Inkonsistensi Amerika
Oleh Wongbanyumas
Negara Amerika saat ini memang berada di puncak kekuasaan. Setiap negara di dunia takut dan gentar ketika mendengar sepak terjang negara ini. Termasuk Indonesia yang selama ini selalu menjadi anak manis di hadapan komkprador paman sam. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi beberapa negara yang saat ini mencuat ke permukaan. Tengoklah keberanian Ahmadinejad melawan hegemoni AS dan sekutunya, terutama israel. Tak luput pula dari pandangan kita bagaimana Hugo chavez, Evo morales, dan Videl castro yang membentuk poros Amerika Latin. Juga keberanian Korea utara menghadapi tekanan dan resolusi dari dewan keamanan PBB.
Amerika sebagai jawara saat ini berusaha untuk mempertahankan posisinya di puncak. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan penyebaran ideologi yang mereka anut. Ideologi yang ditularkan oleh orang Amerika bukanlah agama tertentu, melainkan sebuah trend dan gaya hidup. Poin penting dari ajaran hidup manusia Amerika adalah kebebasan (freedom), Hak Asasi Manusia (human rights), dan pluralisme (pluralism) semua itu terangkum dalam sebuah ideologi besar yaitu DEMOKRASI. Semuanya dihidangkan dengan sangat mewah dalam piring demokrasi.
Sebagai sebuah gagasan awal demokrasi memang sat ini dipandang sebagai bentuk terbaik. Nilai-nilai kemanusiaan terangkum secara komperhensif di dalam demokrasi. Penyebaran ideologi demokrasi dilakukan dengan dua cara yakni persuasif dan represif atau yang lebih populer dengan metoda stick and carrot. Negara yang manut akan diberi carrot, sedangkan negara yang mbandel akan diberi ayunan stick bahkan dentuman bazzoka. Dana yang dikelurkan dalam usaha penyebaran ideologi ini tidaklah sedikit. Coba anda lihat bagaimana besarnya dana yang mereka kucurkan kepada IMF dan Bank dunia. Juga terhadap NGO (non government organization) atau yang lebih sering disebut Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Amerika berusaha untuk meyakinkan publik dunia bahwa ideologi yang mereka usung adalah ideologi penyelamat dunia. Amerika sebagai juru selamat dan ratu adil bagi warga dunia. Berbagai caa dilakukan agar negara yang ada di dunia menganut agama demokrasi. Mulai dengan cara yang halus seperti hibah atau bantuan, bahkan dengan cara paling sarkastik yaitu invasi sebagaimana yang dilakukan terhadap Iraq dan Afghanistan.
Namun kita dapat melihat bahwa AS tidak konsiten serta memiliki standar ganda dalam penghayatan demokrasinya. Nilai pertama yaitu kebebasan, dalam prakteknya AS membatasi hak-hak warga negara. Terutama kaum minoritas yakni warga kulit hitam miskin dan ummat islam di AS. Ummat islam terutama tidak mendapatkan kebebasan dalam menjalankan agamanya karena adanya politik diskriminasi terhadap ummat islam. Padahal kita semua memahami bahwa AS adalah negara pemuja kebebasan. Namun justru membatasi kebebasan warganya untuk memeluk islam.
Nilai kedua yakni HAM, selama ini selalu gencar mengkampanyekan penegakan HAM di seluruh dunia. Bahwa setiap orang memiliki hak dasar dalam hidupnya yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk negara. Hal yang terjadi justru bertolak belakang, amerika sebagai negara humanis ternyata tidak semanis julukannya. Lihatlah betapa banyak anak muda, kaum jompo, serta wanita yang menjadi korban kebiadaban tentara Amerika. Padahal pada prinsipnya dalam hukum humaniter non kombatan tidak boleh diserang. Hal ini sangat lucu bagi penulis. Di satu sisi AS berupaya menularkan ideologi demokrasinya namun justru mereka melakukan pengingkaran sendiri terhadap apa yang mereka bawa.
Nilai ketiga yaitu pluralisme, sebagai sebuah negara yang besar AS merupakan negara yang sangat pluralistik. Di dalamnya terdapat berbagai orang dari negara yang berbeda. Sifat heterogen itu sendiri kadang tidak diimbangi dengan sikap pluralistik. Mampu menerima berbedaan dengan lapang dada adalah ciri seorang gentleman. Beda dengan AS yang tidak mampu meneriam perbedaan. Lihatlah perlakuan mereka terhadap barrack obama. Hanya karena obama mempunyai nama tengah hussein maka dirinya dicitrakan seolah-olah buruk. Padahal tuduhan miring tersebut belum tentu terbukti.
Saya tidak akan memaparkan bukti lain betapa amerika sangat tidak konsisten dengan paham demokrasinya. Karena sangat banyak sekali contoh inkonsistensi amerika. Oleh karena itu seharusnya kita sadari bahwa kita harus memalingkan wajah kita dari sistem busuk ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
dengan tidak konsistennya Amerika dengan sesuatu yang dinamakan demokrasi, bukan berarti demokrasi itu jelek kan? (paragraf akhir)
BalasHapuskarena jika umat Islam tidak konsisten dengan ajaran agama Islam, tentu bukan berarti Agama Islam itu buruk atau jelekkan?
yah kalo emang udah ga bisa konsisten ya mending ga usah sekalian aj dipertahankan mas nafi...
BalasHapus