Oleh wongbanyumas
Perkembangan pesat dalam bidang ketatanegaraan di Indonesia mulai terjadi sejak terjadinya momentum reformasi. Setelah bebas dari pemerintahan tiran yang membelenggu selama lebih dari tiga puluh tahun bangsa ini seolah menemukan sebuah kebebasan yang lama didambakan setiap warga negara. Kebebasan yang dahulu dibayar mahal bahkan dengan darah dan nyawa kini sangat mudah diraih. Perubahan pemerintahan dari pemerintahan tiran menuju pemerintahan demokratis turut merubah struktur ketatanegaraan di Indonesia. Perubahan struktur ketatanegaraan ditandai dengan amandemen terhadap UUD 1945. UUD 45 sebagai sebuah dokumen konstitusi merupakan norma dasar (grund norm) bagi negara kita.
Perubahan terhadap UUD tentunya akan berdampak terhadap struktur ketatanegaraan negara kita. Pada dasarnya ketika terjadi perubahan terhadap UUD maka mempengaruhi beberapa lembaga negara yang dimungkinkan untuk bertambah ataupun berkurang bahkan bisa saja meniadakan semua lembaga negara dan dibentuk lembaga negara baru. Konsep ketatanegaraan modern saat ini banyak menganut sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) yang dipopulerkan oleh montesqieu. Konsep yang dikenal dengan nama trias politica membagi kekuasaan pemerintahan menjadi tiga. Tiga kekuasaan itu antara lain eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pertama, kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan yang berfungsi dan bertugas untuk membuat peraturan perundang-undangan. Sebagai pembuat peraturan maka seorang legislator haruslah mempunyai tingkat kecerdasan dalam berfikir. Kecerdasan menjadi syarat bagi seorang legislator. Hal ini tak lepas dari tugas pokok seorang legislator yang memiliki implikasi yang luas terhadap kehidupan masyarakat. Ketika seorang legislator memiliki visi yang lugas maka akan melahirkan peraturan yang pro rakyat. Tidak hanya intelegensia, seorang legislator juga harus memiliki moral yang lurus dan baik.
Kedua, kekuasaan eksekutif adalah cabang kekuasaan yang menjalankan peraturan yang telah dibuat dan disusun oleh cabang kekuasaan legislatif. Eksekutif secara luas diartikan sebagai presiden beserta jajaran kabinetnya. Posisi eksekutif merupakan posisi penting karena merupakan pengambil keputusan tertinggi dalam pemerintahan. Rousseau menyatakan bahwa legislator adalah insinyur yang menemukan mesin, sedangkan eksekutif sebagai mekanik yang merakit dan mengoperasikannya. Harus ada sinkronisasi antara eksekutif dengan legislatif.
Ketiga, kekuasaan yudikatif merupakan cabang kekuasan yang berfungsi sebagai pengawas jalannya pemerintahan. Cabang kekuasaan ini diwujudkan melalui lembaga peradilan yang independen dan bebas dari segala bentuk intervensi. Yudikatif berperan ketika eksekutif melakukan pelanggaran terhadap perundang-undangan yang telah disusun oleh legislatif. Kekuasan yudikatif sebagai bentuk kekuasaan judicial yang berperang sebagai pihak yang menyelesaikan sengketa dan perkara terkait dengan undang-undang.
Ketiga kekuasaan tersebut secara ideal seharusnya melakukan sinergi sehingga akan menciptakan pemerintahan yang demokratis dan equal. Menurut penulis kurang tepat ketika kita memandang konsep trias politika sebagai konsep pemisahan kekuasaan. Hal ini dapat menimbulkan penafsiran yang berbahaya ketika masing-masing cabang kekuasan merasa mandiri dan dapat berubah menjadi superioritas antar lembaga. Pada akhirnya akan menciptakan absolutisme baru di tiap lembaga. Pada dasarnya konsep pemisahan kekuasaan yang dicetuskan ini sebagai sebuah upaya untuk mengurangi absolutisme raja di Prancis. Pada masa dark age kekuasan yang dimiliki raja sangatlah luas bahkan sampai memiliki kewenangan untuk membuat peraturan perundang-undangan.
Akan lebih tepat jika kita menyebut konsep trias politica sebagai konsep pembagian kekuasaan (distribution of power). Kekuasaan yang ada tidak dipisahkan melainkan didistribusikan ke tiap-tiap cabang kekuasaan. Setiap cabang kekuasaan menjalankan tugas dan fungsi masing-masing tanpa harus menimbulkan absolutisme di tiap cabang. Seperti yang diberlakukan di Amerika, separation of power antara presiden, supreme court, dan senat.
Konsep trias politica saat ini dianggap sebagai konsep terbaik bagi negara demokrasi modern. Namun selayaknya hukum alam dalam dunia ilmu bahwa suatu saat teori yang sedang mapan saat ini harus diuji. Hanya ada dua kemungkinan, teori tersebut akan runtuh digantikan teori baru yang lebih mapan atau teori tetap bertahan sampai ada teori baru yang dapat menumbangkannya.
Dalam kehidupan bernegara saat ini jamak kita lihat di berbagai belahan dunia muncul lembaga-lembaga baru. Lembaga negara yang baru terbentuk tersebut biasanya berbentuk komisi. Lembaga negara yang berbentuk komisi ini sifatnya independen. Dikatakan sebagai lembaga negara karena mengambil pendapat ahli hukum yang menyatakan bahwa lembaga negara adalah setiap lembaga yang tercantum dalam UUD (konstitusi). Sampai dengan saat ini terdapat 12 komisi negara independen, antara lain :
1.Komisi yudisial (KY), berdasarkan pasal 24B UUD 1945 & UU No. 22/2004
2.Komisi pemilihan umum (KPU), berdasarkan pasal 22E UUD 1945 & UU No.12/2003
3.Komisi nasional hak asasi manusia (KOMNAS HAM), berdasarkan Keppres No 48/2001-UU No. 39/1999
4.Komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan, berdasarkan Keppres No. 181/1998
5.Komisi pengawas persaingan usaha (KPPU), berdasarkan UU No. 5/1999
6.Komisi ombudsman nasional, berdasarkan Keppres No. 44/2000
7.Komisi penyiaran indonesia (KPI), berdasarkan UU No. 32/2002
8.Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi (KPK), berdasarkan UU No. 30/2002
9.Komisi perlindungan anak (KPA), berdasarkan UU No. 23/2002 & Keppres No. 77/2003
10.Dewan pers, berdasarkan UU No. 40/1999
11.Dewan pendidikan, berdasarkan UU No. 20/2003
12.Pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan (PPATK), berdasarkan Keppres No. 81/2003
Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa komisi negara independen adalah organ negara yang independen (secara ideal) dan oleh karena itu berada di luar cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Namun justru mempunyai fungsi campur sari diantara ketiganya. Kita harus membedakan antara komisi negara biasa dengan komisi negara independen. Komisi negara biasa berada di bawah lingkup kekuasaan eksekutif. Sedangkan komisi negara independen tidak berada di lingkungan kekuasaan apapun dan sifatnya yang independen.
Melihat dari keadaan yang demikian dapat terlihat bahwa teori ini telah mati dan sudah tergantikan dengan teori baru. Bahkan menurut Dody Nur Andrian teori mati ketik lahir. Artinya tidak ad yng dapat mengimplementasikan teori ini dalm kehidupan kenegaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...