Idealisme intelektual
Oleh Wongbanyumas
Tiap tahunnya tak kurang dari 5000 orang sarjana dengan berbagai jurusan dihasilkan oleh perguruan tinggi (PT) di Indonesia, baik perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Mereka tercipta dari suatu proses pembelajaran yang sangat panjang dan melelahkan yang penuh dengan idealisme dan cita-cita. Ini menandakan bahwa semakin banyak orang yang sadar akan arti penting sebuah pendidikan. Kini muncul masalah baru setelah mereka lulus. Apakah kaum intelektual tersebut akan membuat perubahan terhadap kondisi bangsa ini sebagai agent of change yang selama ini didengungkan saat mereka masih melakukan studi atau bahkan justru menambah panjang daftar pengangguran di negeri ini. Sangat sulit menjawab hal itu saat ini. Pertanyaan di atas akan terjawab setelah beberapa tahun yang akan datang, apakah mereka akan menjadi “orang” atau hanya jadi “orang-orangan” yang patuh pada berhala duniawi.
Sampai saat ini sangat sulit untuk mencari intelektual yang masih setia terhadap idealismenya ketika sudah masuk ke dalam sebuah rantai sistem. Kaum intelektual kini sudah lupa akan idealismenya semasa berjuang bersama di ORMAS, UKM, LSM, dan berbagai organisasi lainnya. Atau malah yang terjadi adalah para intelektual telah kehilangan taring ketika berhadapan dengan ganasnya sistem. Mungkin mereka masih sadara dan ingin berteriak namun mereka terus dihalangi dengan ketakutan akan kesulitan dan kelaparan. Orientasi kaum intelektualis akan mengalami perubahan ketika akan masuk ke dalam dunia kerja. Awalnya ketika kuliah mereka berusaha untuk meneriakkan perjuangan akan kesejahteraan bagi masyarakat dan rakyat kecil, namun setelah terlilit sistem mereka hanya meneriakkan suara perut anak-istri di rumah yang menanti timbunan materi.
Sistem pendidikan di dunia pada umumnya dan indonesia secara khusus merupakan alat bagi kaum kapitalis untuk melanggengkan cengkraman mereka di dunia. Setiap orang yang belajar kini dicetak untuk memperoleh margin sebesar-besarnya tanpa pernah menggunakan hatinya untuk memikirkan perasaan orang lain. Semua dididik hanya untuk menjadi tenaga yang katanya professional, mereka dibentuk hanya untuk menghadapi persaingan di dunia kerja. Dapat kita lihat kini semua universitas memiliki tujuan hanya untuk mencetak robot-robot kapitalistik, terutama jurusan ilmu-ilmu sosial yang memang merupakan bidang paling menguntungkan.
Sekarang sudah sulit menemukan universitas yang memiliki tujuan untuk mencetak intelaktual yang kritis dan memiliki sense terhadap realita sosial. Yang ada hanyalah individu yang hanya mengharapkan pekerjaan tanpa pernah berfikir tentang menciptakan sebuah lahan pekerjaan. Perguruan tunggi pun telah menjadi semakin kapitalistik dengan pemberlakuan BHP, dimana PT membebani masyarakat yang ingin mendapat pendidikan dengan biaya siluman yang tak jelas rimbanya.
Memang sedikit-banyak ideologi dan pemikiran seseorang mempengaruhi pola pikirnya terhadap idealisme yang dianut. Sebab ideologi dan idealisme adalah yang tidak dapat dipisahkan dimana keduanya menunjukkan hubungan searah yang sinergis. Yang menjadi perhatian saat ini adalah apakah masih ada intelektual yang memiliki idealisme yang mampu membela hak-hak rakyat. Saya banyak mengamati relitas sosial bahwa saat ini mahasiswa dalam melakukan studi hanya memiliki motivasi untuk mencari gelar saja. Amat sulit menemukan orang yang mencari ilmu karena tuntutan akan hausnya dahaga pengetahuan. Idealisme bagi seorang intelektual amatlah penting sebab idelismenya -lah yang akan menentukan ingin menjadi apa di kemudian hari. Idealisme pula -lah yang akan membentuk watak dan karakter intelektual. Sebuah idealisme ibrat bagaikan pakaian yang akan menentukan identitas sang intelektual dan idelisme pulalah yang akan melindunginya dari sengatan matahari sistem. Tapi bagaimanakah idelisme itu terbentuk dalam jiwa intelektual.
Membentuk idelisme adalah cara yang mudah namun untuk mempertahankannya adalah hal yang luar biasa sulit. Dengan kita ikut berbagai organisai akan memunculkan pikiran tentang cita-cita, gagasan, dan pemikiran dalam diri kita yang pada akhirnya akan membentuk suatu idealisme. Suatu idealisme tercipata dari dua hal : pertama, idealime terbentuk dari doktrin dan pemahaman yang diberikan dan ditanamkan oleh orang lain. Idealisme seperti ini cenderung pragmatis dalam menilai sesuatu dan idelisme seperti ini akan mudah untuk hilang semudah ia menerima pernyataan doktriner; kedua, idealisme yang berdasarkan pada pencarian yang sejati melalui tukar pikiran, membaca, dan mengamati relita sosial. Idealisme ini cenderung kuat dan mantap dalam perjuangannya. Sebab sang intelektual mengalami sendi dan merasakan realita yang telah membentuk idealismenya.
Bagian tersulit adalah bagaimana mempertahankan idelisme kita. Dalam dunia kampus sendiri banyak bermunculan ideolog dan pergerakan mahasiswa yang menampilkan idealisme yang berbeda. Satu sama lain memilik bentuk tersendiri yang unik dan pluralis. Melihat hal ini jangan sekali-kali kita berpikiran sempit dengan mengkotak-kotak kan antar kelompok. Hal itu justru malah akan mempersempit sudut pandang kita. Kaum intelektual akan menjadi orang yang parsial dan cenderung subyektif dalam hal menyikapi perbedaan sudut pandang.
Idealisme adalah sebuah hal yang paling mendasar bagi mahasiswa yang katanya seorang aktivis. Seorang idealis harus dapat mempertahankan idealismenya sampai mati. Sangat percuma jika ia semasa melakukan studi selalu berteriak menyuarakan aspirasi pada pemerintah. Namun setelah lulus ia malah masuk dalam sistem yang dahulu sering ia cerca. Ironis memang jika melihat hal tersebut. Namun kita harus realistis dalam menyikapi hal tersebut. Bagaimanapun seorang idealis tidak akan mampu bertahan sampai mati.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...