Pemberantasan korupsi merupakan sebuah agenda besar yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Selama ini korupsi dianggap sebagai akar semua masalah yang menimpa bangsa ini. Kekayaan negara yang begitu melimpah justru dinikmati oleh segelintir orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan. Tak jarang korupsi dilakukan oleh pejabat publik yang memegang peranan penting dalam pemerintahan. Karena masalah korupsi yang sudah sangat meradang maka perlu dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang independen dengan tugas dan wewenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
KPK lahir sejak tahun 2003 dengan terbentuknya Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kemunculan KPK merupakan sebuah jawaban akan kehausan masyarakat terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Lembaga yang selama ini diharapkan mampu menjadi garda depan dalam pemberantasan korupsi justru malah menjadi sarang mafia peradilan. Lembaga kehakiman dan kejaksaan seakan tidak mampu manjawab keinginan masyarakat kita.
Setelah berkiprah selama enam tahun KPK ternyata mampu memberikan secersah harapan akan penegakan hukum dan pengusutan tindak pidana korupsi. Selama ini kasus korupsi selalu mandek dan tak kunjung selesai bila telah masuk dalam proses peradilan. KPK telah menangkap banyak koruptor, baik kelas teri sampai jajaran para pejabat tinggi negara. Bahkan besan Presiden pun selaku pejabat Bank Indonesia tak luput dari bidikan KPK. KPK menjadi lembaga yang sangat ditakuti oleh para bejabat yang korup.
Sejak tahun 2007 KPK dipimpin oleh Antasari Azhar bersama empat pimpinan lainnya. Pada awal masa kepemimpinannya KPK dipertanyakan kinerjanya. Hal ini dikarenakan track record ketua KPK yang kurang baik dalam hal penegakan hukum. Namun ternyata KPK dapat membuktikan bahwa kinerja mereka sangat konsisten dengan cita-cita pemberantasan korupsi di negeri ini. Banyak pejabat yang sudah menjadi ‘korban’ keganasan mesin perang korupsi milik KPK.
Justru ditengah prestasi yang begitu mengkilap KPK mendapatkan tamparan yang amat keras ketika ketua KPK terlibat kasus pembunuhan. Antasari dinyatakan terlibat dalam pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen. Dalam kasus ini Antasari sebagai aktor/otak utama dalam pembunuhan tersebut. Apalagi dalam pemebritaan media pembunuhan ini dilatarbelakangi oleh kisah cinta segitiga Antasari dengan Rani Juliani. Sontak kabar tersebut membuat masyarakat kaget dan seolah dikhianati oleh komitmen pemberantasan korupsi yang didengungkan selama ini.
Sampai dengan saat ini status Antasari telah menjadi terdakwa. Dengan demikian Antasari dapat diberhentikan menjadi ketua KPK. Sebelum mendapat status terdakwa Antasari menjadi tersangka. Saat statusnya menjadi tersangka Antasari dinonaktifkan sebagai ketua KPK oleh anggota pimpinan KPK yang lain. Keppres mengenai pemberhentian ketua KPK menjadi dasar diberhentikannya Antasari sebagai ketua KPK. Pasca permberhentian ternyata begitu banyak suara yang mendorong agar segera dipilih ketua baru. Dengan dalih agar penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi berjalan lancar ketua KPK harus segera dipilih.
Pasca amandemen UUD 1945 ketatanegaran Indonesia perubahan yang sangat drastis. Amandemen yang dilakukan secara marathon sebanyak empat kali tersebut menghasilkan perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan. Upaya amandemen merupakan salah satu upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis dengan melandaskan pada aturan hukum. Meskipun hasil perubahan UUD 45 belum dijalankan secara maksimal namun kita harus memberi apresiasi yang besar dalam upaya mewujudkan konstitusi ideal yang demokratis.
Ekses dari perubahan konstitusi Indonesia adalah terbentuknya lembaga-lembaga negara baru. Secara definitif alat-alat kelengkapan negara atau lazim disebut lembaga negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Penafsiran yang muncul tentang lembaga negara antara lain:
1. Penafsiraan luas, yaitu mencakup semua lembaga yang nama dan kewenangannya disebut/ dicantumkan dalam UUD
2. Penafsiran moderat, yaitu hanya membatasi pada apa yang dulu dikenal sebagai lembaga tertinggi dan tinggi negara
3. Penafsiran sempit, yaitu hanya menunjuk secara implisit pada keterangan Pasal 67 UU MK.
Lembaga negara yang ada tersebut ada du macam yakni:
1. Lembaga negara utama (main state organ)
lembaga negara ini mengacu pada paham triaspolitika. (MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK). Kesemua lembaga negara yang termasuk dalam kelompok ini diatur secara jelas kewenangan dan fungsinya dalam konstitusi.
2. Lembaga negara bantu (auxiliary state’s organ)
Lembaga negara bantu merupakan wujud upaya pendemokratisasian ketatanegaraan. Melalui lembaga negara bantu diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang belum dapat dipecahkan selama ini. Lembaga tersebut meliputi KPK, BPK, KPU, dll.
Jimly Asshiddiqie mengajukan kunci pokok penyelenggaraan negara yang meliputi:
1. Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Prinsip Persatuan Dan Kesatuan
3. Cita Negara Hukum Dan Kedaulatan Rakyat
4. Demokrasi Langsung Dan Perwakilan
5. Pemisahan Kekuasan Dan Prinsip Checks And Balances
6. Sistem Pemerintahan Presidentil
7. Negara Kesatuan Dengan Federal Arrangement
8. Paham Demokrasi Ekonomi Dan Ekonomi Pasar Sosial
9. Cita Masyarakat Madani
Berdasarkan pokok pikiran Jimly tersebut kita dapat melihat bahwa ada upaya untuk mewujudkan konsep negara yang ideal. Berdasarkan prinsip ketatanegaraan modern dikenal adanya mekanisme checks and balances, setiap lembaga dalam sebuah negara saling melakukan pengawasan. Hal ini bertujuan umtuk mendistribusikan kewenangan sehingga tidak hanya berada pada satu tangan saja.
Lembaga negara bantu tersebut bersifat independen atau sering disebut dengan “komisi negara independen”. Memang banyak istilah yang digunakan terhadap lembaga-lembaga tersebut namun penulis menggunakan istilah komisi.
Komisi negara sendiri pada dasarnya menjadi dua kelompok yakni komisi negara yang independen dan komisi negara yang berada di bawah eksekutif. Komisi negara independen selayaknya bersifat independen dari kekuasan eksekutif, legislatif, maupun judikatif. Namun menurut Jimly lembaga negara tersebut merupakan campur sari antara ketiganya. Komisi negara independen dapat menjalankan fungsi regulatif, administratif, dan penghukuman.
Sampai dengan saat ini di Indonesia terdapat 12 komisi negara independen yang menjalankan fungsinya masing-masing. Pembentukan komisi tersebut menggunakan undang-undang maupun keppres. Komisi tersebut antara lain Komisi Yudisial, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Ombudsman, Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Perlindungan Anak, Dewan Pers, Dewan Pendidikan, dan Pusat Pelaporan & Analisis Transaksi Keuangan.
Salah satu lembaga yang memiliki dedikasi tinggi dalam pemberantsan korupsi adalah Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Lahirnya KPK merupakan sebuah jawaban atas kegelisahan masyarakat terhadap korupsi yang merajalela. Sebelum KPK berdiri negara ini mempunyai KPKPN dan Timtas Tipikor. Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
KPK memiliki kekuasaan yang besar dalam pencegahan maupun penindakan Korupsi. Pertama, tidak perlu izin untuk menangkal dan menyidik. Kedua, boleh mengambil alih kasus-kasus. Kejaksaan tidak boleh mengambil alih tugas kepolisian dan sebaliknya, tapi KPK bisa mengambil alih.
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi tindak pidana korupsi yang :
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
c. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Kepentingan politik
Memang antara politk dan hukum tidak dapat terpisahkan. Bahkan ada pandangan yang menyatakan bahwa hukum sebagai produk politik. Artinya dalam pembentukan hukum tak lepas dari pengaruh maupun kepentingan politik. Salah satu bentuk indikasi adanya campur tangan politik adalah dengan melihat formasi lembaga legislasif yang terdiri dari berbagai partai politik.
Dalam proses pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak kalah pentingnya adalah sumber daya manusia yang akan memimpin dan mengelola Komisi Pemberantasan Korupsi. Pimpinan KPK akan menjadi penentu arah kebijakan dalam agenda pemberantasan korupsi.
Komisi III membidangi hukum merupakan komisi DPR yang bertugas memilih pimpinan KPK. Melalui komisi inilah nasib pemberantasan korupsi dipertaruhkan. Jika komisi III salah dalam menentukan pimpinan KPK maka kita hanya tinggal menunggu detik-detik kematian pemberantasan korupsi.
Pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, hendaknya dilakukan secara transparan dan melibatkan keikutsertaan masyarakat, juga harus memenuhi persyaratan administratif dan harus melalui uji kelayakan (fit and proper test) yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, yang kemudian dikukuhkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Pemilihan jajaran top five dalam tubuh KPK melalui proses penyaringan yang amat panjang dan ketat. Tak hanya pada aspek kapabilitas saja tetapi semestinya mempertimbangkan faktor integritas dan akseptabilitas. Calon yang telah lolos dari test akan dipilih oleh DPR dan dikuatkan dengan Keppres.
Sebagai lembaga yang memang bertugas memberantas korupsi KPK mendapat banyak tekanan. Salah satunya adalah dengan upaya penggembosan kinerja. Bahkan ada upaya pembubaran KPK dengan mengajukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi. Dengan dalih bahwa KPK sebagai institusi ad hoc yang bersifat sementara. KPK adalah institusi yang sifatnya ad hoc untuk tujuan yang tertentu. Jadi kinerja KPK tidak dibatasi oleh waktu. KPK akan dibubarkan bila tujuan utama pembentukannya yakni pemberantasan korups telah usai.
Melalui pemungutan suara yang dilangsungkan pada Rabu malam, 5 Desember 2007, Komisi III DPR akhirnya memilih lima pimpinan KPK periode 2007-2011. Mereka adalah Chandra M. Hamzah, Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto, Haryono, dan Mochammad. Jasin. Dari 49 anggota Komisi III DPR, Chandra mendapatkan 44 suara, disusul Antasari dengan 37 suara. Bibit dan Haryono mendapatkan jumlah suara yang sama, yaitu 30. Sedangkan Jasin mendulang 28 suara.
Proses penentuan ketua KPK sangat kental dengan aroma politis. Sebab katika posisi Chandra sudah menempati peringkat teratas. Akan tetapi dilakukan pemilihan putaran kedua yang akhirnya dimenangkan oleh Antasari. Antasari Azhar terpilih dengan dukungan 41 suara, sementara pesaingnya Chandra M Hamzah hanya mendulang 8 suara.
Terpilihnya Antasari menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Anggota DPR Gayus Lumbuun berteriak lantang mengkrtisi rekam jejak Antasari. Tidak sampai disitu pegiat antikorupsi yang saat itu aktif di ICM, Denny Indrayana. Melancarkan kritik keras terhadap Antasari karena dikenal sebagai jaksa nakal. Namun tuduhan adanya konspirasi dalam pemilihan Antasari sebagai ketua KPK dibantah. Komisi III berdalih bahwa apa yang telah dilakukan telah memenuhi Pasal 32 ayat 2 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Status Antasari sebagai terdakawa tentunya membawa konsekwensi bahwa dirinya harus diberhentikan sebagai ketua KPK sebagai mana diatur dalam pasal 32 UU KPK. Namun masalah timbul ketika keempat pimpinan KPK memberikan status nonaktif pada Antasari. Padahal hal tersebut tidak ada dalam Undang-undang. Pada pasal 33 ayat (1) disebutkan dalam hal terjadi kekosongan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Keputusan Pimpinan KPK langsung memberikan status nonaktif kepada Ketua KPK Antasari Azhar dipertanyakan anggota DPR RI. Menurut Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan, istilah tersebut tidak dikenal dalam UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK sebab dalam undang-undang hanya mengenal istilah pemberhentian dan pemberhentian sementara.
Peranan presiden dalam penentuan calon pengganti kepada presiden menjadi penting. Karena nantinya akan menjadi kartu utama dalam pemberantasan korupsi. Dikhawatirkan akan adanya faktor poitik mengenai pengajuan calon pengganti Antasari. Proses pemilihan Ketua KPK yang baru akan ditentukan dalam rapat internal Komisi III (Komisi Hukum) DPR RI..
Banayak pihak yang mengusulkan bahwa untuk menggantikan posisi yang ditinggalkan antasari ada beberapa sekenario, seperti berikut:
1. Memasukkan peserta pemilihan pimpinan KPK dengan nomor urut 6. Posisi terdekat akan masuk menggantikan posisi yang kosong. Nantinya posisi ketua KPK akan dipilih secara internal pimpiana KPK ataupun diserahkan pada DPR.
2. Presiden mengusulkan nama secara langsung untuk menggantikan Antasari selaku ketua.
3. DPR melakukan fit and proper test terhadap 5 calon. Nantinya hanya akan terpilih satu orang.
Dari beberapa skenario penggantian tersebut ternyata tidak seseuai dengan UU KPK. Berdasarkan UU KPK Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Prosesnya tidak langsung jadi, melainkan harus mengikuti mekanisme pemilihan sebagaimana diatur mengenai pemilihan pimpinan KPK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ayo ungkapkan pendapat kamu...