKRI sangat besar. Namun NKRI menghianati ummat islam dengan menghapuskan tujuh kata dalam piagam Jakarta. Tindakan zalim yang sampai saat ini membuat sakit hati ummat islam kepada pemerintah.
Islam disyiarkan oleh para ulama di Indonesia. Peran ulama bagi bangsa ini sangat besar kontribusinya. Lihatlah KH Agus salim, KH Buya hamka, KH Hasyim as’ari, KH Ahmad dahlan, Kahar muzakkar, dll. Mereka semua adalah singa Allah yang berjuang demi tegaknya islam di Indonesia, meskipun mereka melakukan dengan cara yang berbeda. Baik melalui upaya kultural maupun secara struktural. Buya Hamka yang merupakan tokoh islam besar yang sangat disegani hingga ke negari jiran sendiri dijadikan musuh oleh pemerintah. Saat itu bung Karno tidak menyukai buya hamka karena hamka mendakwahkan islam kepada masyarakat. Konsep Nasakom yang diusung Sukarno terancam gagal. Namun Hamka tidak pernah membenci Sukarno. Bahkan Hamka menjadi imam sholat jenazahnya bung karno.
Lain Hamka lain pula Kahar Muzakkar. Pria kelahiran sulawesi ini malah dianggap sebagai pelaku makar. Padahal kita semua mengetahui bahwa kahar muzakkar merupakan salah satu tokoh pemuda yang berjuang demi kemerdekaan indonesia. Perjuangan untuk menegakkan kalimatullah berakhir dengan pengorbanan nyawa dari sang syuhada. Kekecewaan beliau akibat penghianatan bung karno akan cita-cita piagam jakarta. Maka beliau mengangkat sejata untuk menegakkan islam di Indonesia.
Masa orde baru menjadi catatan suram bagi para ulama. Pemerintahan tangan besi yang kejam sangat membatasi gerak-gerik ulama. Kegiatan pengajian bahkan selalu dipantau oleh intelejen. Kekutan islam saat itu sangat dibatasi oleh pemerintah. Saya sendiri tidak habis fikir mengapa kegiatan kerohanian dianggap sebagai upaya maka. Bahkan di Jakarta proses kegiatan tarbiah dilakukan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi. Sebab polisi akan menangkap orang yang melakukan forum-forum pengajian. Apalagi dengan adanya pengewasan melekat melalui Babinsa.
Tengoklah sekilas bagaimana peristiwa pembantaian di masjid di daerah tanjung priok pada era orde baru. Hal tersebut menjadi cermin kebencian negara terhadap umat islam. Padahal kita semua paham bahwa mayoritas penduduk indonesia menganut agama islam. Cukup aneh memang melihat fenomena yang ada. Melihat bahwa islam dianggap sebagai ancaman serius bagi negara kita. Padahal tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan oleh pemerintah jika pemerintah bertundak sesuai dengan ketentual Al-qur’an dan As-sunnah. Inilah yang menjadi alasan negara (pemerintah) untuk membenci islam.
Menurut mark cammac, meskipun indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia bukan berarti islam dapat diterima oleh masyarakat. Pada dasarnya hanya memiliki kesamaan artifisial dengan etika kenabian dan legisme timur tengah. Islam statistik merupakan sinkretisme unsur-unsur animisme, mistik india dan islam. Kelompok ini menikmati supremasi politik dan duduk pada posisi birokrasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa islam murni yang menerima aturan Illahi adalah golongan minoritas di negri ini.
Sangat sulit untuk mengajukan konsep bernegara yang melandasi dengan hukum islam. Islamophobia melanda sebagian besar birokrat dan pemimpin negeri ini. Perkara bughat dan bathil harus dimusnahkan dari muka bumi. Islam memerintah ummatnya untuk menghindari keduanya. Maka negara berupaya untuk terbebas dari stigma bathil dan bughat. Padahal prilaku mereka seperti korupsi, foya-foya, makan uang rakyat, plesir, pesta sex, pesta narkoba, dll adalah wujud kebathilan. Dengan segala daya upaya negara berusaha membentuk citra islam yang hanif menjadi buruk.
Semenjak peristiwa 11 september ummat islam mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Perlakuan ini tidak hanya oleh negara asing saja melainkan oleh para pemerintah negara yang dzalim dan lalim. Lihat betapa biadabnya pervez musharraf ketika menyerang para ulama di dalam masjid merah. Lihat pula presiden Iraq, Hamid Karzai yang menyerang mujahidin dengan serangan terpadu dengan Amerika. Lihat pula SUSILO BAMBANG YUDHOYONO yang dengan bangga menyatakan mabes polri telah menangkap “gembong teroris”. Islam kini malah dicitrakan sebagai teroris. Padahal kita paham bahwa teroris sebenarnya adalah Amerika dan anteknya.
Para ulama yang konsisten dengan nilai islam dan berjuang dengan nama Allah selalu menjadi musuh negara. Contohlah sepak terjang ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang konsisten dalam dakwah dan selalu memperjuangkan syari’at islam untuk tegak di bumi Indonesia tercinta ini. Beliau malah dianggap sebagai pimpinan gerakan (fiktif) Jama’ah Islamiah. Kita semua mengetahui ustadz Abu sudah tidak berdaya karena sudah tua. Tapi mengapa negara sangat takut padanya? Jawabnya adalah semangat al-islam yang membara dalam dirinya. Islam sebagai pembebas dan pembaharu adalah yang disampaikan ustad Abu. Hal itulah yang ditakuti negara....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...